Bersaksi di Sidang Morsi, Hosni Mubarak Minta Izin El-Sisi

Kamis, 27 Desember 2018 - 09:48 WIB
Bersaksi di Sidang Morsi, Hosni Mubarak Minta Izin El-Sisi
Bersaksi di Sidang Morsi, Hosni Mubarak Minta Izin El-Sisi
A A A
KAIRO - Presiden Mesir yang digulingkan, Hosni Mubarak, meminta izin Presiden Abdel Fattah El-Sisi untuk mengungkapkan informasi sensitif dalam persidangan ulang mantan presiden lainnya yang digulingkan Muhammad Morsi.

Digulingkan pada 2011 setelah protes massa terhadap kekuasaannya yang hampir 30 tahun, Mubarak duduk di kursi pengadilan Kairo untuk memberikan kesaksian tentang hukuman penjara yang didalangi oleh Morsi dan anggota kelompok Ikhwanul Muslimin lainnya selama pemberontakan.

Mubarak yang berusia 90 tahun, yang kekuasaannya hampir tiga dasawarsa diakhiri oleh pemberontakan rakyat pada 2011, memasuki ruang sidang dengan tongkat bersama dua putranya Alaa dan Gamal. Ia mengenakan jas biru tua dan dasi yang serasi. Ia tampak sehat secara fisik dan mental meskipun pidatonya lambat.

Dalam kesaksian di bawah sumpah, Mubarak menolak untuk menjawab semua pertanyaan hakim sampai presiden memberinya "izin" untuk mengungkapkan informasi "sensitif" terkait dengan keamanan nasional.

"Jika saya berbicara, saya akan membuka banyak subyek yang saya dilarang berdiskusi tanpa izin," katanya seperti dikutip dari Arab News, Kamis (27/12/2018).

Mantan presiden mengakui bahwa pada saat itu, ia telah menerima informasi dari kepala intelijennya tentang infiltrasi militan dari Jalur Gaza ke timur negara itu selama pemberontakan.

"Jenderal Omar Suleiman memberi tahu saya pada 29 Januari 2011 bahwa 800 gerilyawan bersenjata menyusup ke perbatasan," katanya, seraya menambahkan bahwa gerilyawan dari kelompok Hamas, dibantu oleh penduduk Sinai Utara, menggunakan terowongan bawah tanah untuk menyeberang.

Hakim juga mengajukan pertanyaan kepada Mubarak tentang keterlibatan operasi Hizbullah.

Di perbatasan dengan Gaza, Sinai Utara adalah pusat dari pemberontakan ekstremis yang meletus menyusul pemberontakan militer terhadap Morsi pada 2013.

Mantan pemimpin yang dipenjara ini terlibat dalam empat persidangan panjang dalam berbagai kasus, termasuk tuduhan merusak keamanan nasional dengan berkonspirasi dengan kelompok-kelompok asing dan mengatur pembobolan penjara.

Mesir dalam beberapa tahun terakhir telah membangun zona penyangga di sepanjang perbatasan untuk membendung aliran militan.

Mubarak mengatakan gerilyawan telah menyerang kantor polisi, membunuh petugas keamanan dan membantu Morsi serta anggota senior Ikhwan lainnya lari dari tahanan.

Sidang tersebut berakar pada pelarian lebih dari 20.000 tahanan tahun 2011 dari penjara Mesir - termasuk Morsi dan anggota Ikhwanul Muslimin lainnya - selama hari-hari awal pemberontakan 18 hari terhadap Mubarak. Morsi dan para pemimpin Ikhwan lainnya melarikan diri dua hari setelah mereka ditahan ketika pasukan keamanan Mubarak mencoba menghentikan aksi protes yang direncanakan.

Pada saat itu, pihak berwenang juga memutus akses internet dan jaringan telepon seluler, melumpuhkan komunikasi di antara para pengunjuk rasa dan dengan dunia luar.

Pada Juni 2015, Pengadilan Kriminal Kairo mengeluarkan hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup terhadap Morsi dan tokoh-tokoh penting Ikhwanul Muslimin lainnya. Namun, pada November 2016, Pengadilan Kasasi, jalan terakhir di Mesir untuk naik banding dalam kasus pidana, membatalkan hukuman dan memerintahkan persidangan ulang terhadap terdakwa.

Mubarak dibebaskan tahun lalu, mengakhiri hampir enam tahun proses hukum terhadapnya. Dia dibebaskan oleh pengadilan banding tingkat tinggi negara itu atas tuduhan bahwa dia memerintahkan pembunuhan demonstran selama pemberontakan 2011.

Mubarak telah menjalani hukuman tiga tahun karena menggelapkan dana negara sehubungan dengan kasus para pemrotes.

Morsi, yang mengenakan jumpsuit putih, menolak mempertanyakan Mubarak. Ketua hakim menunda sidang sampai 24 Januari.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6300 seconds (0.1#10.140)