PBB: Tentara Myanmar Perkosa Wanita Rohingya dengan Niat Genosida

Sabtu, 24 Agustus 2019 - 00:06 WIB
PBB: Tentara Myanmar Perkosa Wanita Rohingya dengan Niat Genosida
PBB: Tentara Myanmar Perkosa Wanita Rohingya dengan Niat Genosida
A A A
NEW YORK - Laporan terkini tim pakar PBB menyimpulkan bahwa pemerkosaan oleh para tentara Myanmar terhadap para wanita Rohingya pada tahun 2017 adalah indikasi niat genosida untuk menghancurkan minoritas etnik Muslim tersebut.

Komite Penyelidik PBB menuduh pemerintah Myanmar gagal meminta pertanggungjawaban siapa pun. "Ini tanggung jawab pemerintah di bawah Konvensi Genosida atas kegagalannya untuk menyelidiki dan menghukum tindakan genosida," bunyi laporan Komite Penyelidik PBB yang diakses Reuters, Jumat (23/8/2019).

"Ratusan perempuan dan anak perempuan Rohingya diperkosa, dengan 80 persen dari perkosaan itu dikuatkan oleh Misi (Penyelidik) sebagai pemerkosaan geng. Tatmadaw (militer Myanmar) bertanggung jawab atas 82 persen pemerkosaan geng ini," lanjut laporan tersebut.

Pihak berwenang Myanmar menolak masuk panel PBB. Menurut laporan tersebut, para penyelidik telah bertemu dengan para korban di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh, Thailand dan Malaysia.

Para penyelidik PBB pada 2018 merinci lima indikator niat genosida oleh militer Myanmar. Kelima indikator itu antara lain;


  1. Penggunaan bahasa yang merendahkan.
  2. Komentar khusus oleh pejabat pemerintah, politisi, otoritas keagamaan dan komandan militer sebelum, selama dan setelah kekerasan.
  3. Adanya rencana dan kebijakan yang diskriminatif.
  4. Bukti rencana penghancuran yang terorganisir.
  5. Kebrutalan yang luar biasa dari kampanye (operasi militer).


“Misi sekarang menyimpulkan dengan alasan yang masuk akal bahwa kekerasan seksual yang dilakukan terhadap wanita dan gadis yang dimulai pada 25 Agustus 2017 adalah faktor keenam yang mengindikasikan niat genosida Tatmadaw untuk menghancurkan orang-orang Rohingya," imbuh laporan Komite Penyelidik PBB.

Panel mencapai kesimpulan tersebut setelah memeriksa pembunuhan yang meluas dan sistematis terhadap perempuan dan anak perempuan, pemilihan sistematis perempuan dan anak perempuan dari usia reproduksi untuk pemerkosaan, serangan terhadap wanita hamil dan bayi, mutilasi dan cedera lainnya pada organ reproduksi mereka. Panel itu bahkan merinci jejak luka fisik tubuh para korban, seperti bekas gigitan di pipi, leher, payudara dan paha mereka.

"Dua pejabat tinggi militer Myanmar tetap berada dalam posisi mereka di kekuasaan meskipun Misi meminta mereka untuk diselidiki dan, jika sesuai, dituntut atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida," sambung laporan tersebut.

Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, ikut mengomentari laporan tersebut dalam serangkaian pernyataan di Twitter.

"Hari ini di Bangladesh saya bertemu dengan perempuan dan gadis Rohingya yang menderita tindak kekerasan seksual yang mengerikan di Myanmar, beberapa sekarang menjadi ibu dari bayi yang lahir dari perkosaan. Mereka tidak boleh dilupakan sebagai korban. Dunia harus tahu kisah mereka. Kita harus menunjukkan solidaritas kepada mereka," tulis Guterres via akun Twitter-nya, @antonioguterres.

"Debat Dewan Keamanan (PBB) mengenai kekerasan seksual dalam konflik menyoroti kerentanan perempuan dan anak perempuan di Myanmar dan zona konflik lainnya, di mana serangan seksual digunakan untuk memajukan tujuan militer, ekonomi dan ideologis," lanjut tweet Guterres.

Selain nasib para perempuan Rohingya, tim pakar PBB juga menyinggung kisah-kisah horor tentang bagaimana tentara Amerika Serikat (AS) memerkosa wanita Irak selama perang Irak. Aksi para militan ISIS memerkosa wanita Yezidi dan menjadikan mereka sebagai budak seks selama bertahun-tahun juga ikut disinggung.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3340 seconds (0.1#10.140)