Kritik Pemerintah, Aktivis Mesir Divonis 2 Tahun Penjara

Rabu, 02 Januari 2019 - 12:01 WIB
Kritik Pemerintah, Aktivis Mesir Divonis 2 Tahun Penjara
Kritik Pemerintah, Aktivis Mesir Divonis 2 Tahun Penjara
A A A
KAIRO - Pengadilan banding Mesir menjatuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap Amal Fathy, aktivis yang menuding pemerintah tidak melindungi perempuan dari kekerasan seksual.

“Pengadilan meminta Fathy untuk ditangkap kapan pun,” ujar suaminya, Mohamed Loftfy, dilansir Reuters. Fathy sebelumnya ditahan pada Mei silam setelah mengunggah video selama 12 menit berisi kemarahannya terhadap kekerasan seksual yang dilakukan sopir taksi.

Dia dituduh menyebarkan berita bohong dan melanggar keamanan nasional karena video yang disebarkannya. Dia dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda USD557 pada September lalu. Namun, dia mengajukan banding.

Lotfy, Direktur Komisi Hak dan Kebebasan Mesir, mengatakan otoritas tidak pernah memberi tahu Fathy tentang dakwaan kedua. Fathy dituduh menjadi anggota kelompok teroris. Fathy tidak langsung dipenjara. Dia hanya diminta melaporkan diri ke kantor kepolisian setiap pekan.

“Fathy hanya diizinkan keluar rumah untuk alasan medis saja,” ujar Lotfy. Fathy didakwa karena menyebarkan hoaks pada Mei lalu, setelah mengunggah video yang berisi pengalamannya sendiri.

Video itu berisi pengalamannya menghadapi pelecehan seksual dua kali dalam satu hari. Dia mengecam pemerintah karena tidak melindungi perempuan. Fathy juga mengkritik buruknya perlindungan hak asasi, kondisi sosial ekonomi, dan fasilitas umum.

Fathy, ibu beranak satu yang berumur 34 tahun, adalah mantan aktivis. Dia dikenal sebagai aktivis yang menentang Presiden Husni Mubarak pada 6 April 2011. Organisasi pengamat hak asasi manusia, Amnesty International, keputusan pengadilan terhadap Fathy itu “sangat tak adil”.

“Fakta bahwa seorang korban pelecehan seksual di hukum dua tahun penjara karena menyebarkan pengalaman dia, sangat memalukan,” kata Direktur Amnesty untuk Afrika Utara Najia Bounaim Para pengamat mengatakan, hoaks dijadikan senjata oleh pemerintah untuk menekan para penentang.

Mesir baru-baru ini meloloskan undang-undang berisi pengetatan internet, langkah yang banyak dikecam para aktivis HAM. Dengan adanya peraturan tentang “kejahatan siber”, maka suatu situs dapat diblok di Mesir bila dianggap sebagai ancaman keamanan nasional atau ekonomi.

Peraturan itu juga menetapkan bahwa pengguna media sosial dengan lebih dari 5.000 pengikut harus diawasi. Pemerintah Mesir mengatakan, langkah itu diperlukan untuk menangani ketidakstabilan dan terorisme. (Andika Hendra)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3452 seconds (0.1#10.140)