Giliran Kamboja 'Pulangkan' 1.600 Ton Sampah ke AS dan Kanada

Kamis, 18 Juli 2019 - 05:27 WIB
Giliran Kamboja Pulangkan 1.600 Ton Sampah ke AS dan Kanada
Giliran Kamboja 'Pulangkan' 1.600 Ton Sampah ke AS dan Kanada
A A A
PHNOM PENH - Kamboja akan "memulangkan" 1.600 ton sampah plastik yang ditemukan dalam kontainer pengiriman ke Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Apa yang dilakukan oleh Kamboja sejalan dengan pemberontakan negara-negara Asia Tenggara terhadap gempuran impor sampah dari negara maju.

Keputusan China untuk melarang impor limbah plastik tahun lalu melemparkan daur ulang global ke dalam kekacauan, membuat negara-negara maju berjuang untuk menemukan negara lain untuk mengirimkan sampah mereka.

Juru bicara Kementerian Lingkungan Kamboja, Neth Pheaktra mengatakan, sampah itu ditemukan pada Selasa lalu dalam sejumlah kontainer pengiriman di kota pelabuhan Sihanoukville dan akan dikirim kembali ke asalnya.

"Kamboja bukan tempat sampah untuk teknologi usang yang akan dibuang," tambahnya seperti dikutip dari AFP, Kamis (18/7/2019).

Ia mengatakan sebanyak 70 kontainer penuh dengan sampah plastik dikirim dari AS sementara 13 lainnya dikirim dari Kanada.

Foto para pejabat memeriksa kontainer, berisi sampah plastik, memantik kemarahan para pengguna media sosial Kamboja.

"Pengiriman sampah adalah penghinaan serius," kata direktur eksekutif Transparency International Kamboja Preap Kol dalam sebuah postingan di Facebook.

Sampah dalam jumlah besar telah berakhir di pantai Asia Tenggara karena penentangan terhadap penanganan sampah ekspor semakin meningkat di wilayah tersebut.

Indonesia bulan ini mengumumkan bahwa mereka mengirim kembali puluhan kontainer penuh limbah ke Prancis dan negara-negara maju lainnya, sementara negara tetangga Malaysia mengatakan pada bulan Mei bahwa mereka mengirim 450 ton limbah plastik impor kembali ke sumbernya.

Menurut Worldwide Fund for Nature sekitar 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahun, dengan sebagian besar berakhir di tempat pembuangan sampah atau mencemari laut dan menjadi menjadi krisis internasional yang berkembang.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3927 seconds (0.1#10.140)