Berhentikan Sutarman Jokowi Tunda Lantik Budi Gunawan

Sabtu, 17 Januari 2015 - 13:23 WIB
Berhentikan Sutarman Jokowi Tunda Lantik Budi Gunawan
Berhentikan Sutarman Jokowi Tunda Lantik Budi Gunawan
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menunda pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai kapolri hingga proses hukumnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai.

Langkah ini dinilai sebagai jalan tengah atas polemik yang terjadi selama ini. Presiden juga secara resmi mengumumkan penerbitan surat keputusan presiden (keppres) mengenai pemberhentian Jenderal Pol Sutarman sebagai kapolri. Keppres kedua yang ditandatangani adalah pengangkatan Komjen Pol Badrodin Haiti sebagai pelaksana tugas (plt) kapolri.

”Jadi menunda (pelantikan Budi Gunawan), bukan membatalkan. Ini yang perlu digarisbawahi,” tegas Presiden Jokowi tadi malam. Pengumuman tentang penangguhan pelantikan Budi Gunawan ini disampaikan secara resmi oleh Kepala Negara di ruang Credential Istana Merdeka. Dalam keterangan persnya yang berlangsung singkat itu Presiden didampingi Wapres Jusuf Kalla, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno, Jenderal Pol Sutarman, dan Komjen Pol Badrodin Haiti.

Budi Gunawan, meski berada di lingkungan Istana, tak ikut dalam jumpa pers tersebut. Sebelum memberikan keterangan pers, Presiden menggelar pertemuan dengan Sutarman dan Badrodin Haiti serta didampingi Wapres Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Tedjo Edhy. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan kedua kalinya pada hari itu. Pertemuan pertama digelar kemarin pagi sekitar pukul 07.45 WIB antara Sutarman dan Presiden.

Setengah jam kemudian, Komjen Pol Budi Gunawan tiba memenuhi undangan Presiden Jokowi dan diterima di Istana Merdeka. Namun keduanya tidak dipertemukan dalam forum yang sama oleh Presiden mengingat Sutarman lebih dulu keluar dari Istana pukul 09.00 WIB. Setelah disetujuinya Budi Gunawan sebagai calon tunggal kapolri dalam rapat paripurna DPR Kamis (15/1) lalu, suasana gaduh di kompleks Istana terus terjadi hingga tengah malam.

Jadwal Presiden di Istana dipenuhi dengan berbagai pertemuan mulai dari pertemuan dengan kalangan setingkat menteri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga tim relawan Salam Dua Jari. Pejabat di lingkaran dalam Istana seperti Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Andi Wijajanto, dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan menjadi incaran para wartawan untuk mendapatkan kepastian pelantikan.

Namun semua pejabat yang ditanya selalu menjawab dengan kalimat yang sama, yaitu masih menunggu proses yang tengah dimatangkan Presiden. Padatnya kegiatan Presiden juga membuat pertemuan dengan pimpinan KPK sempat tertunda hingga dua hari. Pertemuan dengan komisi antirasuah ini akhirnya bisa dilangsungkan Kamis (15/1) sore setelah menunda pertemuan dengan tim relawan yang dipimpin Fadjroel Rachman.

Sore kemarin kader PDI Perjuangan Pramono Anung juga datang ke Istana untuk membahas opsi yang akan diambil Jokowi. Kedatangan Pramono sekaligus merupakan utusan resmi dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. ”Saya memberikan pandangan (kepada Jokowi) berkaitan dengan politik dan hukum, apa yang akan kita ambil. Bagaimana (keputusan yang diambil Presiden) supaya jangan terjadi ketegangan antarlembaga tinggi negara dan yang lainnya,” ujar Pramono.

Jenderal Pol Sutarman saat menyampaikan pidato serah terima jabatan di Istana menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota kepolisian yang selama ini telah bekerja dengan baik. Dia berharap Wakapolri dapat melanjutkan tugas-tugasnya selama ini. Dengan surat keppres yang telah ditandatangani Presiden sore kemarin, Sutarman langsung melimpahkan seluruh tugas, wewenang, jabatan, dan tanggung jawab kepada Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti.

”Kenapa diperlukan keppres, karena kapolri adalah pengguna anggaran dan kegiatan Polri. Oleh karena itu, setelah ini seluruh kegiatan pembinaan dan operasional Polri sudah beralih ke Bapak Wakapolri,” tandas Sutarman dengan wajah tanpa senyuman. Sementara itu Badrodin Haiti menambahkan, dirinya siap untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai plt kapolri karena memang tidak boleh ada kekosongan pimpinan di tubuh Polri.

”Tugas wakapolri itu manakala kapolri berhalangan melaksanakan tugas seharihari. Oleh karena itu saya mengajak seluruh jajaran Polri dan komponen masyarakat untuk bisa membantu melaksanakan tugas dengan sebaikbaiknya sesuai dengan harapan dan tuntutan,” tandasnya. Sementara itu, Budi Gunawan keluar dari Istana tanpa memberikan keterangan apa pun.

Pergantian pucuk pimpinan Polri juga terjadi pada posisi kepala Bareskrim. Kabareskrim Komjen Pol Suhardi Alius dimutasi mendadak menjadi sekretaris utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). ”Posisinya digantikan Irjen Budi Waseso, Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Polri (Sespim),” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie tadi malam. Ronny menyatakan mutasi tersebut dilakukan untuk penyegaran internal Polri. Dia membantah mutasi tersebut karena polemik di Polri. Kemarin telah dilakukan serah terima jabatan atas pergeseran posisi tersebut.

