Wanted, Poster Panglima Militer Myanmar Dipajang di New York

Selasa, 25 September 2018 - 23:35 WIB
Wanted, Poster Panglima Militer Myanmar Dipajang di New York
Wanted, Poster Panglima Militer Myanmar Dipajang di New York
A A A
NEW YORK - Dianggap sebagai sosok yang bertanggung jawab atas tragedi Rohingya, poster dari panglima militer Myanmar Min Aung Hlaing dipajang di berbagai titik di New York jelang sidang umum PBB. Poster bertuliskan "Wanted" itu merupakan bagian dari kampanye Amnesty International untuk meminta akuntabilitas atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar.

Kampanye tersebut dilaksanakan untuk menyambut para pemimpin dunia, termasuk perwakilan dari pemerintah Myanmar, yang bertemu di New York minggu ini dalam sesi sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) ke-73.

Akuntabilitas atas kekejaman terhadap Rohingya, serta etnis minoritas Myanmar lainnya diperkirakan akan menjadi agenda yang utama dalam forum tersebut. Dewan Hak Asasi Manusia PBB saat ini sedang membahas pembentukan mekanisme pengumpulan bukti-bukti yang dapat menjerat Min Aung Hlaing dan pelaku lain yang dicurigai, untuk segera dituntut atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar.

Poster-poster dari Amnesty International telah ditempel pada 30 titik di sekitar kota New York, termasuk di bangunan-bangunan ikonik yang terkenal.

“Jenderal Senior Min Aung Hlaing bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan di Myanmar. Dia berada di puncak rantai komando dalam berbagai operasi pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan pembakaran desa oleh tentara Myanmar yang memaksa ratusan ribu orang melarikan diri dari rumah mereka”, ujar Kumi Naidoo, Sekretaris Jenderal Amnesty International.

“Pasukannya juga telah melakukan kejahatan perang terhadap warga sipil etnis minoritas di Myanmar bagian utara, di mana konflik terus berlangsung. Kami ingin para pemimpin dunia mengingat wajah Min Aung Hlaing di benak mereka minggu ini ketika mereka membahas langkah-langkah selanjutnya untuk akuntabilitas,” imbuhnya.

“Sudah terlalu lama Min Aung Hlaing berhasil keluar dari sorotan dan melarikan diri dari perhatian internasional, meski bertanggungjawab terhadap banyak kejahatan di Rohingya. Sekarang saatnya untuk mengekspos semua pihak yang terlibat dalam tragedi kemanusiaan ini, dan memastikan mereka semua dimintai pertanggungjawaban," tukasnya seperti tertuang dalam rilis yang diterima Sindonews, Selasa (25/9/2018).

Poster-poster yang dipasang di sekitar New York semalam berbunyi: "Dicari untuk pembunuhan massal - Jangan biarkan dia lolos", dan juga termasuk kutipan mengerikan dari para penyintas Rohingya.

"Saya mendengar tangisan bayi, lalu mereka menembak, dan seketika suasana hening,” kata seorang wanita Rohingya berusia 45 tahun. Wanita ini mengacu pada cucunya yang berusia tujuh bulan, yang tewas dibunuh oleh tentara Myanmar pada bulan Agustus 2017.

Lebih dari 80% populasi Rohingya di negara bagian Rakhine utara telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh untuk mencari perlindungan sejak operasi militer dimulai pada 25 Agustus 2017.

Penelitian yang dilakukan oleh Amnesty International menunjukkan bahwa banyak kejahatan yang dilakukan terhadap wanita, pria dan anak-anak Rohingya, sebelumnya telah direncanakan dan diatur di tingkat tertinggi dalam militer Myanmar. Mustahil bagi struktur komando militer Myanmar yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing dan pejabat militer senior lainnya, untuk tidak menyadari apa yang terjadi di Negara Bagian Rakhine utara. Namun, mereka gagal mengambil tindakan untuk mencegah maupun menghentikan kejahatan, atau bahkan untuk menghukum orang-orang yang bertanggung jawab.

Bahkan, komandan militer, termasuk Min Aung Hlaing, melakukan perjalanan ke wilayah Rohingya sebelum atau saat operasi pembersihan etnis untuk mengawasi jalannya praktik tersebut dan mendokumentasikan kunjungan mereka di postingan Facebook.

Amnesty International juga mengidentifikasi adanya unit militer tertentu yang beroperasi di bawah komando langsung dari Kantor Perang Min Aung Hlaing yang berada di Negara Bagian Rakhine utara sejak bulan Agustus 2017, yang bertanggung jawab atas banyak pelanggaran yang mengerikan terhadap etnis Rohingya.

Amnesty International juga menemukan fakta adanya keterlibatan unit yang sama ini dalam kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya terhadap warga sipil etnis minoritas di Kachin dan Negara Bagian Shan di Myanmar utara.

Amnesty International menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk merujuk situasi di Myanmar ke Pengadilan Kriminal Internasional tanpa penundaan.

"Para pemimpin dunia harus mengingat wajah Min Aung Hlaing di ingatan mereka," tegas Kumi Naidoo.

"Aung Min Hlaing dan jajarannya memimpin pasukan untuk melakukan kejahatan yang mengerikan di bawah hukum internasional - inilah saatnya bagi mereka untuk menghadapi keadilan," tukasnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4900 seconds (0.1#10.140)