Menangi Pilpres Rusia, Putin Lawan Dominasi Barat

Selasa, 20 Maret 2018 - 12:00 WIB
Menangi Pilpres Rusia, Putin Lawan Dominasi Barat
Menangi Pilpres Rusia, Putin Lawan Dominasi Barat
A A A
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin secara resmi memenangkan pemilu dengan memperoleh 76,66% suara. Dia akan menjadi pemimpin terlama di bekas negara Uni Soviet tersebut, dengan jabatan baru selama enam tahun mendatang hingga 2024.

Kemenangan Putin itu menunjukkan dominasinya dalam perpolitikan Rusia setelah berkuasa selama 18 tahun. Dengan kemenangan pemilu yang digelar pada Minggu (18/3/2018) lalu, dia nantinya bisa berkuasa hingga hampir seperempat abad atau 24 tahun. Dia akan menjadi pemimpin terlama setelah Josef Stalin yang pernah berkuasa di Uni Soviet. Jika tidak ada halangan, Putin akan berkuasa hingga usia 71 tahun.

Pada babak baru kepemimpinan barunya, Putin akan menggunakan kekuasaan nya untuk melawan Barat dan meningkatkan standar kehidupan rakyat Rusia. Dia tetap akan memosisikan dirinya sebagai pemimpin kuat yang berkarakter, yang menjadi ciri khasnya.

Putin pertama kali terpilih menjadi presiden pada pemilu 2000 dengan peroleh 53%. Dia kemudian terpilih kembali pada 2004 dengan perolehan 72%. Karena adanya pembatasan mandat sebagai presiden, Putin tidak maju pada Pemilu 2008. Saat itu pemilu presiden dimenangi oleh Dmitry Medvedev yang menunjuk Putin sebagai perdana menteri. Pada 2011, masa jabatan presiden diperpanjang menjadi enam tahun. Putin pun maju pada Pemilu 2012 dan menang dengan 64% suara.

Indikasi Putin untuk terus berkuasa hampir sama dengan tren kebanyakan pemimpin dunia lain yang ingin mem perpanjang kekuasaan. Di China, Presiden Xi Jinping bisa diperbolehkan menjabat hingga seumur hidup setelah Kongres Rakyat China beberapa waktu lalu mencabut pembatasan periode kepresidenan. Selain itu, Kanselir Jerman Angela Merkel juga berhasil membentuk koalisi pemerintah sehingga dia bisa memperpanjang kekuasaan hingga periode keempat. Di belahan dunia lain, Asia dan Afrika, hingga saat ini masih banyak pemimpin negara yang terus berupaya melanggengkan ke kuasaannya.

Menang Mudah
Putin yang pernah menjabat sebagai presiden dan perdana menteri(PM) sejak 1999 berhasil meraih 76,66% suara setelah semua surat suara dihitung oleh Komisi Pusat Pemilu. Sebenarnya, kemenangan itu sudah diprediksi banyak pihak. Perolehan angka itu juga sesuai dengan jajak pendapat yang digelar sebelum pemilu.

Para pendukung Putin merayakan kemenangan idolanya. Mereka berkumpul di Alun- Alun Merah di Moskow. Putin menyambut para pendukungnya dengan kegembiraan. "Sangat penting untuk mempertahankan persatuan ini," ujar Putin di depan ribuan pendukungnya yang berteriak, "Rusia!".

Dia mengatakan setelah masa sulit yang sudah dilalui, Rusia memiliki kesempatan untuk membuat "terobosan". Kemenangan itu menurut Putin sebagai bentuk kepercayaan diri dan harapan rakyat Rusia. Dengan dukungan stasiun televisi milik pemerintah, partai berkuasa, dan tingkat popularitas mencapai 80%, Putin jelas tidak memiliki hambatan berarti menghadapi tujuh kandidat presiden lainnya pada pemilu lalu.

Rival terdekatnya, kandidat Partai Komunis Pavel Grudinin hanya mendapatkan 11,8%. Calon nasionalis Vladimir Zhirinovsky hanya meraih 5,6%. Sementara musuh utamanya, tokoh antikorupsi Alexei Navalny tidak bisa ikut pemilu karena terjerat skandal korupsi.

Pemimpin oposisi Navalny diperkirakan akan menyerukan aksi demonstrasi anti-Putin. Dia juga akan menuntut di gelar pemilu ulang. Apalagi, kubu oposisi kerap menuding Putin menjalankan pemerintahan korupsi dan sistem otoriter. Sebelumnya banyak kritik tentang kebosanan warga Rusia untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) karena hanya kemenangan Putin telah diprediksi. Namun, faktanya tingkat partisipasi masyarakat Rusia cukup tinggi mencapai 67,47%.

