Azerbaijan Panggil Dubes Prancis, Serahkan Nota Protes

Jum'at, 27 November 2020 - 03:26 WIB
loading...
Azerbaijan Panggil Dubes Prancis, Serahkan Nota Protes
Azerbaijan memanggil Dubes Prancis untuk menyerahkan nota protes atas resolusi Senat Prancis yang mendukung kemerdekaan Nagorno Karabakh. Foto/Ilustrasi
A A A
BAKU - Kementerian Luar Negeri Azerbaijan memanggil Duta Besar (Dubes) Prancis dan menyerahkan nota protes atas resolusi Senat Prancis tentang pengakuan kemerdekaan wilayah Nagorno Karabakh . Resolusi hampir diterima dengan suara bulat oleh Senat Prancis.

"Pada 26 November 2020, Duta Besar Prancis untuk Azerbaijan Zakari Gross dipanggil ke Kementerian Luar Negeri," kata Kementerian Luar Negeri Azerbaijan dalam sebuah pernyataan.

“Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Luar Negeri Republik Azerbaijan menyerahkan nota protes kepada Duta Besar sehubungan dengan disahkannya resolusi 'Perlunya Pengakuan Republik Nagorno-Karabakh' oleh Senat Perancis pada 25 November tahun ini," sambung pernyataan itu.



"Azerbaijan memprotes dengan tegas atas resolusi tersebut, yang bertentangan dengan norma dan prinsip hukum internasional, Piagam PBB, Undang-Undang Final Helsinki dan resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1993 yang relevan dibawa untuk mendapatkan perhatian duta besar Prancis," demikian bunyi pernyataan itu seperti dilansir dari Euronews, Jumat (27/11/2020).

Sebelumnya Senat Prancis dilaporkan telah mengeluarkan resolusi yang berisi seruan pada Paris untuk secara resmi mengakui Republik Nagorno-Karabakh. Dari 306 anggota Senat Prancis, 306 menyetujui resolusi itu.

"Senat mendesak pemerintah Prancis untuk mengakui Republik Nagorno-Karabakh dan menggunakan pengakuan ini sebagai alat dalam pembicaraan untuk membangun perdamaian abadi," bunyi resolusi tersebut.(Baca juga: Senat Prancis Setujui Resolusi Desak Paris Akui Kemerdekaan Nagorno-Karabakh )

Keputusan ini menuai kecaman dari pemerintah Azerbaijan dan Turki. Azerbaijan mengecam resolusi Senat Prancis dengan mengatakan resolusi yang mendesak pengakuan Nagorno-Karabakh sebagai negara merdeka adalah bias dan provokatif.

Pemerintah Azerbaijan mengatakan orang-orang Armenia di Prancis menggunakan konflik Nagorno-Karabakh untuk tujuan pemilihan umum.

"Penerapan resolusi yang sepenuhnya bias oleh Senat hanya dapat dianggap sebagai provokasi," ungkapnya.(Baca juga: Azerbaijan Sebut Resolusi Senat Prancis Soal Nagorno-Karabakh Bisa dan Provokatif )

Sementara Turki, yang mendukung Azerbaijan, mengatakan resolusi tersebut yang turut menyerukan Azerbaijan untuk menarik diri dari wilayah Nagorno-Karabakh adalah konyol, bias dan jauh dari kenyataan.

"Resolusi yang diadopsi kemarin oleh Senat Prancis tentang sengketa Karabakh Atas adalah kasus yang mengabaikan prinsip-prinsip paling dasar dari hukum internasional, legitimasi dan kesetaraan demi kepentingan politik dalam negeri," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.(Baca juga: Turki Nilai Resolusi Senat Prancis Soal Nagorno-Karabkah Konyol )

Armenia dan Azerbaijan terlibat peperangan di Nagorno-Karabakh pada awal 1990-an yang berakhir dengan gencatan senjata. Kekerasan meletus lagi antara dua bekas negara Soviet itu pada 27 September dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas gejolak terbaru - yang terburuk dalam beberapa dekade.

Ratusan orang tewas dan puluhan ribu mengungsi.

Pertempuran berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia pada 9 November di mana Armenia setuju untuk melepaskan hingga 20 persen wilayah yang direbut dari sisi lain dalam pertempuran baru-baru ini dan menyerahkan kendali atas beberapa daerah di luar wilayah yang dikuasai oleh pasukan Armenia.

Resolusi yang diadopsi oleh majelis tinggi Prancis pada hari Rabu adalah simbolis dan tidak mengikat secara hukum, yang berarti Paris tidak harus mengakui kawasan itu sebagai negara merdeka tetapi menunjukkan dukungan yang kuat kepada komunitas Armenia di Prancis.

Namun demikian, tindakan tersebut menimbulkan kemarahan di Azerbaijan, yang sebelumnya mengkritik Prancis karena mengambil sikap "pro-Armenia" dalam sengketa tersebut.

Namun Kementerian Luar Negeri Armenia menyambut baik langkah itu sebagai "langkah penting menuju pengakuan hak dan penentuan nasib sendiri".
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1722 seconds (0.1#10.140)