Rusia: al-Nusra Gunakan Senjata Kimia di Ghouta Timur

Selasa, 13 Maret 2018 - 17:43 WIB
Rusia: al-Nusra Gunakan Senjata Kimia di Ghouta Timur
Rusia: al-Nusra Gunakan Senjata Kimia di Ghouta Timur
A A A
NEW YORK - Duta Besar (Dubes) Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kelompok militan al-Nusra di Ghouta Timur menggunakan senjata kimia jenis gas klorin. Dia menegaskan, al-Nusra sebagai kelompok teroris yang berhak diberantas pemerintah Suriah dari tempat persembunyiannya.

Nebenzia telah membela pemerintah Suriah dan operasi anti-terorisme yang sedang berlangsung di Ghouta Timur.

”Menurut informasi yang kami dapat, pada tanggal 5 Maret 2018, gerilyawan al-Nusra menggunakan zat klorin di Ghouta Timur, yang melukai 30 warga sipil. Semua ini dilakukan untuk mempersiapkan dasar-dasar tindakan militer unilateral terhadap Suriah yang berdaulat,” katanya.

“Kawasan pinggiran Kota Damaskus tidak bisa menjadi sarang terorisme. Dan ini digunakan untuk usaha terus-menerus oleh teroris guna melemahkan penghentian permusuhan,” lanjut diplomat Moskow ini.

Dewan Keamanan PBB secara bulat mengadopasi resolusi 2401 yang mengamanatkan gencatan senjata di Suriah selama satu bulan untuk memungkinkan penyaluran bantuan kemanusiaan.

Amerika Serikat (AS) menuduh rezim Suriah dan sekutunya—Rusia dan Iran—menghina resolusi DK PBB tersebut dengan terus melakukan pengeboman di Ghouta Timur.

Tapi, Suriah dan Rusia membela diri bahwa operasi yang sedang berlangsung di pinggiran Damaskus itu tidak melanggar resolusi 2401. Alasannya, operasi ditujukan terhadap kelompok teroris yang dikecualikan dalam resolusi DK PBB.

Menurut Nebenzia, kelompok teroris, tidak seperti Moskow dan Damaskus. Kelompok itu sering menyerang rumah sakit dan fasilitas sipil lainnya, dan serangan tersebut terdokumentasi dengan baik.

”Sejak resolusi tersebut disahkan, lebih dari 100 orang meninggal karena ini, dan jumlah korban luka jauh lebih tinggi. Lebih dari satu rumah sakit diserang,” kata Nebenzia.

”Ini adalah rumah sakit sejati, rumah sakit asli, bukan markas petempur yang sering mereka klaim sebagai rumah sakit,” papar Nebenzia.

Gerilyawan al-Nusra, lanjut dia, juga mencegah warga sipil meninggalkan zona tempur dengan menembakkan mortir dan para sniper membidik warga sipil.

”Mereka (militan) terus-menerus menyerang koridor kemanusiaan dan pos pemeriksaan, termasuk selama jeda kemanusiaan berlangsung,” kata Nebenzia. ”Mereka mengintensifkan penggunaan terowongan untuk memprovokasi militer Suriah dan pintu keluar terowongan tersebut berada di area bangunan umum, masjid dan rumah sakit paling utama,” imbuh dia.

Sebelumnya, Dubes Amerika Serikat (AS) untuk PBB menuduh Rusia dan Suriah melanggar resolusi DK PBB. Menurut dokumen yang dia peroleh, Moskow dan Damaskus membunuh warga sipil tak berdosa dengan menggunakan celah operasi anti-terorisme.

Dia juga memperingatkan bahwa AS dapat mengambil tindakan sepihak jika DK PBB gagal menangani situasi di Suriah. Diplomat tersebut merujuk pada serangan sepihak AS pada tahun lalu di pangkalan Shairat Suriah, setelah rezim Suriah dituduh melakukan serangan senjata kimia di Khan Sheikhoun.

Saat itu, AS menembakkan sejumlah rudal jelajah Tomahawk yang diklaim menghancurkan beberapa pesawat jet tempur Suriah. Saat itu, Moskow tidak melakukan respons militer, namun hanya melontarkan kecaman dan peringatan keras.

Rusia Peringatkan AS


Hari ini (13/3/2018), Kepala Staf Umum Rusia Valery Gerasimov memperingatkan AS untuk tidak menyerang Suriah dengan dalih palsu, yakni penggunaan senjata kimia. Jika nekat menyerang, kata dia, militer Rusia akan merespons.

”Menurut laporan, setelah serangan berbendera palsu, AS berencana untuk menuduh pasukan pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia, dan untuk memberi komunitas dunia apa yang disebut sebagai bukti kematian massal warga sipil di tangan pemerintah Suriah dan Rusia mendukungnya,” kata Gerasimov, seperti dikutip RIA Novosti.

Serangan berbendera palsu yang dimaksud itu adalah serangan yang dilakukan kelompok militan pemberontak Suriah, tapi dituduhkan ke rezim Suriah. Operasi semacam ini melibatkan para aktivis pro-oposisi untuk mendokumentasikannya.

Sebagai pembalasan, Washington, menurut Gerasimov, berencana meluncurkan serangan rudal ke distrik-distrik yang diduduki pemerintah di Damaskus.

Pada saat yang sama di Damaskus, yakni di kantor dan fasilitas Kementerian Pertahanan Suriah, sekarang ada penasihat militer Rusia, perwakilan dari Pusat Rekonsiliasi Pihak yang Berperang dan polisi militer.

”Kami memiliki informasi yang dapat dipercaya tentang militan yang bersiap untuk memalsukan serangan kimia pemerintah terhadap warga sipil. Di beberapa distrik di Ghouta Timur, kerumunan berkumpul dengan wanita, anak-anak dan orang tua, dibawa dari daerah lain, yang mewakili korban serangan bahan kimia tersebut,” ujar Gerasimov.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3276 seconds (0.1#10.140)