Perundingan Taliban-AS Berakhir Tanpa Kesepakatan

Kamis, 14 Maret 2019 - 05:53 WIB
Perundingan Taliban-AS Berakhir Tanpa Kesepakatan
Perundingan Taliban-AS Berakhir Tanpa Kesepakatan
A A A
DOHA - Negosiator Amerika Serikat (AS) dan Taliban mengakhiri pembicaraan damai dengan sejumlah kemajuan. Namun tidak ada kesepakatan kapan pasukan AS akan ditarik.

Dalam pembicaraan selama 16 hari itu, AS juga berusaha mendapatkan jaminan bahwa Taliban tidak akan membiarkan kelompok teroris menggunakan Afghanistan untuk melancarkan serangan. Perundingan keduanya diperkirakan akan dilanjutkan pada akhir Maret mendatang.

Negosiasiator di Doha, Qatar, melibatkan kepala politik Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar dan tim AS yang dipimpin oleh utusan khusus Zalmay Khalilzad.

Khalilzad, seorang diplomat veteran kelahiran Afganistan, mengatakan pihaknya membuat kemajuan dalam diskusi tentang jaminan kontra-terorisme dan penarikan pasukan dari Afghanistan.

“Kondisi untuk perdamaian telah membaik. Jelas semua pihak ingin mengakhiri perang. Meskipun mengalami pasang surut, kami menjaga segala sesuatunya di jalur dan membuat langkah nyata,” kata Khalilzad di Twitter seperti disitir dari Reuters, Kamis (14/3/2019).

Taliban telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan damai dengan tim Amerika yang dipimpin oleh Khalilzad tetapi sejauh ini menolak untuk berbicara dengan pemerintah Afghanistan.

"Ketika kesepakatan dalam draft tentang jadwal penarikan dan langkah-langkah penanggulangan terorisme yang efektif diselesaikan, Taliban dan warga Afghanistan lainnya, termasuk pemerintah, akan memulai negosiasi intra-Afghanistan mengenai penyelesaian politik dan gencatan senjata yang komprehensif," terang Khalilzad.

Sementara juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, pihaknya membuat kemajuan dalam masalah penarikan pasukan asing dan mencegah serangan di masa depan terhadap negara-negara lain dari Afghanistan.

Namun, dalam sebuah pernyataan, ia menekankan bahwa tidak ada kesepakatan yang dicapai mengenai gencatan senjata atau pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan.

Seorang juru bicara Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mentweet bahwa ia berharap untuk melihat perjanjian gencatan senjata jangka panjang dan dimulainya pembicaraan langsung antara pemerintah dan Taliban segera.

Pembicaraan antara AS dengan Taliban diadakan di ruang perjamuan tertutup di hotel bintang lima Ritz-Carlton di tepi pantai selatan Doha.

Qatar telah menjadi tuan rumah kantor politik Taliban sejak 2013 dan telah berupaya memposisikan dirinya sebagai pemain regional penting untuk penyelesaian konflik.

“Kami menghargai betapa sulitnya mengakhiri perang selama 18 tahun. Qatar menantikan dimulainya kembali perundingan dalam beberapa minggu mendatang,” kata pemimpin mediator Qatar Mutlaq Bin Majid al-Qahtani.

Tidak ada tanggal yang telah ditentukan untuk putaran berikutnya.

Khalilzad mengatakan dia akan kembali ke Washington untuk memberi laporan kepada pejabat AS dan internasional.

Pembicaraan berakhir pada hari ketika gerilyawan Taliban meningkatkan tekanan di medan perang, menewaskan 20 tentara Afghanistan dan menangkap 20 lainnya di Afghanistan barat. Di provinsi lain, para pejabat mengatakan serangan udara menewaskan pejuang Taliban dan warga sipil.

Sekitar 17.000 tentara asing berbasis di Afghanistan sebagai bagian dari misi NATO yang dipimpin AS untuk melatih, membantu, dan memberi nasihat kepada pasukan Afghanistan. Beberapa pasukan AS melakukan operasi kontra-terorisme.

AS telah mendorong Taliban untuk menyetujui gencatan senjata dan untuk berbicara dengan pemerintah Afghanistan, yang kelompok militan anggap sebagai rezim boneka AS.

"Para pejabat AS menekan Taliban untuk mengumumkan gencatan senjata, tetapi para pemimpin kami jelas bahwa gencatan senjata hanya dapat diumumkan setelah pengumuman penarikan pasukan asing dilakukan," kata seorang komandan senior Taliban yang mengetahui rahasia pembicaraan tersebut.

Sumber Taliban lainnya mengatakan dengan syarat anonimitas ada sikap frustrasi pada beberapa masalah selama pembicaraan damai dan anggota senior kelompok Islam itu mengatakan kepada pejabat AS pada satu titik bahwa Taliban bukan pelayan mereka dan tidak memerlukan persetujuan AS untuk keputusan masa depan apa pun.

Washington melakukan intervensi di Afghanistan pada tahun 2001 untuk membantu menggulingkan pemerintah Taliban yang telah melindungi kelompok al Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan 11 September yang menewaskan hampir 3.000 orang di Amerika Serikat.

Pasukan internasional pimpinan AS telah berperang sejak saat itu melawan pemberontakan Taliban. Kehadiran pasukan asing memuncak pada 2010 dengan jumlah lebih dari 130 ribu pasukan termasuk 100 ribu tentara Amerika, tetapi berkurang tajam setelah 2014.

Hampir 3.500 tentara asing termasuk 2.300 tentara Amerika tewas di Afghanistan. PBB telah menghitung kematian lebih dari 30 ribu warga sipil Afghanistan sejak 2009, sebagian besar terbunuh oleh serangan gerilyawan. Puluhan ribu anggota pasukan keamanan Afghanistan dan sejumlah pemberontak juga tewas.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5838 seconds (0.1#10.140)