Swedia: Pernyataan Netanyahu Soal Tepi Barat Langgar Hukum Internasional

Rabu, 11 September 2019 - 19:32 WIB
Swedia: Pernyataan Netanyahu Soal Tepi Barat Langgar Hukum Internasional
Swedia: Pernyataan Netanyahu Soal Tepi Barat Langgar Hukum Internasional
A A A
STOCKHOLM - Menteri Luar Negeri Swedia, Ann Linde mengecam keras pernyataan yang dibuat oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Sebelumnya, Netanyahu bersumpah akan mencaplok sebagian Tepi Barat, jika kembali terpilih sebagai Perdana Menteri Israel.

"Solusi dua negara harus menjadi prasyarat untuk solusi bagi masalah Israel-Palestina. Uni Eropa dan komunitas internasional mengatakan, keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertentangan dengan hukum internasional," ucap Linde, seperti dilansir Anadolu Agency pada Kamis (11/9).

Sebelumnya, kecaman juga disampaikan oleh Turki, Arab Saudi, Yordania, Indonesia dan Palestina. Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu menyebut pernyataan Netanyahu ilegal, melanggar hukum, dan agresif dalam janji pemilihannya.

Sauadi juga turut melemparkan kecaman keras atas pernyataan Netanyahu itu. Saudi pun dengan cepat menyerukan pertemuan para menteri luar negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

"Kerajaan Arab Saudi menegaskan bahwa deklarasi ini adalah eskalasi yang sangat berbahaya terhadap rakyat Palestina dan merupakan pelanggaran mencolok Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional," ucapnya.

Indonesia menyebut pernyataan itu tidak sesuai hukum internasional dan resolusi PBB danmenyerukan kembali penyelesaian isu Palestina berdasarkan solusi dua negara dan parameter yang disepakati internasional.

Sementara Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi juga mengecam janji Netanyahu, dengan mengatakan bahwa pemenuhan janji itu akan mendorong seluruh wilayah menuju kekerasan. "Tindakan sepihak yang ia usulkan berisiko membunuh seluruh proses perdamaian dan menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan di kawasan itu," ucap Safadi.

Netanyahu membuat janji serupa menjelang pemilihan sebelumnya pada bulan April lalu, tetapi kemudian gagal membentuk aliansi dengan pihak lain untuk mendapatkan pemerintahan mayoritas dalam batas satu bulan. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan pemilu baru perlu diadakan, yang akan berlangsung pada 17 September mendatang.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3686 seconds (0.1#10.140)