Covid-19 dan Ledakan Diprediksi Tingkatkan Jumlah Gangguan Mental di Lebanon

Minggu, 30 Agustus 2020 - 23:00 WIB
loading...
Covid-19 dan Ledakan Diprediksi Tingkatkan Jumlah Gangguan Mental di Lebanon
Ilustrasi
A A A
BEIRUT - Situasi Lebanon saat ini jauh dari kata kondusif, dengan adanya krisis ekonomi, pandemi Covid-19, ditambah ledakan Beirut, serta demonstrasi anti-pemerintah membuat masyarakat di negara itu berada dalam tekanan hampir setiap harinya. Hal ini, menurut sejumlah pakar, dapat meningkatkan masalah gangguan mental di negara tersebut.

Rabih El Chammay, Direktur National Program Kesehatan Mental Lebanon menuturkan, akumulasi tekanan dari krisis ekonomi yang menghancurkan, pandemi Covid-19 dan ledakan tragis mengarah pada peningkatan eksponensial dalam tingkat kebutuhan perawatan kesehatan mental.

(Baca: UNHCR Sediakan Penampungan untuk 100.000 Warga Lebanon )

Beberapa orang yang selamat dari ledakan tersebut mengatakan bahwa mereka mengalami respons psikologis terhadap pengalaman traumatis, mulai dari kehilangan nafsu makan dan kecemasan hingga kurangnya motivasi dan kilas balik.

Chamay mengatakan, munculnya kecemasan dan efek psikologis lainnya di tengah bencana adalah wajar. Meski demikian, dia mengatakan hal ini harus menjadi perhatian serius, karena mungkin tidak sedikit yang akan kesulitan melaluinya.

"Yang penting untuk diketahui adalah bahwa reaksi ini normal dan diharapkan setelah peristiwa traumatis. Namun, beberapa orang mengalami untuk pertama kalinya dan membutuhkan dukungan tambahan. Oleh karena itu, langkah pertama pasca ledakan adalah normalisasi perasaan tersebut dan menyediakan mekanisme koping dasar melalui kampanye penyadaran publik," ucapnya, seperti dilansir Al Arabiya.

Organisasi kesehatan mental non-pemerintah juga bergegas menanggapi setelah ledakan dengan mendirikan tenda dukungan di daerah kota yang paling parah terkena dampak, dan lusinan psikolog, dan terapis menawarkan layanan mereka secara gratis.

Diantaranya adalah Diala Itani, psikoterapis dan konselor yang menggunakan keahliannya untuk memberikan sesi gratis melalui telepon atau video call kepada mereka yang terkena dampak insiden tersebut.

"Sejauh ini, sudah ada setidaknya 10 orang yang menelepon saya, dan setiap orang bereaksi terhadap trauma dengan cara mereka sendiri dan dengan kecepatan yang berbeda. Apa yang saya dorong adalah orang-orang mencoba yang terbaik untuk mengekspresikan diri mereka dan memberikan waktu untuk memproses kejutan emosional dari peristiwa yang sangat tragis," ungkapnya.

(Baca: Infeksi Covid-19 Meningkat, Lebanon Kembali Terapkan Penguncian )

Joy Abi Habib, spesialis kesehatan mental dan dukungan psikososial di Save The Children mengatakan, anak-anak sangat rentan terhadap dampak psikologis dari peristiwa traumatis. "Anak-anak bisa jadi takut ledakan bisa terjadi lagi, mereka bisa gelisah, bergantung pada orang tua atau mengalami teror malam,” katanya.

Chamay menuturkan, dengan waktu dan dukungan, kebanyakan orang kemungkinan besar akan pulih dari peristiwa traumatis dan reaksi psikologis awal mereka akan menghilang. Namun, jelasnya, orang lain mungkin mengembangkan gangguan psikologis jangka panjang, terutama jika mereka memiliki riwayat masalah kesehatan mental.

Hal yang sama juga terjadi pada anak-anak, menurut Abi Habib, menjelaskan bahwa campuran faktor termasuk pengalaman anak sebelumnya dan jaringan pendukung, dapat menyebabkan perubahan perilaku untuk bertahan.
(esn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2062 seconds (0.1#10.140)