John Bolton jadi Penasihat Keamanan AS, Asia Waswas

Jum'at, 23 Maret 2018 - 11:06 WIB
John Bolton jadi Penasihat Keamanan AS, Asia Waswas
John Bolton jadi Penasihat Keamanan AS, Asia Waswas
A A A
SEOUL - Suara keprihatinan muncul dari Korea Selatan (Korsel) dan sejumlah wilayah di Asia terkait penunjukkan John Bolton sebagai penasihat keamanan Amerika Serikat (AS). Korsel khawatir Trump akan menunda pertemuan pundak dengan Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un.

Bolton ditunjuk sebagai suksesor H.R. McMaster yang dicopot oleh Presiden AS Donald Trump. Mantan Duta Besar AS untuk PBB ini dikenal dengan sikap garis kerasnya yang menganjurkan penggunaan kekuatan militer terhadap Korut dan Iran.

Pejabat pemerintah di Seoul mengatakan mereka akan terus berkomunikasi intensif dengan Washington mengenai relaksasi ketegangan dengan Korut. Meski begitu, komentar tersebut diwarnai dengan kekhawatiran.

"Sikap kami adalah bahwa jika jalan baru terbuka, kami harus pergi ke jalan itu," kata seorang pejabat senior Gedung Biru, istana kepresidenan Korsel, kepada wartawan.

"Bolton memiliki banyak pengetahuan tentang isu-isu mengenai semenanjung Korea dan yang paling penting, kami tahu dia adalah salah satu dari ajudan presiden AS yang dipercaya," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (23/3/2018).

Ia lantas mengatakan Chung Eui-yong, kepala Keamanan Nasional Korsel, belum berbicara dengan Bolton dan reaksi Chung terhadap pemecatan McMaster adalah tidak buruk.

Pejabat pemerintah lain di Seoul menyatakan penyesalan atas hilangnya persahabatan yang dibangun McMaster dengan rekannya dari Korsel. Pasalnya mereka menangani masalah nuklir Korut bersama-sama.

Kedua pejabat meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.

Pengumuman ini datang 10 hari setelah Trump memecat Sekretaris Negara Rex Tillerson dan menggantikannya dengan direktur CIA Mike Pompeo.

Pemerintahan Presiden Korsel, Moon Jae-in, ingin melihat pembicaraan yang sukses antara AS dan Korut, yang diharapkan terjadi pada bulan Mei mendatang.

Kedua Korea juga dijadwalkan untuk mengadakan KTT pertama mereka dalam lebih dari satu dekade pada akhir April. Pertemuan ini membangun persahabatan kedua negara yang dimulai setelah Kim Jong-un mengatakan dalam pidato Tahun Baru dia ingin meningkatkan hubungan dengan Korsel.

Namun, pejabat Korsel yang lain mengatakan, niat baik itu bisa menghilang dengan sikap Bolton.

"Jika Bolton berkuasa dan berbicara dengan Korea Utara menjadi rusak dan menghasilkan hasil yang buruk, saya tidak tahu apa yang akan kita lakukan," kata Kim Hack-yong, anggota parlemen konservatif dan kepala komite pertahanan nasional parlemen Korsel.

"Mungkin bagus jika Kim Jong-un datang ke pembicaraan dengan semangat kebebasan tetapi setiap perubahan dalam arah negatif bisa berarti semua pekerjaan kami selama bertahun-tahun untuk melibatkan Korea Utara bisa berubah menjadi debu," imbuhnya.

Bolton, dalam sebuah pidato di Wall Street Journal bulan lalu, menyimpulkan bahwa sangat sah bagi AS untuk menanggapi 'kebutuhan' saat ini yang diajukan oleh senjata nuklir Korut dengan menyerang lebih dulu.

Penunjukan Bolton akan semakin mengurangi harapan bagi China dan AS untuk melihat secara langsung masalah keamanan, menurut Shi Yinhong, seorang ahli hubungan China-AS di Universitas Renmin di Beijing.

“Apa kerja sama keamanan dengan China yang bisa ada? Senjata nuklir, Korea Utara, Taiwan, Laut Cina Selatan, dunia maya. Di mana ada harapan untuk kerjasama?” kata Shi.

"Trump dan Xi Jinping telah berbicara di depan umum tentang logika kerja sama, tetapi dengan arah negatif dari kerjasama perdagangan dan keamanan, kata-kata ini tampak semakin kosong," sambungnya.

Tokyo menyatakan harapan komunikasi dengan Washington akan berjalan seperti biasa, dengan satu pejabat pemerintah Jepang mengatakan dia "sangat optimis" Jepang akan dapat bergaul dengan Bolton karena ia memiliki banyak teman di dalam pemerintah Jepang.

Narushige Michishita, seorang profesor di Institut Studi Kebijakan Kajian di Tokyo, mengatakan desakan Bolton pada tekanan dan sanksi adalah "kabar baik" tetapi ketangguhannya bisa menghadirkan rintangan dalam berurusan dengan Pyongyang.

"Kabar buruknya adalah, terkadang dia terlalu tangguh," kata Michishita.

“Dia secara konsisten tangguh. Masalahnya adalah dia tidak memiliki fleksibilitas. Itu adalah kekhawatiran negatif yang saya miliki,” tukasnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3207 seconds (0.1#10.140)