Tembak Mati Istri Kedua, Eks Penasihat Presiden Iran Diadili

Minggu, 14 Juli 2019 - 04:56 WIB
Tembak Mati Istri Kedua, Eks Penasihat Presiden Iran Diadili
Tembak Mati Istri Kedua, Eks Penasihat Presiden Iran Diadili
A A A
TEHERAN - Mohammad Ali Najafi, mantan penasihat Presiden Iran Hassan Rouhani, diadili di pengadilan pidana Teheran pada hari Sabtu atas tuduhan membunuh istri keduanya, Mitra Ostad. Terdakwa yang pernah menjadi wali kota Teheran ini menembak mati korban di rumahnya pada Mei lalu.

Dokumen pengadilan berisi berbagai tuduhan kejahatan dibacakan di pengadilan. Tuduhan-tuduhan itu termasuk pembunuhan, penyerangan, hingga kepemilikan senjata secara ilegal.

Jaksa juga membacakan pernyataan dari mantan wali kota reformis tersebut, di mana dia mengklaim korban pernah mengancamnya dengan pisau ketika beradu argumen.

Tubuh Ostad ditemukan di bak mandi setelah Najafi menyerahkan diri dan mengaku membunuhnya pada 28 Mei 2019.

Keluarga korban, seperti dikutip AFP, Minggu (14/7/2019), telah memohon agar hukum retribusi Islam diterapkan terhadap Najafi. Jika hukum retribusi Islam yang dikenal dengan istilah hukum "mata ganti mata" itu diterapkan, maka Najafi bisa dihukum mati.

Sidang pengadilan untuk Najafi dilanjutkan pada 17 Juli mendatang. Kasus ini memikat media pemerintah karena skandal yang berkaitan dengan politisi jarang muncul.

Selain pernah menjabat sebagai Penasihat Ekonomi Presiden Rouhani dan menteri pendidikan, Najafi juga dikenal sebagao seorang matematikawan, profesor, dan politisi kawakan.

Dia terpilih sebagai wali kota Teheran pada Agustus 2017, tetapi mengundurkan diri pada April 2018 setelah menghadapi kritik dari kaum konservatif karena menghadiri pertunjukan tari anak-anak sekolah.

Najafi menikahi Ostad tanpa menceraikan istri pertamanya. Sejak kasus ini muncul, kubu ultra-konservatif menyerukan agar Najafi diadili tanpa pilih kasih dari pengadilan.

Sejumlah pihak mengklaim bahwa kasus tersebut menunjukkan "kebangkrutan moral" kaum reformis. Namun, kubu reformis mengkritik liputan televisi yang mereka anggap bias karena didominasi pendangan kelompok konservatif dan mengekspose kasus ini untuk tujuan politik.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4558 seconds (0.1#10.140)