Sadap Emir Qatar dan Pangeran Saudi, UEA Sewa Perusahaan Israel

Sabtu, 01 September 2018 - 10:30 WIB
Sadap Emir Qatar dan Pangeran Saudi, UEA Sewa Perusahaan Israel
Sadap Emir Qatar dan Pangeran Saudi, UEA Sewa Perusahaan Israel
A A A
NEW YORK - Uni Emirat Arab (UEA) membayar perusahaan spyware Israel untuk menyadap ponsel emir Qatar dan seorang pangeran Arab Saudi. Hal itu terungkap dari bocoran email kontrak sewa perusahaan yang diperoleh New York Times.

Laporan itu dirilis hari Jumat. Menurut laporan media Amerika Serikat tersebut, bocoran email dikirim dua penggugat NSO Group yang berbasis di Israel. Bocoran email itu mengungkapkan bahwa NSO Group terlibat dalam kegiatan mata-mata ilegal untuk kliennya.

Kedua gugatan hukum itu diajukan di Israel dan Siprus oleh seorang warga negara Qatar dan jurnalis yang juga aktivis Meksiko karena jadi target dari program spyware Pegasus yang dijalankan NSO Group.

Email yang dikirim dalam dokumen gugatan hukum tersebut menunjukkan bahwa UEA menandatangani kontrak untuk melisensikan perangkat lunak surveillance perusahaan pada awal Agustus 2013.

Uni Emirat Arab berusaha untuk menyadap ponsel Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani pada tahun 2014. Pangeran Arab Saudi Mutaib bin Abdullah yang kala itu dipandang sebagai pesaing dalam perebutan takhta Saudi ikut jadi target penyadapan.Masih menurut dokumen gugatan, Perdana Menteri Lebanon saat ini; Saad El-Din Rafik Al-Hariri, juga jadi target penyadapan.

Untuk mengaktifkan spyware di ponsel target, pesan teks dikirim dengan sebuah tautan.

Jika target mengklik tautan itu, Pegasus diam-diam diunduh ke ponsel, memungkinkan pengguna teknologi untuk mendapatkan akses ke semua rincian kontak, pesan teks, email, dan data dari platform online seperti Facebook, Skype, WhatsApp, Viber, WeChat dan Telegram.

Teknologi ini juga dapat memonitor panggilan telepon dan berpotensi memantau percakapan tatap muka yang dilakukan pengguna ponsel.

Menurut New York Times yang dikutip Sabtu (1/9/2018), gugatan itu menyatakan bahwa afiliasi NSO Group berhasil menyadap panggilan telepon seorang wartawan dan berusaha memata-matai pejabat pemerintah asing atas permintaan klien Uni Emirat Arab empat tahun lalu.

Peretasan kantor berita pemerintah dan akun media sosial pemerintah Qatar pada 24 Mei 2017 lalu juga telah memicu krisis diplomatik besar. Puncaknya, Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan memblokade negara kecil itu secara darat, udara, dan laut.

NSO Group diketahui menjual teknologi surveillance ke Meksiko dengan syarat bahwa teknologi itu hanya digunakan terhadap para penjahat dan "teroris". Namun, pada praktiknya, beberapa wartawan, akademisi, pengacara hak asasi manusia dan penyelidik kriminal terkemuka di negara itu menjadi sasaran.

Pada tanggal 1 Agustus lalu, Amnesty International merilis laporan yang mengatakan salah satu karyawannya diberi umpan tautan dengan pesan WhatsApp yang mencurigakan pada awal Juni tentang protes di depan Kedutaan Saudi di Washington, DC.

Organisasi hak asasi manusia yang bermarkas di London mengatakan bahwa mereka menelusuri tautan berbahaya itu ke jaringan situs yang terkait dengan NSO Group.

NSO Group sebelumnya telah mengakui telah mamasang tarif pada klien sebesar USD650.000 untuk meretas 10 perangkat.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4786 seconds (0.1#10.140)