Wapres AS: Kami Tidak Takut Pada China
A
A
A
WASHINGTON - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengaku tidak takut dengan perkembangan yang sedang dialami China. Dirinya juga mengatakan, saat ini hubungan China dan AS masih dalam kondisi baik.
Biden, seperti dilansir Sky News pada Rabu (24/6/2015), menggambarkan hubungan antara China dan AS layaknya hubungan sepasang suami istri. Ada kalanya mesra, tapi ada kalanya berselisih paham dan bertengkar.
Pernyataan tersebut terucap ketika Biden menghadiri dialog strategis mengenai hubungan China dan AS di Washington. Fokus dialog itu adalah perkembangan kerjasama kedua negara, dan beberapa isu internasional yang melibatkan kedua negara.
Salah satu isu internasional yang turut dibahas dalam dialog itu adalah mengenai isu Laut China Selatan. Biden mengatakan, jika China tetap memelihara konflik dengan melanjutkan reklamasi, maka China akan menjadi negara pertama dan yang terbesar menderita kerugian atas konflik di wilayah tersebut.
"Bangsa yang mengesampingkan diplomasi dan menggunakan paksaan dan intimidasi untuk menyelesaikan sengketa atau menutup mata terhadap agresi orang lain hanya mengundang ketidakstabilan dan merusak tujuan kolaboratif dari masyarakat internasional," katanya.
"Saya tidak bisa memikirkan negara lain yang akan mendapatkan manfaat dari kerjasama internasional di wilayah itu selain China," sambungnya.
Biden, seperti dilansir Sky News pada Rabu (24/6/2015), menggambarkan hubungan antara China dan AS layaknya hubungan sepasang suami istri. Ada kalanya mesra, tapi ada kalanya berselisih paham dan bertengkar.
Pernyataan tersebut terucap ketika Biden menghadiri dialog strategis mengenai hubungan China dan AS di Washington. Fokus dialog itu adalah perkembangan kerjasama kedua negara, dan beberapa isu internasional yang melibatkan kedua negara.
Salah satu isu internasional yang turut dibahas dalam dialog itu adalah mengenai isu Laut China Selatan. Biden mengatakan, jika China tetap memelihara konflik dengan melanjutkan reklamasi, maka China akan menjadi negara pertama dan yang terbesar menderita kerugian atas konflik di wilayah tersebut.
"Bangsa yang mengesampingkan diplomasi dan menggunakan paksaan dan intimidasi untuk menyelesaikan sengketa atau menutup mata terhadap agresi orang lain hanya mengundang ketidakstabilan dan merusak tujuan kolaboratif dari masyarakat internasional," katanya.
"Saya tidak bisa memikirkan negara lain yang akan mendapatkan manfaat dari kerjasama internasional di wilayah itu selain China," sambungnya.
(esn)