Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah

Senin, 12 Agustus 2019 - 06:02 WIB
Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah
Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah
A A A
LANGKAH pertama menaklukkan sebuah masyarakat adalah dengan memusnahkan ingatannya. Hancurkan buku-buku, kebudayaan dan sejarahnya”. Saran sejarawan Milan Hubl ini seakan menyiratkan betapa pentingnya penulisan buku sejarah di tengah masyarakat.

Diktum sejarah selalu menjadi milik penguasa menegaskan hal ini. Sebuah peristiwa sejarah lazim ditulis secara berbeda tergantung siapa yang memegang kekuasaan. Berikut negara-negara yang pernah mengubah sejarah bangsanya di buku-buku sekolah.

1. Irak
Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah
Pada 1973, Saddam Hussein menulis buku teks sejarah Irak untuk mempromosikan dirinya dan ideologi Partai Ba'ath-nya. Buku itu berisi, Hussein telah menyelamatkan tanah Arab dari serbuan orang-orang Yahudi, yang ia sebut orang rakus.
Bertahun-tahun kemudian, buku sejarah versi Hussein menambahkan bahwa Irak telah memenangkan Perang Iran-Irak 1980-1988 dan Perang Teluk 1991 melawan AS. Ternyata, keduanya salah.Buku-buku teks ini menjadi sumber keprihatinan bagi koalisi pimpinan AS yang menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein pada 2003. Bekerja sama dengan tim pendidik Irak, pemerintah AS menghapus setiap referensi terkait Saddam Hussein dan Partai Ba'ath.
2. India dan Pakistan

Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah


Hubungan antara India dan Pakistan telah bermasalah sejak keduanya memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1947. Ternyata, perseteruan keduanya juga berlanjut di buku teks sejarah. Mereka mengajarkan versi "khusus" terkait peristiwa masa lalu kepada warga mereka.

Buku pelajaran sejarah di kedua negara menceritakan secara berbeda peristiwa 1947. Buku pelajaran Pakistan mengklaim bahwa muslim Pakistan memisahkan diri dari India setelah Hindu India mengubahnya menjadi budak pasca-kemerdekaan. Sementara buku teks India mengklaim bahwa Pakistan hanya menggunakan penciptaan negara baru sebagai alat tawar-menawar dan tidak pernah benar-benar menginginkannya.

3. Jepang

Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah


Jepang memiliki hubungan tidak harmonis dengan China dan Korea Selatan terkait Perang Dunia II. Sentimen anti-Jepang besar-besaran muncul di China dan Korea selama abad ke-20. Pada 2017, pemerintah Jepang mengedit buku sejarah siswa sekolah menengah pertama.

Pengeditan dipelopori oleh "Masyarakat untuk Penyebaran Fakta Sejarah". Kelompok itu menghapus bagian-bagian dari buku teks Jepang yang berisi tentang 300.000 warga China yang terbunuh selama Pembantaian Nanjing 1937. Buku-buku itu juga menghapus referensi tentang 400.000 wanita Korea dan China yang dipaksa Jepang menjadi pelacur selama Perang Dunia II atau Jugun Ianfu.

4. Afghanistan

Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah


Pada 2012, Kementerian Pendidikan Afghanistan memperbarui kurikulum sejarahnya. Langkah ini mengarah pada penghapusan instan 40 tahun sejarah bangsa. Di dalamnya termasuk kehidupan di bawah pemerintahan komunis Afghanistan, beberapa kudeta di tahun 1970-an, dan invasi Soviet 1979. Pemerintah mengatakan suntingan itu diperlukan untuk menyatukan negara yang terpecah di mana warga negara memiliki lebih banyak kesetiaan kepada suku, klan, dan kepercayaan politik mereka daripada kepada bangsa sendiri.

5. Chile
Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah
Pada 2012, Kementerian Pendidikan Chile mencoba merevisi bagian-bagian dari buku teks sejarahnya berkaitan dengan pemerintahan Jenderal Augusto Pinochet yang memerintah negara itu hingga 1990. Buku baru hasil revisi itu menyebut pemerintah Pinochet sebagai "rezim" bukan "kediktatoran."
Kritikus, yang sebagian besar dari oposisi sayap kiri, mengklaim bahwa langkah itu merupakan upaya menulis ulang sejarah untuk menenangkan pemerintah pusat-kanan yang berkuasa, yang mendapat dukungan dari jenderal semasa kepemimpinannya. Pemerintah membantah klaim tersebut, mengatakan hanya ingin menggunakan kata yang kurang bermuatan politik.

