Mejeng dengan Busana Barat di Mal, Wanita Arab Saudi Bikin Penasaran

Jum'at, 13 September 2019 - 10:53 WIB
Mejeng dengan Busana Barat di Mal, Wanita Arab Saudi Bikin Penasaran
Mejeng dengan Busana Barat di Mal, Wanita Arab Saudi Bikin Penasaran
A A A
RIYADH - Wanita Arab Saudi ini bernama Mashael al-Jaloud. Usianya, 33 tahun. Dia jadi pusat perhatian orang-orang, terutama kaum Hawa, karena mejeng di sekitar mal di Riyadh dengan busana Barat.

Para wanita yang rata-rata mengenakan abaya warna hitam dengan wajah tertutup menonton polah Jaloud. Wanita muda itu mejeng di sekitar mal minggu lalu celana warna krem dan atasan warna oranye.

Di antara kerumunan, terdengar suara-suara orang yang memperbincangkan dirinya dengan tatapan alis melengkung. Para wanita yang berbusana sangat tertutup hingga ujung kaki mengira bahwa Jaloud seorang selebriti.

"Apakah Anda terkenal?," tanya seorang wanita yang mendekatinya. "Apakah Anda seorang model?," tanya wanita tersebut sekali lagi.

Jaloud tertawa dan mengatakan bahwa dia adalah wanita Arab Saudi yang normal.

Abaya, yang biasanya serba hitam, adalah pakaian umum bagi wanita di kerajaan Islam ultrakonservatif tersebut, di mana busana itu secara luas dipandang sebagai simbol kesalehan.

Tahun lalu, penguasa de facto Arab Saudi; Putra Mahkota Mohammed bin Salman, selama wawancara dengan CBS News mengisyaratkan bahwa aturan berpakaian seperti itu mungkin tidak diberlakukan secara ketat. Dia berpendapat bahwa abaya tidak wajib dalam Islam.

Namun terlepas dari dorongan liberalisasinya yang meluas, praktik berbusana abaya tetap berlanjut karena tidak ada dekrit formal membolehkan kaum Hawa di Saudi berbusana Barat.

Beberapa wanita kemudian melayangkan protes di media sosial. Mereka mem-posting foto diri mereka yang memamerkan pakaian yang semestinya tertutup menjadi terlihat di luar.

Jaloud adalah satu-satunya segelintir wanita yang telah meninggalkan abaya dalam beberapa bulan terakhir. Tetapi tren ini menggarisbawahi dorongan berani untuk kebebasan sosial oleh pemuda Saudi yang mungkin melampaui kapasitas monarki untuk reformasi.

Manahel al-Otaibi, seorang aktivis berusia 25 tahun, juga melepaskan busana abayanya. "Selama empat bulan saya telah tinggal di Riyadh tanpa abaya," kata Otaibi, yang berjalan di sepanjang Jalan Al Tahlia, sebuah jalan raya dengan restoran berjejer. Otaibi mejeng dengan busana kasual.

“Saya hanya ingin hidup seperti yang saya inginkan, secara bebas dan tanpa batasan. Tidak ada yang harus memaksa saya untuk mengenakan sesuatu yang saya tidak inginkan," ujarnya, seperti dikutip AFP, Jumat (13/9/2019).

Abaya, yang telah ada selama ribuan tahun menjadi busana wajib dalam beberapa dekade terakhir. Busana itu juga wajib bagi wanita non-Muslim di kerajaan Arab Saudi.

Aturan berpakaian dulunya dipaksakan secara fanatik oleh polisi agama yang sekarang sudah "dikebiri" wewenangnya. Namun, wanita yang melepas abaya belum sepenuhnya terbebas dari aksi pelecehan oleh pihak-pihak yang mengaitkan busana seperti itu dengan kesucian.

“Tidak ada hukum yang jelas, tidak ada perlindungan. Saya mungkin berisiko, mungkin menjadi sasaran penyerangan dari para fanatik agama karena saya tanpa abaya," kata Jaloud.

Pada bulan Juli, ia mem-posting video di Twitter di mana ia berada di sebuah mal lain Riyadh. Dia dicegah masuk karena tidak mengenakan abaya.

Dia mengatakan bahwa dia telah mencoba gagal untuk meyakinkan para penjaga mal dengan memutar tayangan wawancara televisi Pangeran Mohammed, di mana sang pangeran mengatakan bahwa para wanita hanya diharapkan untuk memakai busana yang layak dan terhormat dan itu belum tentu abaya.

Menanggapi penjelasannya, pihak mal men-tweet bahwa pihaknya tidak akan mengizinkan masuk bagi "pelanggar moral publik".

Seorang anggota kerajaan Saudi juga mengutuknya di Twitter, di mana Jaloud dituduh mencari publisitas. Wanita itu diancam akan dituntut secara dihukum karena tindakan "provokatif".

Jaloud mengatakan bahwa dia baru-baru ini menghadapi tindakan permusuhan serupa di sebuah supermarket di Riyadh, di mana seorang wanita dengan busana menutup seluruh tubuh mengancam akan memanggil polisi.

Jaloud tetap "menantang arus", namun dia masih dipaksa untuk mengenakan abaya dan jilbab jika bekerja atau berisiko kehilangan pekerjaannya.

Dalam sebuah peraturan, Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi mengatakan di situs webnya bahwa perempuan yang bekerja diharapkan “sederhana, tertutup dengan baik” dan tidak boleh memakai apa pun yang “transparan”.

Jaloud berpendapat bahwa abaya "tidak terkait dengan agama". "Jika itu terjadi, wanita Saudi tidak akan melepasnya ketika mereka pergi ke luar kerajaan," katanya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3713 seconds (0.1#10.140)