Tak Pedulikan Sanksi AS, Rusia Genjot Produksi Senjata

Senin, 24 September 2018 - 17:49 WIB
Tak Pedulikan Sanksi...
Tak Pedulikan Sanksi AS, Rusia Genjot Produksi Senjata
A A A
MOSKOW - Wakil Perdana Menteri Rusia, Yuri Borisov menyatakan, Moskow tidak akan menghentikan produksi senjata mereka, meskipun adanya sanksi dari Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, Washington menjatuhkan sanksi kepada perusahaan dan individu Rusia di sektor pertahanan.

Berbicara saat melakukan wawancara dengan saluran TV Rossiya-1, Borisov menuturkan, Rusia akan terus melakukan pengembangan senjata dan alat-alat militer lainnya, meskipun adanya sanksi dari AS.

"Tidak mungkin bagi sanksi ketat untuk mengurangi tingkat pembangunan di sektor pertahanan Rusia dan Moskow akan selalu dapat menemukan jalan keluar," kata Borisov dalam wawancara tersebut, seperti dilansir Xinhua pada Senin (24/9).

Seperti diketahui, AS telah menambahkan 33 orang dan entitas sektor pertahanan dan intelijen Rusia ke daftar hitam. Ini berarti siapa pun yang melakukan bisnis dengan mereka akan menghadapi sanksi AS.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Heather Nauer menyatakan, pemerintah AS akan terus menerapkan sanksi CAATSA. Ia pun menyerukan pada negara-negara lain untuk menghentikan kontak dengan sektor pertahanan dan intelijen Rusia.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov menyebut, gelombang sanksi baru AS sebagai salah arah. Dia mengatakan kebiasaan Washington menjatuhkan sanksi terhadap Moskow berisiko merusak stabilitas global dan merupakan bagian dari permainan berbahaya.

"Setiap putaran baru sanksi membuktikan ketidaksempurnaan total musuh kami dalam menekan Rusia dengan upaya-upaya sebelumnya. Washington tidak akan pernah berhasil mendiktekan kondisinya ke Moskow," kata Ryabkov.

"Itu tidak akan menjadi sesuatu hal yang buruk jika mereka ingat tentang konsep stabilitas global, yang mereka hancurkan tanpa berpikir dengan terus meningkatkan ketegangan dalam hubungan Rusia-AS. Mereka telah bermain api, itu adalah hal yang bodoh dan bisa menjadi berbahaya," sambungnya.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6445 seconds (0.1#10.140)