Indonesia Tangkap Jurnalis Asing Mongabay.com, Ini Musababnya
A
A
A
JAKARTA - Otoritas imigrasi Indonesia menangkap dan menahan Philip Jacobson, jurnalis berita sains lingkungan Mongabay.com di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, kemarin. Wartawan asing ini sebelumnya dilarang meninggalkan Palangkaraya selama sebulan terakhir atas dugaan pelanggaran visa.
Philip Jacobson, 30, pertama kali diperiksa pada 17 Desember 2019 setelah menghadiri sidang antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Tengah dengan cabang Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), kelompok advokasi hak adat terbesar di Indonesia.
Dia telah melakukan perjalanan ke kota tersebut tidak lama setelah memasuki Indonesia dengan visa bisnis untuk serangkaian pertemuan. Pada hari ia akan pergi, otoritas imigrasi menyita paspornya, menginterogasinya selama empat jam dan memerintahkannya untuk tetap di kota sambil menunggu penyelidikan.
Pada 21 Januari, lebih dari sebulan kemudian, Jacobson secara resmi ditangkap dan ditahan. Dia diberitahu bahwa dia menghadapi tuduhan melanggar undang-undang imigrasi 2011 dan hukuman penjara hingga lima tahun. Dia sekarang ditahan di fasilitas penahanan di Palangkaraya.
"Kami mendukung Philip dalam kasus yang sedang berlangsung ini dan melakukan segala upaya untuk mematuhi otoritas imigrasi Indonesia,” kata Founder dan CEO Mongabay Rhett A. Butler. "Saya terkejut bahwa petugas imigrasi telah mengambil tindakan hukuman terhadap Philip atas masalah administrasi."
Penangkapan terhadap Jacobson dilakukan tak lama setelah Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan meningkatnya kekerasan terhadap aktivis lingkungan di Indonesia.
"Wartawan dan orang-orang yang dipekerjakan oleh organisasi jurnalisme harus bebas untuk bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang," kata Andreas Harsono dari Human Rights Watch, yang mengenal Jacobson dan memahami kasusnya.
"Perlakuan (terhadap) Philip Jacobson adalah tanda yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah menindak jenis pekerjaan yang penting bagi kesehatan demokrasi Indonesia."
Bulan lalu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan 53 insiden pelecehan terhadap jurnalis, termasuk lima kasus kriminal, sepanjang tahun 2019.
Philip Jacobson, 30, pertama kali diperiksa pada 17 Desember 2019 setelah menghadiri sidang antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Tengah dengan cabang Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), kelompok advokasi hak adat terbesar di Indonesia.
Dia telah melakukan perjalanan ke kota tersebut tidak lama setelah memasuki Indonesia dengan visa bisnis untuk serangkaian pertemuan. Pada hari ia akan pergi, otoritas imigrasi menyita paspornya, menginterogasinya selama empat jam dan memerintahkannya untuk tetap di kota sambil menunggu penyelidikan.
Pada 21 Januari, lebih dari sebulan kemudian, Jacobson secara resmi ditangkap dan ditahan. Dia diberitahu bahwa dia menghadapi tuduhan melanggar undang-undang imigrasi 2011 dan hukuman penjara hingga lima tahun. Dia sekarang ditahan di fasilitas penahanan di Palangkaraya.
"Kami mendukung Philip dalam kasus yang sedang berlangsung ini dan melakukan segala upaya untuk mematuhi otoritas imigrasi Indonesia,” kata Founder dan CEO Mongabay Rhett A. Butler. "Saya terkejut bahwa petugas imigrasi telah mengambil tindakan hukuman terhadap Philip atas masalah administrasi."
Penangkapan terhadap Jacobson dilakukan tak lama setelah Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan meningkatnya kekerasan terhadap aktivis lingkungan di Indonesia.
"Wartawan dan orang-orang yang dipekerjakan oleh organisasi jurnalisme harus bebas untuk bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang," kata Andreas Harsono dari Human Rights Watch, yang mengenal Jacobson dan memahami kasusnya.
"Perlakuan (terhadap) Philip Jacobson adalah tanda yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah menindak jenis pekerjaan yang penting bagi kesehatan demokrasi Indonesia."
Bulan lalu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan 53 insiden pelecehan terhadap jurnalis, termasuk lima kasus kriminal, sepanjang tahun 2019.
(mas)