Myanmar Prihatin Jaksa ICC Ajukan Yurisdiksi Deportasi Rohingya

Sabtu, 14 April 2018 - 01:04 WIB
Myanmar Prihatin Jaksa ICC Ajukan Yurisdiksi Deportasi Rohingya
Myanmar Prihatin Jaksa ICC Ajukan Yurisdiksi Deportasi Rohingya
A A A
NAYPYIDAW - Pemerintah Myanmar menyatakan keprihatinan serius atas langkah jaksa Pengadilan Pidana Internasional (ICC) yang meminta yurisdiksi atas dugaan deportasi etnis Muslim Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh.

Sejak Agustus, hampir 700 ribu Muslim Rohingya telah melarikan diri dari penumpasan brutal militer di Myanmar. Demikian laporan PBB dan lembaga bantuan.

Para pengungsi telah melaporkan pembunuhan, perkosaan dan pembakaran dalam skala besar. Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menggambarkan situasi ini sebagai pembersihan etnis.

Myanmar membantah hampir semua tuduhan tersebut. Mereka mengatakan pihaknya melancarkan operasi kontra-pemberontakan yang sah. Militer mengatakan tindakan kerasnya dipicu oleh serangan militan Rohingya di lebih dari dua lusin pos polisi dan pangkalan militer Agustus lalu.

Dalam arsip yang dipublikasi pada hari Senin, Jaksa Penuntut Fatou Bensouda meminta pengadilan untuk memutuskan apakah mereka memiliki yurisdiksi atas dugaan deportasi.

Putusan afirmatif dapat membuka jalan baginya untuk menyelidiki dugaan deportasi layak dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Alasan utama untuk meragukan yurisdiksi adalah bahwa, sementara Bangladesh adalah anggota pengadilan, Myanmar tidak.

"Pemerintah Myanmar menyatakan keprihatinan serius terhadap pemberitaan mengenai aplikasi oleh Jaksa Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) untuk mengklaim yurisdiksi atas dugaan deportasi Muslim dari Rakhine ke Bangladesh," kata pemerintah Myanmar dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (14/4/2018).

Dalam aplikasinya, Bensouda berpendapat bahwa, mengingat sifat lintas batas kejahatan deportasi, putusan yang mendukung yurisdiksi ICC akan sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang permanen.

"Tidak ada dalam piagam ICC yang mengatakan bahwa pengadilan memiliki yurisdiksi atas negara-negara yang belum menerima yurisdiksi itu. Selanjutnya, Konvensi Wina PBB tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional menyatakan bahwa tidak ada perjanjian yang dapat dikenakan pada negara yang belum meratifikasinya," bunyi pernyataan pemerintah Myanmar.

"Bensouda mencoba untuk mengesampingkan prinsip kedaulatan nasional dan non-campur tangan dalam urusan internal negara-negara lain, bertentangan dengan prinsip yang diabadikan dalam piagam PBB dan teringat dalam pengantar piagam ICC," sambung pernyataan itu.

Kantor kejaksaan ICC tidak segera menanggapi pernyataan pemerintah Myanmar.

Pemerintah Myanmar juga mengatakan pihaknya sedang melakukan repatriasi Rohingya dengan Bangladesh. Seorang menteri Myanmar baru saja mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.

Permintaan Bensouda adalah yang pertama dari jenisnya yang diajukan ke pengadilan. Ia meminta ICC untuk mengadakan dengar pendapat guna mendengar argumennya, serta pihak lain yang tertarik.

Hakim yang ditugaskan untuk mempertimbangkan permintaan tersebut, hakim Kongo Antoine Kesia-Mbe Mindua, akan menentukan bagaimana untuk melanjutkan.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3293 seconds (0.1#10.140)