Putin Teken UU yang Bisa Membuatnya Berkuasa hingga 2036

Selasa, 06 April 2021 - 07:27 WIB
loading...
Putin Teken UU yang Bisa Membuatnya Berkuasa hingga 2036
Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto/REUTERS
A A A
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani undang-undang (UU) baru yang memungkinkannya mencalonkan diri sebagai presiden Rusia dua kali lagi. Artinya, UU itu bisa membuatnya tetap berkuasa hingga 2036 mendatang.

UU baru yang diteken hari Senin itu sejatinya menetapkan batas dua masa jabatan kepresidenan. Namun, UU tersebut mereset catatan untuk Putin sehingga empat masa jabatannya hingga saat ini tidak dihitung. Oleh karena itu, ia dapat mencalonkan diri sebagai presiden dua kali lagi setelah masa jabatannya saat ini berakhir pada 2024.



Putin pertama kali menjadi presiden pada tahun 2000, kemudian beralih ke peran perdana menteri pada tahun 2008 sebelum kembali menjadi presiden pada tahun 2012.

Undang-undang baru, seperti dikutip Reuters, Selasa (6/4/2021), juga memperpanjang masa jabatan presiden dari empat tahun menjadi enam tahun.

Putin, yang berusia 68 tahun, sekarang dapat menjadi pemimpin bahkan lebih lama dari diktator abad ke-20 Joseph Stalin, yang memerintah Uni Soviet selama lebih dari dua dekade hingga kematiannya pada tahun 1953.

Undang-undang tersebut meresmikan perubahan pada konstitusi Rusia, yang mendapat persetujuan publik dalam pemungutan suara nasional tahun lalu. Pemantau pemilu mengatakan pemungutan suara selama seminggu itu dinodai oleh tekanan pada pemilih, propaganda, kurangnya oposisi dan kurangnya transparansi.

Putin berpendapat bahwa mengatur ulang penghitungan masa jabatannya akan mencegah politisi lain "melirik mata mereka untuk mencari calon penerus".

Tokoh oposisi profil tertinggi di Rusia, Alexei Navalny, dipenjara pada Januari sekembalinya dia ke negara itu, setelah menjalani pemulihan berbulan-bulan di Jerman atas apa yang diklaim sebagai serangan racun saraf Novichok.

Intelijen Amerika Serikat (AS) menyimpulkan dengan "keyakinan tinggi" bahwa perwira intelijen Rusia bertanggung jawab atas serangan racun terhadap Navalny.

Bulan lalu, Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan sanksi baru terhadap pejabat Rusia, termasuk Direktur FSB Alexander Bortnikov, sebagai respons atas serangan racun dan hukuman penjara Navalny.

"Penggunaan senjata kimia oleh Kremlin untuk membungkam lawan politik dan mengintimidasi orang lain menunjukkan ketidakpedulian yang mencolok terhadap norma-norma internasional," kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada saat itu.

"Kami bergabung dengan Uni Eropa dalam mengutuk peracunan Alexei Navalny, serta penangkapan dan pemenjaraannya oleh pemerintah Rusia," ujarnya.



Sementara itu, ketegangan meningkat di perbatasan Rusia dengan Ukraina, di mana rekaman menunjukkan tank, artileri, dan sebanyak 4.000 tentara sedang bergerak.

Para pejabat Rusia telah memberi tahu Barat untuk tidak ikut campur dan menahan diri dari tindakan mengirimkan bantuan militer Ukraina.

“Tidak diragukan lagi skenario seperti itu akan mengarah pada peningkatan lebih lanjut dalam ketegangan di dekat perbatasan Rusia,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

"Tentu saja, ini akan membutuhkan tindakan tambahan dari pihak Rusia untuk memastikan keamanannya," ujar Peskov.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1851 seconds (0.1#10.140)