Arab Saudi Buka Opsi Respons Militer terhadap Iran

Jum'at, 27 September 2019 - 15:06 WIB
Arab Saudi Buka Opsi Respons Militer terhadap Iran
Arab Saudi Buka Opsi Respons Militer terhadap Iran
A A A
RIYADH - Menteri Negara Arab Saudi untuk Urusan Luar Negeri Adel al-Jubeir mengatakan semua opsi, termasuk respons militer, terbuka terhadap Iran setelah serangan terhadap dua kilang minyak Saudi Aramco. Serangan besar-besaran terhadap fasilitas minyak itu dituduhkan kepada Iran.

Jubeir mengatakan Arab Saudi ingin menghindari perang dan eskalasi, namun Iran akan dimintai pertanggungjawaban atas serangan drone dan rudal.

Penilaian Amerika Serikat (AS) yang mengklaim Iran berada di belakang serangan terhadap dua kilang minyak Arab Saudi didukung oleh Inggris, Prancis dan Jerman.

Iran membantah terlibat. Sedangkan kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan 14 September 2019 terhadap kilang minyaka di Abqaiq dan Khurais yang melumpuhkan separuh dari total produksi minyak Kerajaan Arab Saudi.

AS dan Saudi tak percaya dengan klaim Houthi Yaman. Alasannya, kemampuan kelompok pemberontak Yaman itu tidak sehebat seperti serangan pada 14 September.

"Semua orang berusaha untuk menghindari perang dan semua orang berusaha untuk menghindari eskalasi. Jadi kita akan melihat semua opsi yang tersedia untuk kita. Kami akan membuat keputusan pada waktu yang tepat," kata Jubeir kepada BBC, yang dikutip Jumat (27/9/2019).

"Peredaan belum bekerja dengan Iran di masa lalu, peredaan tidak akan bekerja dengan Iran di masa depan," ujarnya.

AS memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran tahun lalu setelah Washington menerik diri dari perjanjian nuklir tahun 2015. Pada bulan Mei, AS mengatakan akan berusaha untuk memaksa semua negara untuk berhenti membeli minyak Iran dan menekan Teheran untuk menegosiasikan ulang perjanjian nuklir.

Pada hari Rabu, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mengatakan kepada wartawan di PBB bahwa AS menginginkan resolusi damai dengan Republik Islam Iran.

"Pada akhirnya, tergantung pada Iran untuk membuat keputusan itu, atau apakah mereka akan memilih kekerasan dan kebencian," katanya.

Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berusaha untuk menengahi pertemuan bersejarah antara Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden AS Donald Trump.

Tetapi, Rouhani mengatakan kepada para delegasi di PBB bahwa dia menolak untuk bertemu dengan Trump selama sanksi ekonomi diberlakukan terhadap Iran. Merespons komentar Pompeo, Rouhani meragukan niat AS.

"Bagaimana seseorang bisa mempercayai mereka ketika pembunuhan diam-diam dari sebuah negara besar, dan tekanan pada kehidupan 83 juta orang Iran, terutama wanita dan anak-anak, disambut oleh pejabat pemerintah Amerika?," kata Rouhani. "Bangsa Iran tidak akan pernah melupakan dan memaafkan kejahatan ini dan para penjahat ini."
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5929 seconds (0.1#10.140)