Komisi Pusat Pemilu Rusia menyatakan tidak menerima laporan pelanggaran serius. Hal itu berbeda dengan banyaknya pelanggaran pada pemilu sebelumnya pada 2012 silam. Namun, melansir CNN, lembaga pemantau independen Golos Association, mengungkapkan sekitar 2.000 pelanggaran pada pemilu yang digelar Minggu (18/3/2018) lalu. "Pemilu itu diwarnai ketidakadilan dan tidak demokratis," ujar juru bicara Golos.

Sementara itu, para loyalis Putin mengatakan hasil pemilu itu sebagai penguatan sikap Rusia terhadap Barat. "Saya pikir kalau Amerika Serikat (AS) dan Inggris memahami kalau mereka tidak bisa memengaruhi pemilu kita," kata anggota parlemen Rusia, Igor Morozov, kepada stasiun televisi milik pemerintahan Rusia.

Ketua Majelis Atas Rusia Valentina Matviyenko mengungkapkan bahwa kemenangan Putin menjadi beban moral bagi Barat. "Pemilu kita telah membuktikan sekali lagi kalau itu tidak dimanipulasi rakyat kita," ujarnya.

Selama ini, hubungan Rusia dan Barat memang dalam posisi yang sangat sulit. Apalagi, sebelum pemilu lalu Putin pernah mengungkapkan bahwa Rusia memiliki misil yang mampu menembus tameng rudal buatan AS. Rusia juga bersitegang dengan Barat dalam konflik di Suriah, Ukraina, dan dugaan serangan racun gas syaraf kepada mantan agen rahasia Moskow dan putrinya di Inggris. Sanksi Barat terhadap Rusia sempat melemahkan ekonomi Rusia, tetapi tidak menjadi negara itu bangkrut. Ekonomi Rusia tetap kuat. Dengan tekanan dari Barat, justru menjadikan rakyat Rusia kuat dan memiliki jiwa patriotisme yang tinggi.

Analis mengungkapkan Putin sangat cerdas memainkan ketegangan dengan Barat untuk menarik dukungan dan simpati dari para pemilu. Dia ingin memainkan isu nasionalisme Rusia yang dianggap bermusuhan dengan Barat. "Dia (Putin) ingin menunjukkan kalau Putin itu ada di setiap warga Rusia. Dia memainkan jiwa rakyat Rusia seperti bermain gitar," kata analis politik Konstantin Kalachev.

Sampai Kapan Berkuasa?
Ketika ditanya setelah dia terpilih lagi menjadi presiden, apakah dia tertarik kembali mencalonkan diri pada pemilu 2030? Putin hanya tertawa. "Ayolah berhitung. Apa kamu pikir saya akan duduk (dalam kekuasaan) hingga usia 100 tahun? Tidak," ujarnya sambil bercanda.

Banyak pihak masih mempertimbangkan siapa pengganti Putin. Potensi ketidakstabilan dan friksi antarelite politikus Rusia bisa menjadikan negara itu menjadi kacau balau. Orang da lam Kremlin mengung kapkan Putin belum memilih siapa penggantinya. "Semakin lama Putin berkuasa, akan semakin sulit untuk lengser," kata peneliti senior CarnegieMoscowCenter, Andrei Kolesnikov.

Ucapan Selamat
Dari China, Presiden Xi Jinping yang baru terpilih untuk periode kedua beberapa waktu lalu, juga mengirimkan ucapan selamat kepada Putin "Saat ini kerja sama strategi Rusia-China pada level terbaik dalam sejarah," ungkap Presi den Jinping. Dia menambahkan, hubungan China-Rusia akan membentuk jenis baru dalam hubungan internasional. Kanselir Jerman Angela Merkel mengucapkan selamat kepada Presiden Putin.

"Kanselir mengucapkan selamat. Dia akan menulis telegram sesegera mungkin," kata juru bicara pemerintah Jerman Steffen Seibert dalam konferensi pers. Dia menjelaskan telegram itu akan menyebutkan tan tangan hubungan Jerman-Rusia. "Kita memiliki banyak perbedaan opini dengan Rusia. Kita juga dengan jelas meng kritik kebijakan Rusia dalam isu Ukraina dan Suriah," ujar Seibert.

Namun, kata dia, yang lebih penting adalah menjaga hubungan dengan pemerintahan dan presiden Rusia. Dari Tokyo, PM Jepang Shinzo Abe menghubungi Presiden Putin untuk mengucapkan selamat atas kemenangannya. Abe juga menegaskan komitmen Rusia tentang denuklirisasi Korea Utara (Korut).
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2884 seconds (0.1#10.140)