Umat Islam Indonesia Itu Berkarakter Wasathiyah

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 05:58 WIB
loading...
Umat Islam Indonesia Itu Berkarakter Wasathiyah
Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation. Foto/SINDOnews
A A A
Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation

PAGI tadi, Jumat 15 Oktober 2021, saya mendapat kehormatan menjadi salah satu pembicara utama pada diskusi virtual yang dilaksanakan oleh Moya Institute Indonesia. Hadir sebagai pembicara utama lainnya adalah Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Dan sebagai pembanding adalah Prof. Dubes Imran Cottan (mantan Dubes RI di Australia dan China) dan Ust. Mahfud Shiddiq (Sekjen Partai Gelora). Sementara KH Marsudi Suhud sebagai keynote speaker menggantikan KH Said Aqil Siraj (Ketum NU).

Dalam presentasi singkat saya menyampaikan beberapa hal yang saya anggap relevan dengan tema dan sekaligus keadaan dunia saat ini. Khususnya dalam konteks pergerakan global dan situasi Umat Islam. Dan lebih spesifik lagi dalam konteks keumatan dan peranan Indonesia dalam menampilkan Islam yang “rahmatan lil-alamin”.

Bagi saya tema ini sangat penting bahkan terasa personal. Hal itu karena isu Islam dalam wajah Keindonesiaan kita kerap dipandang sebelah mata. Seringkali Umat Islam dari dunia lain “overlook” (tidak memberi perhatian) kepada eksistensi dan potensi Umat Islam Indonesia.

Ini sangat terasa dalam kerja-kerja dakwah kami di Amerika Serikat. Betapa Islam seringkali diidentifikasi sebagai agama Timur Tengah. Sehingga posisi kita sebagai Muslim non Timur Tengah biasa dipandang sebelah mata atau kurang dianggap.

Dan karenanya menampilkan Indonesia dalam pergerakan Islam gobal menjadi sangat penting. Karena selain Membangun chitra sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia. Juga untuk menampik wajah Islam sebagai agama Timur Tengah yang umumnya dipahami dengan konotasi negatif. Bahwa Islam sebagai agama Timur Tengah adalah agama yang anti Demokrasi, diskriminatif terhadap perempuan, Keras dan kaku, kurang kebebasan dan HAM, dan lain-lain.

Dalam presentasi saya sekali lagi kembali menyampaikan bahwa memahami makna wasathiyah perlu jeli dan sensitif. Wasathiyah tidak berarti mengurangi komitmen kita kepada agama. Tapi bagaimana komitmen agama itu terjaga dalam nilai-nilai keseimbangan dan pertengahan (middle path). Di sìnilah Islam di Indonesia hadir dan membuktikan bahwa “jalan tengah” (wasathiyah) adalah jalan terbaik.

Satu bukti kongkrit itu adalah diterimanya Pancasila sebagai falsafah kehidupan publik (bangsa dan negara). Pancasila itu wujud “jalan tengah” (middle path). Karena Pancasila bisa menjadi pegangan oleh semua elemen bangsa tanpa mengurangi signifikansi partikularitas masing-masing.

Ambillah contoh sila pertama Pancasila, “Ketuhanan yang maha esa”. Sila ini dapat menjadi rujukan semua elemen bangsa yang memang percaya Tuhan. Hanya saja masing-masing kelompok agama dapat memahaminya sesuai dengan acuan agamanya. Orang Islam misalnya akan memahami Pancasila sebagai “Laa ilaaha illa Allah”. Pastinya orang Kristen, Hindu, Budha akan memahaminya sesuai tuntunan agama masing-masing.

Karakterisitk Dasar Ummatan Wasathan
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1407 seconds (0.1#10.140)