Lagi, Filipina Batalkan Rencana Mengusir Pasukan AS
loading...
A
A
A
MANILA - Filipina sekali lagi menangguhkan keputusannya untuk mengakhiri pakta militer jangka panjangnya dengan Amerika Serikat (AS) dan mengeluarkan semua pasukan Amerika dari negara itu.
Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin merilis pernyataan di Twitter yang mengatakan bahwa Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menginstruksikannya agar menyampaikan keputusannya untuk memperpanjang penangguhan pencabutan Perjanjian Pasukan Kunjungan 6 bulan lagi.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Filipna menguraikan bagaimana dampak pembatalan rencana Manila untuk mengusir pasukan AS dari negara tersebut. "Pembatalan akan memungkinkan Filipina dan AS untuk menemukan pengaturan yang lebih ditingkatkan, saling menguntungkan, dapat disepakati bersama, dan lebih efektif serta bertahan lama," bunyi pernyataan kementerian tersebut, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (12/11/2020).
Perjanjian Pasukan Kunjungan (Visiting Forces Agreement/VFA) antara kedua negara mulai berlaku pada tahun 1999, yang memungkinkan AS menempatkan pasukan di lima pangkalan militer dan berpartisipasi dalam pelatihan bersama dan latihan militer dengan pasukan Filipina. (Baca: NATO Serukan Dunia Singkirkan Senjata Nuklir, tapi Tidak untuk Anggotanya )
Duterte telah vokal tentang penentangannya terhadap keberadaan pasukan AS di Filipina dan telah meminta Amerika untuk menarik semua pasukan dari negara Katolik itu. Duterte menuduh Washington mencampuri kebijakan luar negeri Manila.
Alih-alih membina aliansi jangka panjang dengan Amerika, tak lama setelah menjabat, Duterte mengumumkan "pemisahan"-nya dari AS dan menyatakan bahwa ia menyelaraskan kembali negara itu dengan China.
Menyatakan bahwa "Amerika telah kalah", dia menyusun rencana bagi Beijing dan Manila untuk bekerja sama dalam meningkatkan kerja sama militer dan ekonomi.
Awal tahun ini, Duterte memberi tahu Washington bahwa Manilla akan membatalkan kesepakatan, menyusul perselisihan mengenai Amerika Serikat yang menolak visa seorang senator Filipina. Amerika menolak masuk sekutu Duterte; Senator Ronald dela Rosa pada Januari 2020, setelah dia masuk daftar hitam karena dituduh terlibat dalam pembunuhan di luar hukum sebagai bagian dari perang narkoba di negara itu.
Duterte sebelumnya menunda keputusan untuk mengakhiri pakta pada bulan Juni tanpa menjelaskan alasannya, dan hanya mengatakan bahwa itu muncul sehubungan dengan perkembangan politik dan lainnya.
Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin merilis pernyataan di Twitter yang mengatakan bahwa Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menginstruksikannya agar menyampaikan keputusannya untuk memperpanjang penangguhan pencabutan Perjanjian Pasukan Kunjungan 6 bulan lagi.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Filipna menguraikan bagaimana dampak pembatalan rencana Manila untuk mengusir pasukan AS dari negara tersebut. "Pembatalan akan memungkinkan Filipina dan AS untuk menemukan pengaturan yang lebih ditingkatkan, saling menguntungkan, dapat disepakati bersama, dan lebih efektif serta bertahan lama," bunyi pernyataan kementerian tersebut, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (12/11/2020).
Perjanjian Pasukan Kunjungan (Visiting Forces Agreement/VFA) antara kedua negara mulai berlaku pada tahun 1999, yang memungkinkan AS menempatkan pasukan di lima pangkalan militer dan berpartisipasi dalam pelatihan bersama dan latihan militer dengan pasukan Filipina. (Baca: NATO Serukan Dunia Singkirkan Senjata Nuklir, tapi Tidak untuk Anggotanya )
Duterte telah vokal tentang penentangannya terhadap keberadaan pasukan AS di Filipina dan telah meminta Amerika untuk menarik semua pasukan dari negara Katolik itu. Duterte menuduh Washington mencampuri kebijakan luar negeri Manila.
Alih-alih membina aliansi jangka panjang dengan Amerika, tak lama setelah menjabat, Duterte mengumumkan "pemisahan"-nya dari AS dan menyatakan bahwa ia menyelaraskan kembali negara itu dengan China.
Menyatakan bahwa "Amerika telah kalah", dia menyusun rencana bagi Beijing dan Manila untuk bekerja sama dalam meningkatkan kerja sama militer dan ekonomi.
Awal tahun ini, Duterte memberi tahu Washington bahwa Manilla akan membatalkan kesepakatan, menyusul perselisihan mengenai Amerika Serikat yang menolak visa seorang senator Filipina. Amerika menolak masuk sekutu Duterte; Senator Ronald dela Rosa pada Januari 2020, setelah dia masuk daftar hitam karena dituduh terlibat dalam pembunuhan di luar hukum sebagai bagian dari perang narkoba di negara itu.
Duterte sebelumnya menunda keputusan untuk mengakhiri pakta pada bulan Juni tanpa menjelaskan alasannya, dan hanya mengatakan bahwa itu muncul sehubungan dengan perkembangan politik dan lainnya.
(min)