Korban Tewas Gempa Ekuador Tembus 246 Jiwa, 2.527 Luka
A
A
A
QUITO - Korban tewas akibat gempa dahsyat 7,8 skala richter (SR) di Ekuador pada Sabtu melonjak dratis. Hingga hari ini (18/4/2016), sudah 246 orang meninggal dan 2.527 lainnya terluka.
Tim penyelamat menggunakan traktor dan tangan kosong untuk mencari para korban lainnya yang terkubur puing-puing bangunan di kota-kota pesisir Ekuador.
Warga di Ibu Kota Quito masih panik. Banyak bangunan dan jalan hancur.
Presiden Ekuador Rafael Correa bergegas pulang dari perjalanan ke Italia untuk memantau situasi darurat.”Prioritas mendesak adalah untuk menyelamatkan orang-orang di reruntuhan,” tulis dia di akun Twitter-nya.
”Semuanya bisa dibangun kembali, tetapi kehidupan tidak dapat dipulihkan dan itulah yang paling menyakitkan,” katanya kepada radio pemerintah Ekuador, seperti dikutip Reuters.
Pemerintah menyebutnya gempa terburuk di negara itu sejak tahun 1979. Dalam bencana tahun itu, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) 600 orang tewas dan 20.000 terluka.
Bantuan internasional dari Venezuela, Chili dan Meksiko mulai berdatangan. Palang Merah Ekuador memobilisasi lebih dari 800 relawan dan staf. Sedangkan tim medis dari Medecins Sans Frontieres mengatakan sedang mengirimkan tim dari Kolombia.
Wilayah terparah akibat gempa besar itu adalah wilayah pesisir di dekat pusat gempa yakni, Pedernales. Itu adalah wilayah wisata pedesaan yang terdapat pantai. Di wilayah itu, pohon-pohon tumbang dan banyak bangunan hancur menjadi puing-puing.
Saksi mata mengatakan, ada 163 gempa susulan, terutama di Pedernales. Kondisi darurat ditetapkan di enam provinsi.
Banyak warga yang berduka membawa peti mati di sekitar reruntuhan bangunan untuk mencari kerabat mereka.
”Saya berbicara dengan beberapa teman ketika mulai ada yang bergetar dan kemudian menjadi kuat sehingga kami berlari,” kata Consuelo Solano, seorang wanita Ekuador yang berada di sebuah stadion, di mana di lokasi itu sekitar 91 orang meninggal.
”Kami harus tidur di sekolah. Rumah saya ambruk dan mereka menjarah saya,” katanya lagi.
Di Guayaquil, kota terbesar Ekuador, puing-puing berbaring di jalan-jalan dan jembatan dengan mobil di atasnya roboh. ”Itu mengerikan. Itu seolah-olah akan runtuh seperti kardus,” kata Galo Valle, 56, yang sedang menjaga sebuah bangunan di kota itu, di mana jendela berjatuhn dan bagian dari dinding pecah.
”Saya berdoa dan (puing) jatuh ke kaki, saya meminta Tuhan untuk melindungi saya.”
Tim penyelamat menggunakan traktor dan tangan kosong untuk mencari para korban lainnya yang terkubur puing-puing bangunan di kota-kota pesisir Ekuador.
Warga di Ibu Kota Quito masih panik. Banyak bangunan dan jalan hancur.
Presiden Ekuador Rafael Correa bergegas pulang dari perjalanan ke Italia untuk memantau situasi darurat.”Prioritas mendesak adalah untuk menyelamatkan orang-orang di reruntuhan,” tulis dia di akun Twitter-nya.
”Semuanya bisa dibangun kembali, tetapi kehidupan tidak dapat dipulihkan dan itulah yang paling menyakitkan,” katanya kepada radio pemerintah Ekuador, seperti dikutip Reuters.
Pemerintah menyebutnya gempa terburuk di negara itu sejak tahun 1979. Dalam bencana tahun itu, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) 600 orang tewas dan 20.000 terluka.
Bantuan internasional dari Venezuela, Chili dan Meksiko mulai berdatangan. Palang Merah Ekuador memobilisasi lebih dari 800 relawan dan staf. Sedangkan tim medis dari Medecins Sans Frontieres mengatakan sedang mengirimkan tim dari Kolombia.
Wilayah terparah akibat gempa besar itu adalah wilayah pesisir di dekat pusat gempa yakni, Pedernales. Itu adalah wilayah wisata pedesaan yang terdapat pantai. Di wilayah itu, pohon-pohon tumbang dan banyak bangunan hancur menjadi puing-puing.
Saksi mata mengatakan, ada 163 gempa susulan, terutama di Pedernales. Kondisi darurat ditetapkan di enam provinsi.
Banyak warga yang berduka membawa peti mati di sekitar reruntuhan bangunan untuk mencari kerabat mereka.
”Saya berbicara dengan beberapa teman ketika mulai ada yang bergetar dan kemudian menjadi kuat sehingga kami berlari,” kata Consuelo Solano, seorang wanita Ekuador yang berada di sebuah stadion, di mana di lokasi itu sekitar 91 orang meninggal.
”Kami harus tidur di sekolah. Rumah saya ambruk dan mereka menjarah saya,” katanya lagi.
Di Guayaquil, kota terbesar Ekuador, puing-puing berbaring di jalan-jalan dan jembatan dengan mobil di atasnya roboh. ”Itu mengerikan. Itu seolah-olah akan runtuh seperti kardus,” kata Galo Valle, 56, yang sedang menjaga sebuah bangunan di kota itu, di mana jendela berjatuhn dan bagian dari dinding pecah.
”Saya berdoa dan (puing) jatuh ke kaki, saya meminta Tuhan untuk melindungi saya.”
(mas)