Bahaya Longsor Intai Pengungsi Rohingya di Cox's Bazar

Rabu, 13 Juni 2018 - 14:38 WIB
Bahaya Longsor Intai Pengungsi Rohingya di Coxs Bazar
Bahaya Longsor Intai Pengungsi Rohingya di Cox's Bazar
A A A
DHAKA - Hujan lebat mengguyur kamp pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh, seiring tibanya musim hujan. Kondisi ini menempatkan ratusan ribu orang dalam bahaya banjir dan tanah longsor.

Badan Pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan hujan yang turun hampir terus menerus sejak akhir pekan lalu telah menyebabkan 37 insiden longsor. Akibatnya, beberapa orang terluka dan menewaskan sedikitnya dua orang termasuk seorang bocah dua tahun.

Save the Children Communications dan Media Manager di Cox's Bazar, Daphnee Cook mengatakan hujan telah turun terus-menerus selama empat hari terakhir.

"Apa yang terjadi adalah bahwa dalam tiga hari kamp-kamp telah berubah dari tanah liat ke lumpur dan danau. Kamp itu benar-benar dibanjiri,” katanya seperti dikutip dari Asian Correspondent, Rabu (13/6/2018).

Sejak Sabtu, angin kencang hingga 70 kilometer per jam bersama dengan hujan lebat telah berdampak pada 2500 keluarga pengungsi, lapor UNHCR. Cook mengatakan bahwa

"Luar biasa ini terjadi begitu cepat. Kami seharusnya memasuki musim hujan dua bulan lagi dan ini baru terjadi setelah 24 jam," kata Cook.

Musim hujan datang setelah berminggu-minggu cuaca panas, di mana sebagian besar pengungsi Muslim Rohingya telah berpuasa untuk bulan suci Ramadhan. Umat Muslim diwajibkan tidak makan atau minum mulai dari matahari terbit hingga terbenam, yang di Bangladesh berlangsung hampir 15 jam.

"Semua orang mengatakan 'Saya senang ini Ramadhan tapi rumah kami terbuat dari plastik'," kata Cook.

“Anda masuk ke salah satu rumah ini dan Anda tidak bisa berhenti berkeringat. Itu telah membuat situasi yang sangat menantang menjadi lebih sulit,” imbuhnya.

Umat Muslim menandai akhir Ramadhan dengan Idul Fitri, biasanya dirayakan dengan menghabiskan waktu bersama keluarga, memberikan hadiah kepada anak-anak dan makan makanan khusus.

"Orang tua telah mengatakan betapa menjengkelkan bahwa tahun ini mereka tidak dapat memberi anak-anak mereka sesuatu yang istimewa hanya nasi dan lentil, yang telah mereka jalani selama sembilan bulan," tutur Cook.

Badan-badan kemanusiaan sendiri telah meluncurkan Rencana Tanggap Bersama pada bulan Maret lalu untuk persiapan musim hujan, dengan tujuan mengumpulkan dana sebesar USD951 juta untuk memastikan keamanan pangan dan kesehatan di kamp-kamp pengungsi. Pendanaan juga diperlukan untuk bahan bangunan seperti banjir dan tanah longsor menghancurkan rumah orang darurat.

Untuk saat ini, bagaimanapun, hanya 21 persen dari dana tersebut berhasil dikumpulkan.

“Orang-orang Rohingya adalah sekelompok orang yang sangat rajin, mereka sangat tangguh, mereka terbiasa membangun kembali,” tambah Cook.

"Karena rumah-rumah orang hancur, mereka mengambil barang-barang dan membangun kembali," ujarnya.

PBB memperkirakan berdasarkan pemetaan udara bahwa 200 ribu orang masih berisiko longsor dan banjir serta membutuhkan relokasi ke daerah yang lebih aman. Pemerintah Bangladesh bekerja dengan lembaga bantuan merelokasi kelompok awal 100 ribu Rohingya dari kamp-kamp tersebut.

“Bukit-bukit basah dan tidak stabil telah runtuh selama akhir pekan, menghancurkan kakus. Pada tingkat yang lebih rendah, air dari banjir bandang membasahi jamban, membawa lumpur melalui kamp-kamp,​​” kata Sanjeev Kafley, kepala Sub-Kantor Cox's Bazar untuk Federasi Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah (IFRC) dalam sebuah pernyataan.

“Kami sudah melihat peningkatan diare air akut, dan risiko wabah penyakit yang ditularkan melalui air sekarang menjadi kemungkinan serius,” imbuhnya.

Jalan utama melalui Kutupalong telah ditutup banjir dan menghalangi akses kendaraan ke banyak permukiman, yang membutuhkan perbaikan dari tentara Bangladesh. Hal ini telah menghambat upaya bantuan karena badan-badan bantuan dipaksa memasuki daerah-daerah pusat dan luar kamp dengan berjalan kaki.

LSM selama berbulan-bulan memperingatkan tentang musim hujan yang memperburuk krisis kemanusiaan yang dihadapi pengungsi Rohingya. Pada bulan Februari, PBB memperingatkan “krisis dalam krisis” akan datang di kamp-kamp Bangladesh, yang sekarang pemukiman pengungsi dunia terbesar dan paling padat penduduknya.

Ada 915.000 pengungsi Rohingya yang tinggal di pemukiman dan masyarakat tuan rumah di Cox Bazar pada 24 Mei. Sekitar 700 ribu dari mereka telah tiba sejak 25 Agustus 2017, ketika serangan milisi Rohingya Salvation Army Arakan (ARSA) terhadap pos-pos keamanan memicu pembalasan militer dan tindakan main hakim sendiri terhadap komunitas Rohingya di seluruh Rakhine.

Pembunuhan massal, kekerasan seksual dan penargetan desa Rohingya untuk di bakar telah dijelaskan oleh banyak pengamat internasional sebagai pembersihan etnis dan bahkan genosida.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3674 seconds (0.1#10.140)