AS Tuntut Bank Negara Milik Korut
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) menuduh jaringan warga negara Korea Utara (Korut) dan China diam-diam menjalankan program senjata nuklir negara tertutup itu dengan menyalurkan dana setidaknya USD2,5 miliar dalam pembayaran gelap melalui ratusan front companies.
Surattuntutanini diyakini sebagai tindakan penegakan hukum pidana terbesar yang pernah dilakukan terhadap Korut.
Ada33 terdakwa yang dituntut termasuk eksekutif Bank Perdagangan Luar Negeri milik Korut, yang pada 2013 ditambahkan ke daftar departemen yang diberi sanksi oleh Departemen Keuangan dandiputus dari sistem keuangan AS.
Menurut surattuntutan itu, para pejabat bank - yang salah satunya pernah bertugas di biro intelijen utama Korut - mendirikan cabang di negara-negara di seluruh dunia termasuk Thailand, Rusia dan Kuwait, dan menggunakan lebih dari 250 front companies untuk memproses pembayaran dolar AS ke program proliferasi nuklir negara itu.
Lima dari terdakwa adalah warga negara China yang mengoperasikan cabang terselubung di China atau Libya.
"Melalui surattuntutan ini, Amerika Serikat telah menandakan komitmennya untuk menghambat kemampuan Korea Utara untuk secara ilegal mengakses sistem keuangan AS dan membatasi kemampuannya untuk menggunakan dana dari tindakan terlarang untuk meningkatkan program senjata pemusnah massal dan rudal balistik WMD dan program rudal balistiknya," kata plt Jaksa AS Michael Sherwin dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari AP, Jumat (29/5/2020).
Surattuntutan terbaruini menggarisbawahi kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang pelanggaran sanksi oleh Korut. Bulan lalu, para ahli PBB merekomendasikan 14 kapal masuk dalam daftar hitam karena melanggar sanksi, menuduh Korut dalam laporan peningkatan ekspor batubara ilegal dan impor produk minyak bumi serta serangan dunia maya pada lembaga keuangan dan pertukaran mata uang kripto untuk mendapatkan pendapatan ilegal.
Menurut surattuntutan itu, AS telah menyita sekitar $ 63 juta sejak 2015. Tidakdiketahuiapakah ada terdakwa yangtelah menunjuk pengacara terhadap tuntuan AS tersebut.
Kasus ini diajukan di saat buntunya hubungan antara AS dan Korut. Pemulihan hubungan yang telah dicoba direkayasa oleh Presiden Donald Trump selama dua tahun terakhir telah macet, dengan pertemuan tatap muka terakhir antara para pejabat senior dari kedua negara yang berlangsung pada bulan Oktober di Stockholm.
Terlepas dari spekulasi baru-baru ini tentang kesehatan pemimpin Korut Kim Jong-un, yang mendorong ekspresi keprihatinan dari Trump, pemerintah AS telah hampir sepenuhnya diam mengenai Korut. Pejabat AS mengatakan mereka tetap bersemangat untuk memulai kembali perundinganmeski tidak mendapat respon dari Korut.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Surattuntutanini diyakini sebagai tindakan penegakan hukum pidana terbesar yang pernah dilakukan terhadap Korut.
Ada33 terdakwa yang dituntut termasuk eksekutif Bank Perdagangan Luar Negeri milik Korut, yang pada 2013 ditambahkan ke daftar departemen yang diberi sanksi oleh Departemen Keuangan dandiputus dari sistem keuangan AS.
Menurut surattuntutan itu, para pejabat bank - yang salah satunya pernah bertugas di biro intelijen utama Korut - mendirikan cabang di negara-negara di seluruh dunia termasuk Thailand, Rusia dan Kuwait, dan menggunakan lebih dari 250 front companies untuk memproses pembayaran dolar AS ke program proliferasi nuklir negara itu.
Lima dari terdakwa adalah warga negara China yang mengoperasikan cabang terselubung di China atau Libya.
"Melalui surattuntutan ini, Amerika Serikat telah menandakan komitmennya untuk menghambat kemampuan Korea Utara untuk secara ilegal mengakses sistem keuangan AS dan membatasi kemampuannya untuk menggunakan dana dari tindakan terlarang untuk meningkatkan program senjata pemusnah massal dan rudal balistik WMD dan program rudal balistiknya," kata plt Jaksa AS Michael Sherwin dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari AP, Jumat (29/5/2020).
Surattuntutan terbaruini menggarisbawahi kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang pelanggaran sanksi oleh Korut. Bulan lalu, para ahli PBB merekomendasikan 14 kapal masuk dalam daftar hitam karena melanggar sanksi, menuduh Korut dalam laporan peningkatan ekspor batubara ilegal dan impor produk minyak bumi serta serangan dunia maya pada lembaga keuangan dan pertukaran mata uang kripto untuk mendapatkan pendapatan ilegal.
Menurut surattuntutan itu, AS telah menyita sekitar $ 63 juta sejak 2015. Tidakdiketahuiapakah ada terdakwa yangtelah menunjuk pengacara terhadap tuntuan AS tersebut.
Kasus ini diajukan di saat buntunya hubungan antara AS dan Korut. Pemulihan hubungan yang telah dicoba direkayasa oleh Presiden Donald Trump selama dua tahun terakhir telah macet, dengan pertemuan tatap muka terakhir antara para pejabat senior dari kedua negara yang berlangsung pada bulan Oktober di Stockholm.
Terlepas dari spekulasi baru-baru ini tentang kesehatan pemimpin Korut Kim Jong-un, yang mendorong ekspresi keprihatinan dari Trump, pemerintah AS telah hampir sepenuhnya diam mengenai Korut. Pejabat AS mengatakan mereka tetap bersemangat untuk memulai kembali perundinganmeski tidak mendapat respon dari Korut.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(ber)