Singapura: Masalah Biaya dan Desain Jet Tempur F-35 Telah Diatasi

Sabtu, 15 Februari 2020 - 00:19 WIB
Singapura: Masalah Biaya dan Desain Jet Tempur F-35 Telah Diatasi
Singapura: Masalah Biaya dan Desain Jet Tempur F-35 Telah Diatasi
A A A
SINGAPURA - Sebagian besar masalah biaya dan desain seputar pesawat jet tempur siluman F-35 telah diatasi. Demikian disampaikan Kepala Angkatan Udara Republik Singapura (RSAF), Mayor Jenderal Kelvin Khong, Jumat (14/2/2020).

Komentar itu muncul saat ia menyatakan keyakinannya pada keputusan Singapura untuk membeli 12 unit pesawat jet tempur siluman generasi kelima produksi Lockheed Martin Amerika Serikat tersebut.

"Pada hari-hari awal program, F-35 dirusak oleh kekurangan (masalah) desain dan pembengkakan biaya," kata Kelvin. "Tapi sebagian besar masalah telah diselesaikan dalam beberapa tahun terakhir," katanya lagi, seperti dikutip Channel News Asia.

Kelvin Khong menanggapi pertanyaan tertulis dari media lokal sehubungan dengan Singapore Airshow tahun ini, di mana F-35B Korps Marinir AS melakukan aerobatik. Singapura baru-baru ini diizinkan Washington untuk membeli varian B jet tempur F-35, yang dapat lepas landas dari landasan pacu yang lebih pendek dan mendarat secara vertikal.

Pembelian tersebut diperkirakan menelan biaya USD2,75 miliar, menjadikannya pesawat tempur paling mahal yang pernah dibeli RSAF.

"Kami yakin bahwa program F-35 telah matang ke tahap di mana kepercayaan dalam pengiriman akhir pesawat tempur generasi kelima yang hemat biaya tinggi," katanya.

Menurutnya, berdasarkan "perkiraan terbaik", total biaya pembelian dan pengoperasian F-35B selama masa pakainya sebanding dengan F-15SG.

"Program F-35 telah membuat kemajuan yang baik dan harga pesawat telah terus turun karena pesanan yang sehat dari AS dan negara-negara lain termasuk Inggris, Australia dan Jepang," ujarnya.

"Faktanya, biaya satu unit F-35 hari ini telah menurun lebih dari 40 persen sejak 2010," paparnya. (Baca: Jet Tempur Siluman F-35 Berpotensi Jadi Game Changer bagi Singapura )

Kritik terhadap program F-35 menyatakan bahwa gangguan teknis, jika dibiarkan, dapat mengambil risiko keselamatan pilot dan kemampuan jet untuk mencapai misinya.

Menurut laporan New York Times Magazine Agustus lalu, F-35 juga menghabiskan lebih banyak waktu untuk pemeliharaan karena kekurangan suku cadang, terutama karena suku cadang tersebut bersumber dari beberapa pemasok di seluruh dunia.

Pada bulan Januari, Pentagon mengatakan akan menggantikan sistem informasi logistik otonom F-35, yang dirancang untuk mengonsolidasikan pembelian suku cadang dan penjadwalan perbaikan, setelah melaporkan bahwa itu tidak berfungsi dan menunda pemeliharaan.

"Dalam perkembangan kompleksitas ini, tidak dapat dihindari bahwa akan ada tantangan untuk dihadapi," kata Kelvin Khong.

"Dan meskipun beberapa pekerjaan masih perlu dilakukan pada masalah-masalah seperti keberlanjutan logistik untuk pesawat, sebagian besar masalah lain telah diselesaikan," paparnya.

Menurutnya, kemampuan unik F-35B untuk melakukan take-off yang lebih pendek dan pendaratan vertikal melalui sistem propulsi kipas yang digerakkan poros sangat penting bagi Singapura.

“Pendekatan propulsi ini mengatasi banyak tantangan suhu, kecepatan, dan daya sistem direct-lift,” katanya.

“Mengingat terbatasnya lahan di Singapura, kemampuan lepas landas dari landasan pacu yang lebih pendek dan mendarat secara vertikal adalah penting," ujarnya.

Lebih lanjut, Kelvib mengatakan pelatihan dan evaluasi awal dari empat F-35B yang dipesan RSAF akan dilakukan di wilayah Amerika Serikat. Untuk kemungkinan lokasinya sedang didiskusikan.

"Evaluasi akan mencakup kinerja pesawat serta kemampuan kami untuk mengintegrasikannya ke dalam sistem perang RSAF," katanya.

“Kami percaya itu tidak cukup untuk platform itu sendiri agar mampu. Itu perlu diintegrasikan ke dalam sistem RSAF sehingga efek dari kekuatan tempurnya dapat berlipat ganda," imbuh dia.

Investasi Drone


F-35 bukan satu-satunya perangkat keras yang dicari RSAF untuk meningkatkan kemampuannya. "Selain F-35, kami juga akan berinvestasi dalam teknologi (pesawat) tak berawak untuk memperkuat sistem perang kami," katanya.

Dia mengatakan kemampuan kendaraan udara tak berawak (UAV) untuk berintegrasi dengan platform Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) lainnya, seperti jet tempur dan roket artileri, memungkinkannya untuk memberikan daya tembak yang tepat, bahkan ketika musuh berusaha bersembunyi.

Sebagai contoh, Angkatan Laut Republik Singapura telah mengumumkan bahwa kapal perang multi-perannya di masa depan akan berfungsi sebagai kapal induk untuk jaringan pesawat tak berawak, kapal permukaan dan kapal selam.

"UAV, dengan sensor dan daya tahan yang kuat, akan terus memainkan peran kunci untuk memberikan kemampuan Intelijen Udara, Pengawasan, dan Pengintaian untuk SAF," kata Kelvin Khong.

Dia mengatakan UAV juga semakin kecil dengan kemampuan untuk tetap berada di udara lebih lama, sebagian karena mesin yang lebih baik dan miniaturisasi sensor yang mereka bawa.

"UAV yang lebih kecil menjadi semakin mampu dan menawarkan opsi baru untuk memenuhi persyaratan operasional kami," katanya.

"Misalnya, mereka dapat dipasangkan dengan UAV yang lebih besar karena mereka memiliki signature yang lebih kecil dan kita dapat mengoperasikannya lebih dekat ke musuh tanpa diketahui."

Kelvin Khong mengatakan UAV Hermes 450 dan Heron 1 RSAF telah beroperasi masing-masing sejak 2007 dan 2012 dan karena mereka memiliki umur yang lebih pendek daripada platform berawak, mereka mungkin menjadi usang dalam beberapa tahun ke depan.

“Kami melacak perkembangan teknologi pada UAV dan kami sedang mempelajari konsep-konsep baru untuk mencapai hasil yang kami inginkan,” papar Kelvin. "Pada waktunya, kami akan mengumumkan rencana kami untuk memperbarui kemampuan UAV kami."

Selain itu, dia mengatakan RSAF perlu berinvestasi dalam teknologi untuk beroperasi lebih efektif dalam lingkungan yang kompleks. Menurutnya, Singapura akan membangun analitik data dan kemampuan kecerdasan buatan (artificial intelligence).

"Misalnya, kami menerapkan analisis data dan kecerdasan buatan untuk membantu operator pertahanan udara kami memantau gambar situasi udara yang kompleks dengan lebih efektif," katanya.

"Kami juga bereksperimen dengan berbagai aplikasi robotika, analisis data, dan kecerdasan buatan dalam pengembangan proyek Smart Airbase kami."
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4863 seconds (0.1#10.140)