Ditendang AS dari Program F-35, Turki Bisa Jatuh ke Pelukan China

Senin, 29 Juli 2019 - 15:47 WIB
Ditendang AS dari Program F-35, Turki Bisa Jatuh ke Pelukan China
Ditendang AS dari Program F-35, Turki Bisa Jatuh ke Pelukan China
A A A
TEL AVIV - Pengusiran Turki dari program jet tempur siluman F-35 oleh Amerika Serikat (AS) dapat mendorong negara itu jatuh ke dalam pelukan China. Peringatan itu disampaikan pakar keamanan nasional Israel.

Peringatan itu bukan sembarangan, karena Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan selama berkunjung ke Beijing awal bulan ini menyerukan kerja sama kedua negara di berbagai bidang, termasuk pertahanan.

Direktur Moshe Dayan Center untuk Studi Timur Tengah dan Afrika, Uzi Rabi, seperti dikutip Breaking Defense, mengatakan kedekatan Beijing dan Ankara bisa berakhir dengan implikasi serius di Timur Tengah.

Turki ingin meningkatkan hubungan bilateral pada saat China menderita perang dagang dengan AS dan Ankara sendiri terlibat dalam pertikaian dengan Washington mengenai akuisisi sistem rudal pertahanan S-400 Rusia.

"Dia (Erdogan) tahu bahwa China memiliki kebijakan yang sangat multi-target. Mereka melampirkan bantuan militer dengan kepentingan ekonomi, dan Turki harus mempertimbangkan dan menerimanya," kata Rabi, yang dilansir media Ankara, Ahval, Senin (29/7/2019).

Rabi mengatakan hubungan yang lebih dekat antara Turki dan China akan membahayakan kerja Washington dalam perang dagangnya dengan China. Sekadar diketahui, Amerika Serikat pada tahun lalu memberlakukan tiga putaran kenaikan tarif dengan total lebih dari USD250 miliar terhadap barang-barang China yang masuk ke Amerika.

Jacob Perry, mantan kepala Layanan Keamanan Umum Israel mengatakan kepada Breaking Defense bahwa hubungan antara Turki dan China harus menyinggung perhatian yang sangat dekat dari Amerika Serikat dan Israel.

Menurut laporan media tersebut, Erdogan dan Presiden China Xi Jinping telah berbagi garis pemikiran strategis yang berpusat pada kebutuhan untuk mengubah tatanan dunia dari unipolar menjadi multipolar. Laporan itu menggarisbawahi bahwa kata-kata "kerja sama strategis" muncul berulang kali dalam pertemuan 2 Juli antara dua pemimpin sebagaimana dipublikasikan di situs web resmi Presiden China.

Defence News, dalam laporannya, mencatat bahwa pemimpin Turki rela membayar harga politik yang diminta oleh China selama kunjungannya awal bulan ini. Hal itu ditandai dengan pihak Turki yang menekankan bahwa Ankara tidak akan mengizinkan kegiatan separatis anti-China untuk beroperasi dari Turki sambil menyuarakan apresiasi untuk upaya kontra-terorisme China.

Sikap Turki itu berubah drastis, karena selama beberapa tahun sebelumnya menyatakan keprihatinannya atas nasib minoritas Muslim Uighur di Xinjiang. Kini, Turki bahkan menutup mata terhadap nasib umat Muslim Uighur yang dipaksa untuk tetap berada di kamp pendidikan ulang yang oleh Human Rights Watch (HRW) digambarkan sebagai penjara, di mana mereka yang berada di dalam kamp mengalami penyiksaan fisik dan mental.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5213 seconds (0.1#10.140)