Pilihan Kampus dan Jurusan Pengaruhi Masa Depan CEO

Senin, 17 Juni 2019 - 06:01 WIB
Pilihan Kampus dan Jurusan Pengaruhi Masa Depan CEO
Pilihan Kampus dan Jurusan Pengaruhi Masa Depan CEO
A A A
NEW YORK - Masa depan seseorang salah satunya ditentukan oleh tempat dia belajar dan jurusan apa yang dipilih. Ternyata hal itu pun berlaku bagi para CEO ataupun miliarder meskipun banyak juga di antara mereka juga memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda dengan bidang bisnis yang didirikan dan ditekuni.

Pilihan kampus dan jurusan akan menentukan mereka dalam mendirikan bisnis, bahkan juga menginspirasi mereka memimpin perusahaan agar semakin tumbuh besar. Karena itu bagi anak muda yang baru lulus, sekolah menengah atas, memilih kampus dan jurusan menjadi hal penting dalam fase kehidupan mereka.

Banyak pula CEO dan miliarder yang belajar jurusan komputer dan mereka sukses dalam kariernya. Lihatlah Satya Nadella, CEO Microsoft yang pernah kuliah teknik listrik dan pergi ke AS untuk kuliah ilmu komputer di Universitas Wisconsin Milwaukee, ternyata dia meraih kesuksesan. “Saat meraih gelar sarjana listrik, saya ingin membangun segala sesuatu,” kata Nadella. Namun dia menemukan hal lain ketika belajar ilmu komputer di AS.

Larry Page, CEO Aplhabet (induk perusahaan Google), merupakan contoh orang yang sukses di jurusan dan karier yang sesuai. Dia menempuh kuliah teknik komputer di Universitas Michigan dan melanjutkan master ilmu komputer di Universitas Standaford. Dulu profesornya pernah meragukan kemampuan Page dalam proyek berkaitan dengan komputer, tetapi Page mampu menyelesaikannya dan mendapatkan nilai A+.

Kemudian Jeff Bezos, CEO Amazon, pernah belajar teknik listrik dan ilmu komputer di Universitas Princeton. Ketertarikannya mendirikan Blue Origin, perusahaan antariksa, ternyata didorong oleh pengalamannya pernah memimpin perkumpulan mahasiswa pencinta antariksa di Princeton. Selanjutnya Dion Weisler, CEO Hewlett-Packard, meraih sukses di bidang kerjanya karena dia belajar komputer di Universitas Monash di Australia.

Bahkan dia juga meraih gelar doktor honoris causa dari almamaternya. Kampus dan jurusan ternyata juga membangun imajinasi orang yang belajar di sana. Seperti dialami Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX yang pernah kuliah jurusan fisika di Universitas Pennsylvania. Itu menginspirasi misinya untuk mengirim manusia ke Mars.

Cerita uniknya saat kuliah di kampus, dia pernah menyewa 12 kamar asrama dan mengubahnya menjadi klub malam serta menerima 500 tamu setiap malam. Dia pernah kuliah PhD di Stanford, tetapi mundur dua hari karena dia memilih menjadi pengusaha di tengah berkembangnya internet.

Sementara itu banyak juga CEO dan miliarder yang drop out dari kampus di mana dia belajar. James Park, CEO Fitbit. merupakan salah satunya. Dia tidak lulus dari Universitas Harvard jurusan ilmu komputer karena fokus mendirikan bisnis di bidang perangkat teknologi nirkabel. Dia merintis Fitbit pada 2007.

Kemudian kegagalan kuliah sarjana juga tidak menyurutkan seseorang untuk meraih cita-citanya. Evan Spiegel, CEO Snapchat, keluar dari jurusan desain produk Universitas Standford, padahal dia hanya kurang tiga kelas lagi yang harus diikutinya. Dia tetap memfokuskan energinya untuk Snapchat.

Kesuksesan perusahaannya bisa membayar pengorbanan yang dilakukan Spiegel. Kisah paling populer CEO yang drop out dari kampus adalah Mark Zuckerberg, CEO Facebook. Dia keluar dari jurusan ilmu komputer dan psikologi dari Universitas Harvard. Dia memilih untuk pindah ke Palo Alto dan bekerja untuk Facebook secara penuh.

Tak Sesuai Jurusan


Banyak CEO ataupun miliarder justru bekerja atau mengembangkan bisnis yang tidak sesuai dengan jurusannya. Bukan jaminan seorang sarjana komputer bisa menjadi miliarder ketika mendirikan perusahaan. Bukan jaminan pula seorang sarjana filsafat akan menemukan kegagalan ketika memulai bisnis.

Dalam kajian yang dilakukan Business Insider menemukan banyak CEO dan miliarder terbaik di bidang teknologi berasal dari berbagai latar belakang yang beragam. Karena itu, bagi yang tidak kuliah di jurusan komputer, tak perlu takut dengan masa depan.

Lihatkan CEO Google Sundar Pichai yang dulunya adalah kuliah bidang teknik metalurgi tetap bisa memimpin perusahaan teknologi terbesar di dunia. Namun Pichai juga berkuliah di kampus elite seperti Universitas Stanford. Dia juga mengikuti kuliah pascasarjana administrasi bisnis di Universitas Pennsylvania.

Jack Ma, pendiri Alibaba, dulunya belajar bahasa Inggris di Hangzhou Normal University. Dia juga tidak langsung lulus dalam tes perguruan tinggi. Dia mendaftar empat kampus hingga akhirnya dia diterima di Jurusan Bahasa Inggris. Tapi itu justru mengantarkannya untuk menjadi miliarder dengan kekayaan USD40 miliar.

Bagi mahasiswa yang tidak kuliah di jurusan teknologi, tak perlu khawatir. Kalian bisa berkaca pada Whitney Wolfe yang belajar kajian internasional Universitas Southern Methodist tapi bisa mendirikan Bumble, Sebuah aplikasi kencan. Kemudian, Susan Wojcicki, CEO YouTube, juga awalnya kuliah jurusan sejarah dan sastra di Universitas Harvard.

Sebenarnya dia ingin meraih Ph.D di bidang ekonomi, meskipun semangat dan gairah hidupnya di bidang teknologi. Dia pun menjadi karyawan ke-16 yang direkrut Google dan kariernya terus menanjak sejak saat itu.

CEO Slack Stewart Butterfield awalnya juga kuliah dan jurusan yang tidak sesuai bidangnya saat ini. Dulunya dia kuliah jurusan filsafat di Universitas Victoria dan melanjutkan dengan jurusan yang sama di Universitas Cambridge. Namun, ternyata dia sukses mendirikan Slack, perusahaan yang menyediakan aplikasi manajemen tim dan membangun Flickr, sebuah situs berbagi foto.

“Belajar filsafat mengajar saya dua hal,” kata Butterfield kepada Forbes. “Saya belajar bagaimana menulis dengan jelas. Saya belajar bagaimana mengikuti argumen untuk dijabarkan dan memilah hal yang tidak berharga pada rapat,” terangnya.

Bagi yang kuliah di Sastra Inggris juga tidak menutup peluang untuk berkarier hingga puncak di perusahaan teknologi. Adalah Mandy Ginsberg sukses menjadi CEO Match Group, sebuah perusahaan yang mengoperasikan beberapa situs kencan online. Padahal, dia awalnya adalah kuliah sastra Inggris di Universitas California di Berkeley.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3051 seconds (0.1#10.140)