Polisi Hong Kong Tembakkan Gas Air Mata terhadap Demonstran di Mong Kok

Sabtu, 07 September 2019 - 23:01 WIB
Polisi Hong Kong Tembakkan Gas Air Mata terhadap Demonstran di Mong Kok
Polisi Hong Kong Tembakkan Gas Air Mata terhadap Demonstran di Mong Kok
A A A
HONG KONG - Polisi Hong Kong, China, menembakkan gas air mata terhadap para demonstran di Mong Kok pada Sabtu (7/9/2019) malam. Tembakan gas air mata ini merupakan aksi polisi untuk malam kedua demo di distrik tersebut guna mencegah para pengunjuk rasa menyerbu bandara.

Polisi memeriksa tiket dan paspor orang-orang yang hendak masuk bandara. Tujuannya, untuk memastikan hanya penumpang pesawat yang boleh masuk guna menghindari kekacauan seperti akhir pekan lalu.

Pada akhir pekan lalu para pengunjuk rasa menduduki area kedatangan di bandara. Aksi mereka memaksa pihak bandara menghentikan dan menunda penerbangan ketika serangkaian bentrokan antara demonstran dengan polisi berlangsung.

Malam ini, ada beberapa kebuntuan antara antara pengunjuk rasa dan polisi di Tung Chung, tetapi tidak ada tanda-tanda kekerasan baru.

Protes di Hong Kong sudah berlangsung tiga bulan yang diwarnai perkelahian jalanan antara pengunjuk rasa dan polisi, di mana para petugas polisi menembakkan gas air mata, semprotan merica, dan meriam air. Penangkapan terhadap para demonstran dengan kekerasan telah menarik perhatian internasional.

Pada Jumat malam, ratusan demonstran—banyak yang bertopeng dan berpakaian hitam—menyerang stasiun metro MTR (Mass Transit Railway) di distrik Mong Kok. Stasiun itu dijadikan sasaran karena polisi pernah memukuli pengunjuk rasa pada 31 Agustus lalu.

Para pengunjuk rasa berkumpul lagi pada malam ini setelah sebelumnya dibubarkan oleh tembakan gas air mata polisi. Bentrokan kedua pihak juga sempat pecah.

Ada ketegangan di luar bandara pada sore hari ketika orang-orang uang ingin menjemput anggota keluarganya disuruh pergi oleh polisi.

"Ini benar-benar konyol. Kami memiliki kerabat kami yang berusia 80 tahun datang dari penerbangan. Bagaimana dia bisa pulang tanpa bantuan kami?," kata Donny, warga setempat yang hanya memberikan nama depannya, seperti dikutip Reuters.

"Polisi ini tidak mendengarkan apa pun yang kami katakan. Kami adalah orang normal."

Bandara di Chek Lap Kok itu dibangun pada hari-hari terakhir pemerintahan Inggris di tanah reklamasi di sekitar pulau kecil dan bisa dijangkau dengan serangkaian jembatan.

Rentetan protes di Hong Kong dipicu oleh rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Jika disahkan menjadi undang-undang, aturan itu memungkinkan tersangka kriminal yang diburu Beijing akan diekstradisi ke China untuk diadili dan dihukum di sana.

Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengalah dengan mencabut RUU ekstradisi. Namun, langkah Lam yang dianggap terlambat itu tidak memuaskan demonstran. Demonstran menuntut reformasi politik.

Hong Kong diserahkan kembali oleh Inggris kepada China pada tahun 1997 di bawah formula "satu negara, dua sistem". Formula itu menjamin kebebasan penduduk Hong Kong yang tidak dinikmati di daratan China. Banyak warga Hong Kong takut Beijing mengikis otonomi tersebut.

China membantah tuduhan telah mencampuri urusan Hong Kong dan mengatakan bahwa Hong Kong adalah urusan internal China. Beijing mengecam serangkaian demonstrasi di kota pusat keuangan Asia itu dengan menuduh Amerika Serikat dan Inggris mengobarkan kerusuhan.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5162 seconds (0.1#10.140)