6. Korea Selatan

Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah


Pada 2015, Institut Sejarah Korea Selatan Korea melakukan pengeditan kontroversial pada buku pelajaran sejarah negara itu. Perubahan tersebut memberikan pandangan positif secara terbuka tentang Korea Selatan dan mempromosikan pandangan negatif tentang Jepang dan Korea Utara.

Kaum Konservatif mengecam buku pelajaran sejarah saat ini karena menyalahkan Korea Utara dan Selatan atas meletusnya Perang Korea. Pemerintah Korea Selatan yang konservatif berencana memperkenalkan buku-buku teks baru ke sekolah-sekolah di negara itu pada Maret 2017. Namun rencana itu batal menyusul adanya serangkaian protes.

7. China

Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah


Pada 1966, Pemimpin China Mao Tse-tung (Mao Zedong) memperkenalkan serangkaian reformasi yang ia sebut Revolusi Kebudayaan. Selama 10 tahun berikutnya, serangkaian protes dan pembangkangan sipil merebak setelah kematian Mao pada 1976.
Periode ini kontroversial dalam sejarah China yang mendorong pemerintah menghapus rincian tentang revolusi dari buku teks sejarah pada 2018. Seluruh bab tentang Revolusi Kebudayaan dikeluarkan dari buku teks sejarah dan diganti dengan buku tentang perkembangan China.

8. Taiwan

Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah


Pada 2015, serangkaian protes meletus di Taiwan setelah pemerintah berusaha mengedit buku teks sejarah sekolah menengah dan mendistorsi sejarah bangsa. Pengeditan dianggap sebagai bagian dari rencana jangka panjang untuk menyatukan kembali Taiwan dengan China.

Rencana Taiwan mengedit narasi peristiwa masa lalu dimulai pada 2013 ketika beberapa profesor Taiwan meluncurkan program yang disetujui pemerintah untuk "menyempurnakan" sejarah negara pulau itu. Dalam koreksinya para profesor ingin mengubah sejarah Taiwan setelah pemerintah Republik China di bawah Kuomintang mengendalikan Taiwan pada 1949. Namun revisi tersebut diprotes siswa karena dinilai akan mengubah 60% sejarah Taiwan.

9. Turki
Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah
Sekolah-sekolah di Jerman menggunakan buku teks Turki untuk mengajar siswa keturunan Turki tentang sejarah Turki. Pada 2013, buku teks sejarah yang disetujui pemerintah adalah Turkce ve Turk Kulturu (Budaya Turki dan Turki). Namun, buku itu menimbulkan kontroversi.
Para kritikus menuding, Turkce ve Turk Kulturu mengubah sejarah untuk kepentingan Turki. Buku ini mengubah referensi tentang genosida yang menyebabkan kematian 1,5 juta orang Armenia selama Perang Dunia I. Sebaliknya, para penulis mengklaim, orang-orang Armenia bekerja sama dengan Sekutu (termasuk Rusia, Inggris, dan AS) selama Perang Dunia I untuk menghancurkan Kekaisaran Ottoman.

11. Serbia

Negara dan Pemimpin yang Melanggengkan Kekuasaan lewat Buku Sejarah


Slobodan Milosevic adalah Presiden Serbia 1989 hingga 1997 ketika ia menjadi presiden Republik Federal Yugoslavia. Yugoslavia pecah menjadi beberapa negara merdeka antara 1990 dan 1992.

Milosevic terkenal karena menyebabkan empat perang — di Bosnia, Kroasia, Kosovo, dan Slovenia — selama pemerintahannya. Ia juga dituduh melakukan pembersihan etnis di Bosnia dan Kroasia.

Milosevic mengedit buku-buku teks sejarah Serbia saat masih berkuasa. Namun usai dirinya jatuh, pada 2001 pemerintahan baru Serbia menghapus setiap referensi terkait nama Milosevic dari buku-buku sejarah.

Sumber: www.listverse.com
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3375 seconds (0.1#10.140)