Harus Dijelaskan

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Achmad Basarah mengatakan, pihaknya menghormati dan mendukung keputusan yang diambil Presiden Jokowi tersebut. ”Saya kira hal itu politik jalan tengah yang ditempuh Presiden, tidak menggugurkan hak Budi Gunawan sebagai calon kapolri, tetapi juga memberikan kesempatan Budi Gunawan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah sebagaimana sangkaan yang dibuat KPK,” kata Basarah.

Dengan keputusan tersebut, menurut dia, jika Budi Gunawan ternyata tidak terbukti bersalah, Presiden wajib melantiknya sebagai kapolri. Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat. Menurut Martin, keputusan menunda pelantikan Budi Gunawan adalah jalan tengah yang diharapkan bisa diterima semua pihak. ”Tapi ini belum akan menjadi solusi yang permanen dan menggantung jabatan Kapolri dalam jangka lama tentu berpengaruh terhadap harga diri aparat kepolisian,” katanya.

Karena itu, dia menyarankan agar Jokowi menjelaskan keputusannya tersebut di Polri. Jangan sampai kalangan internal kepolisian bertanya- tanya terus sampai kapan institusi yang begitu besar itu harus dipimpin seorang pelaksana tugas karena memang Presiden tidak menentukan jangka waktunya. Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai langkah yang diambil Presiden secara hukum sah.

”Yang ditindaklanjuti oleh Presiden hanya memberhentikan Pak Tarman dan menunda pelantikan. Pada saat yang sama ditugaskan Pak Badrodin sebagai plt. Semuanya sah. Karena beliau menunda,” kata Margarito. Meski begitu, menurutnya, Presiden seharusnya tetap melantik Budi Gunawan. Pasalnya jika tidak dilantik akan terjadi malapetaka hukum bagi Presiden.

”Ini bisa mempermainkan hukum karena itu saya demi bangsa ini menyarankan kepada Pak Presiden untuk melantiknya agar terhindar dari badai konstitusi. Ini (bisa) di-impeach karena mempermainkan,” katanya. Margarito menambahkan, Presiden tidak boleh takut melantik Budi Gunawan. Namun, sebenarnya, penundaan pelantikan seperti itu bisa diartikan dengan menggantungkan status Budi Gunawan.

”Yang konsistenlah. Dia (Budi Gunawan) tersangka bisa tetap dilantik. Dalam aturan hukum mana tersangka tidak bisa dilantik,” ujarnya. Pakar hukum tata negara Asep Warlan Yusuf menilai langkah yang diambil Presiden Jokowi cukup bijaksana. Sebab status tersangka yang disandang Budi Gunawan akan menimbulkan masalah yang cukup serius jika ia tetap dilantik.

”Karena problem seriusnya kalau dilantik, pasti jadi terdakwa. Di KPK kan tidak mengenal SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Ini nanti akan menurunkan martabat. Saya setuju sampai dengan ada penggantinya,” ujar dia. Dia mengatakan, jika dilantik, Budi Gunawan akan lebih disibukkan dengan kasusnya. Maka akan berdampak pada kepemimpinan di Polri.

Asep mengatakan keputusan yang diambil Presiden perlu dikomunikasikan dengan DPR. Pasalnya secara prosedural, DPR sudah menetapkan Budi Gunawan sebagai kapolri. Menanggapi adanya plt kapolri, Asep berharap hal itu tidak terlalu lama karena akan mengganggu institusi Polri. ”Mengganggu sesungguhnya karena tidak definitif. Plt tidak dapat mengeluarkan kebijakan strategis,” ujar dia.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan Presiden Jokowi melempar bola panas ke KPK dengan menunda pelantikan Budi Gunawan tersebut. ”Kini bola panas ada di KPK untuk membuktikan ketidakwajaran rekening Budi Gunawan. KPK harus bekerja keras untuk membuktikan dan menegakkan hukum,” kata Ade.

Politisasi Polri


Pengamat kepolisian Universitas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar menilai apa yang terjadi saat ini adalah politisasi Polri. Politisasi ini terjadi karena Polri tidak solid sehingga mudah diobok-obok pihak luar. ”Polri itu tidak solid, terutama petingginya, jadi sangat mudah diintervensi dan dipolitisasi. Jika solid, bahkan Presiden pun tidak bisa mengobok-obok polisi. Kejaksaan (misalnya) tidak bisa diobok-obok.

Saling intip tidak ada seperti itu. Polisi dari dulu begini saja,” katanya. Ketidaksolidan tersebut disebabkan lemahnya manajemen sumber daya manusia (SDM) di Polri. Hal ini terlihat dari bagaimana mengejar karier kepolisiannya yang sangat tidak sehat. ”Jadi pendekatan dalam mengejar karier tidak mengikuti norma yang benar,” ujarnya.

Di samping itu Bambang mengatakan ketidaksolidan Polri juga dikarenakan masalah kepemimpinan yang tidak kuat. Masalah yang dihadapi Polri saat ini cukup mendasar. Maka dari itu perlu dilakukan perubahan manajemen, terutama dari sistem militer ke sipil. Tidak saja dalam program pendidikan di Polri, tetapi juga dalam hal kepemimpinannya.

Rarasati syarief/Rahmat sahid/Dita angga/Alfian faisal/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4093 seconds (0.1#10.140)