Lieberman, Eks Tukang Pukul Klub Malam yang Jadi Menhan Israel
A
A
A
YERUSALEM - Avigdor Lieberman ditunjuk menjadi menteri pertahanan (Menhan) baru Israel menggantikan Moshe Yaalon yang mengundurkan diri setelah berseteru dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Lieberman semula adalah warga Soviet (sekarang Rusia) dan pernah menjadi tukang pukul di sebuah klub malam.
Lieberman terlahir dengan nama Evet Libermanin tahun 1958 di Uni Soviet (Rusia), tepatnya di Chisinau, Moldova. Pada usia 20 tahun, dia pindah ke Israel dan mengubah namanya menjadi Avigdor.
Dalam catatan biografinya, Avigdor pernah bekerja sebagai tukang pukul sebuah klub malam dan pada tahun 1999 dia mendirikan Partai Yisrael Beitenu, di mana dia menjadi pemimpinnya. Partai yang didominasi warga Israel berbahasa Rusia ini mengantar Avigdor menjadi anggota Knesset (parlemen Israel) untuk pertama kalinya.
Penunjukan Lieberman sebagai Menhan baru Israel telah menjadi kejutan karena langkah itu semakin memperkuat kubu PM Netanyahu dari Partai Likud.
Sebelum ditunjuk sebagai Menhan baru Israel, Lieberman telah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu). Dia juga pernah menjabat di sejumlah pos pemerintahan.
Meski demikian, Lieberman pernah dua kali meninggalkan kursi pemerintahan karena tidak sepaham dengan kebijakan Ehud Olmert (PM Israel sebelumnya) terkait perjanjian damai dengan Palestina.
Pada tahun 2009, partai yang didirikan Lieberman bangkit menjadi tiga besar mengungguli Partai Buruh. Sejak itulah, dia diangkat menjadi Menlu Israel sekaligus Wakil PM Benjamin Netanyahu.
Lieberman telah menolak tuduhan bahwa dia memiliki sikap rasis terhadap orang-orang Arab dan intoleran terhadap orang-orang religius Yahudi.
Dia juga mengatakan bahwa dia mendukung gagasan sebuah negara Palestina di masa depan. Dia siap untuk memindahkan keluarganya dari rumah mereka di pemukiman Nokdim ketika Israel menarik diri dari Tepi Barat.
Kendati demikian, sosok Lieberman tetap dianggap sebagai tokoh yang memecah-belah setelah melontarkan komentar kontroversial. Di antaranya, menolak formula perdamaian dengan Palestina, mempromosikan hukuman mati untuk terpidana kasus terorisme dan menyerukan warga Arab Israel untuk mengambil sumpah setia.
Middle East Eye mengutip seorang pejabat Israel melaporkan bahwa pengangkatannya sebagai Menhan baru Israel akan menjadi "bencana" bagi Palestina. ”Dia akan bertanggung jawab atas pendudukan dan itu akan menjadi bencana. Dia populis, dia berbicara terlalu banyak atau dia menempatkan kata-katanya ke dalam tindakan,” kata pejabat yang menolak diidentifikasi.
Yuval Diskin, mantan kepala Badan Keamanan Israel atau Shin Bet menulis di Yedioth Acharonoth bahwa pengangkatan Lieberman mungkin "awal dari akhir" Negara Israel. Alasannya, karena dia akan mendorong kaum fundamentalis Yahudi dan menempatkan pertahanan negara di bawah kontrol perdana menteri.
Namun, surat kabar Haaretz menulis sosok Lieberman tidakan akan bertindak yang membahayakan posisi barunya.
”Lieberman, seperti Menachem Begin pada tahun 1977, tidak akan memimpin Israel dalam perang. Sebaliknya, dia akan ingin membuktikan bahwa, dia bertentangan dengan reputasinya (di mata orang-orang), dia orang yang bijaksana dan pragmatis,” tulis surat kabar Israel itu.
Lieberman semula adalah warga Soviet (sekarang Rusia) dan pernah menjadi tukang pukul di sebuah klub malam.
Lieberman terlahir dengan nama Evet Libermanin tahun 1958 di Uni Soviet (Rusia), tepatnya di Chisinau, Moldova. Pada usia 20 tahun, dia pindah ke Israel dan mengubah namanya menjadi Avigdor.
Dalam catatan biografinya, Avigdor pernah bekerja sebagai tukang pukul sebuah klub malam dan pada tahun 1999 dia mendirikan Partai Yisrael Beitenu, di mana dia menjadi pemimpinnya. Partai yang didominasi warga Israel berbahasa Rusia ini mengantar Avigdor menjadi anggota Knesset (parlemen Israel) untuk pertama kalinya.
Penunjukan Lieberman sebagai Menhan baru Israel telah menjadi kejutan karena langkah itu semakin memperkuat kubu PM Netanyahu dari Partai Likud.
Sebelum ditunjuk sebagai Menhan baru Israel, Lieberman telah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu). Dia juga pernah menjabat di sejumlah pos pemerintahan.
Meski demikian, Lieberman pernah dua kali meninggalkan kursi pemerintahan karena tidak sepaham dengan kebijakan Ehud Olmert (PM Israel sebelumnya) terkait perjanjian damai dengan Palestina.
Pada tahun 2009, partai yang didirikan Lieberman bangkit menjadi tiga besar mengungguli Partai Buruh. Sejak itulah, dia diangkat menjadi Menlu Israel sekaligus Wakil PM Benjamin Netanyahu.
Lieberman telah menolak tuduhan bahwa dia memiliki sikap rasis terhadap orang-orang Arab dan intoleran terhadap orang-orang religius Yahudi.
Dia juga mengatakan bahwa dia mendukung gagasan sebuah negara Palestina di masa depan. Dia siap untuk memindahkan keluarganya dari rumah mereka di pemukiman Nokdim ketika Israel menarik diri dari Tepi Barat.
Kendati demikian, sosok Lieberman tetap dianggap sebagai tokoh yang memecah-belah setelah melontarkan komentar kontroversial. Di antaranya, menolak formula perdamaian dengan Palestina, mempromosikan hukuman mati untuk terpidana kasus terorisme dan menyerukan warga Arab Israel untuk mengambil sumpah setia.
Middle East Eye mengutip seorang pejabat Israel melaporkan bahwa pengangkatannya sebagai Menhan baru Israel akan menjadi "bencana" bagi Palestina. ”Dia akan bertanggung jawab atas pendudukan dan itu akan menjadi bencana. Dia populis, dia berbicara terlalu banyak atau dia menempatkan kata-katanya ke dalam tindakan,” kata pejabat yang menolak diidentifikasi.
Yuval Diskin, mantan kepala Badan Keamanan Israel atau Shin Bet menulis di Yedioth Acharonoth bahwa pengangkatan Lieberman mungkin "awal dari akhir" Negara Israel. Alasannya, karena dia akan mendorong kaum fundamentalis Yahudi dan menempatkan pertahanan negara di bawah kontrol perdana menteri.
Namun, surat kabar Haaretz menulis sosok Lieberman tidakan akan bertindak yang membahayakan posisi barunya.
”Lieberman, seperti Menachem Begin pada tahun 1977, tidak akan memimpin Israel dalam perang. Sebaliknya, dia akan ingin membuktikan bahwa, dia bertentangan dengan reputasinya (di mata orang-orang), dia orang yang bijaksana dan pragmatis,” tulis surat kabar Israel itu.
(mas)