Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma, Navigator Andalan Belanda Pendiri Angkatan Udara RI

Rabu, 24 November 2021 - 12:37 WIB
loading...
Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma, Navigator Andalan Belanda Pendiri Angkatan Udara RI
Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma dikenal sebagai pendiri AURI–TNI AU. Ia juga Panglima TNI pertama dari Angkatan Udara (AU) berdasarkan Penetapan Pemerintah No 6/SD tanggal 9 April 1946, yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta. FOTO/DOK.OKEZONE
A A A
JAKARTA - Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma dikenal sebagai pendiri AURI–TNI AU. Ia juga sekaligus Panglima TNI pertama dari Angkatan Udara (AU) berdasarkan Penetapan Pemerintah No 6/SD tanggal 9 April 1946, yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta.

Pria dengan nama panggilan Soerjadarma ini lahir di Banyuwangi, Jawa Timur pada 6 Desember 1912. Ia memiliki darah keraton dari buyutnya, Pangeran Jakaria atau Aryabrata dari Keraton Kanoman. Melansir situs resmi TNI AU, latar belakangnya yang berada di lingkungan terpelajar membuat Soejadarma tumbuh dalam lingkup pendidikan modern. Sejak kecil, ia sudah memiliki minat di dunia penerbangan dan bercita-cita menjadi penerbang.

Pada 1918, saat usianya 6 tahun, Soerjadarma memulai pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) yaitu sekolah dasar khusus untuk anak-anak bangsawan. Setelah lulus tahun 1926, ia melanjutkan pendidikan ke HBS (Hogere Burgere School) di Bandung. Namun, ia tidak sempat menamatkannya karena pindah ke Jakarta. Di Jakarta, Soerjadarma bersekolah di KWS-III (Koning Willem School) hingga 1931.

Baca juga: Bakal Perkuat TNI AU, Ini Perbandingan Airbus A400M dengan Hercules C-130

Jalannya untuk menjadi penerbang masih panjang. Ia masih harus menjalani pendidikan perwira di KMA (Koninklijke Militaire Academie), yang terletak di Breda, Belanda. Pada September 1931, ia mendaftar pendidikan perwira dan menjadi kadet (taruna) KMA. Di sana, Soerjadarma mempelajari dasar-dasar kemiliteran dan kepemimpinan hingga lulus pada 1934.

Setelahnya, ia ditempatkan di Satuan Angkatan Darat Belanda di Nijmigen, Negeri Belanda, sebelum dipindahkan ke Batalyon I Infanteri di Magelang sampai November 1936, satu bulan setelahnya. Karena telah menjadi perwira dengan pangkat Letnan Dua, Soerjadarma dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Kadet Penerbang.

Sayangnya, setelah dua kali mengikuti tes, ia selalu gagal lantaran terserang malaria. Setelah tes ketiga, barulah ia berangkat ke Kalijati untuk mengikuti Sekolah Penerbang. Karena diskriminasi yang dilakukan Belanda, setelah lulus pada Juli 1938, Soerjadarma tidak kunjung mendapat brevet penerbang yang harusnya menjadi haknya usai menyelesaikan pendidikan. Meskipun teman sekamarnya telah tiga kali mengajukan nama Soerjadarma untuk melakukan checkride, tetap ditolak. Selama itu, ia hanya diperbolehkan untuk mengikuti ujian sebagai navigator.

Soerjadarma kemudian mengikuti pendidikan di Sekolah Pengintai pada Juli 1938. Setahun kemudian, ia pun ditugaskan sebagai navigator Kesatuan Pembom (Vliegtuiggroep) Glenn Martin di Andir, Bandung. Pada Januari 1941, ia dipercaya menjadi instruktur Sekolah Penerbang dan Pengintai di Kalijati. Bukan sebagai pilot, Soerjadarma bertugas sebagai Waarnemer, yang memiliki fungsi sebagai navigator, observer, perwira pengeboman, dan air liason.

Baca juga: Meriahkan Superbike Mandalika, 7 Pesawat TNI AU Siap Bermanuver di Langit Lombok

Satu tahun setelah itu, ia ditempatkan di Kesatuan Pembom, 7 e Vliegtuig Afdeling, Reserve Afdeling Bommenwerners, yang dijalani hingga bala tentara Jepang mendarat di Indonesia pada 8 Maret 1942. Saat itu, ia turut berpartisipasi dalam operasi mengebom kapal Jepang. Ia kemudian menjadi KSAP dan KSAU pertama yang ikut serta dalam operasi pengeboman sekitar 50 kapal Jepang. Dalam operasi ini, ia bergabung dalam pesawat ketiga yang bernomor registrasi M-588.

Dalam keadaan genting, Soerjadarma dan tim tetap fokus dalam menyasar kapal-kapal Jepang. Aksinya itu menghasilkan dua kapal Jepang tenggelam. M-588 juga merupakan pesawat yang masih terbang hingga saat terakhir dengan kerusakan hanya di bagian mesin sebelah kiri dan kebocoran bahan bakar. Keberhasilan operasi ini membuat pihak Belanda bangga dan menganugerahi awaknya Het Bronzen Kruis, tanda jasa khusus militer untuk keberanian masing-masing awak pesawat. Namun, Soerjadarma baru menerima medali ini pada 1968, setelah dirinya pensiun.

Pada masa penjajahan Jepang, karena latar belakang militernya, Soerjadarma sempat ditugaskan menjadi polisi untuk Jepang. Ia menjabat sebagai Kepala Administrasi Kantor Polisi Pusat di Bandung. Namun, pada hari dibacakannya Proklamasi, 17 Agustus 1945, Soerjadarma memilih bergabung dengan para pejuang bangsa demi mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Selanjutnya, Soerjadarma diserahi tugas untuk membentuk kekuatan udara Indonesia, sehingga terbentuklah Tentara Keamanan Rakyat Bagian Penerbangan pada 1945. Dalam perkembangannya, bagian ini mengalami perubahan nama menjadi Tentara Republik Indonesia atau yang lebih dikenal dengan sebutan Angkatan Udara Republik Indonesia. Waktu dan perhatian Soerjadarma dicurahkannya demi kemajuan AURI selama 17 tahun kepemimpinannya. Pada 1962, Presiden Soekarno mencopot Soerjadarma dari posisi KSAU.

Sumber: tni-au.mil.id
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1457 seconds (0.1#10.140)