Wirathu, Biksu Anti-Muslim di Myanmar Khotbah Lagi

Minggu, 11 Maret 2018 - 00:16 WIB
Wirathu, Biksu Anti-Muslim di Myanmar Khotbah Lagi
Wirathu, Biksu Anti-Muslim di Myanmar Khotbah Lagi
A A A
YANGON - Biksu Buddha Myanmar, Wirathu, yang terkenal dengan retorika anti-Muslim kembali berkhotbah setelah larangan berkhotbah selama setahun berakhir.

Dia mengatakan, retorika anti-Muslim yang dia suarakan tidak ada hubungannya dengan kekerasan di negara bagian Rakhine.

Wirathu dipandang sebagai biksu nasionalis Myanmar. Sosoknya muncul sebagai kekuatan politik sejak masa transisi dari junta militer ke pemerintahan sipil pada tahun 2011.

Negara bagian Rakhine telah menjadi sorotan dunia setelah komunitas Muslim Rohingya jadi target kekerasan selama operasi militer Myanmar pada Agustus hingga September lalu. Operasi militer diluncurkan setelah kelompok militan Rohingya, ARSA, menyerang pos-pos polisi yang menewaskan belasan petugas.

Hampir 700.000 warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan dari militer dan kelompok nasionalis. Para korban selamat dan aktivis melaporkan bahwa militer melakukan pembakaran, pemerkosaan dan pembunuhan terhadap warga sipil Rohingya.

Menurut PBB tindakan militer di negara bagian Rakhine terindikasi sebagai aksi pembersihan etnis dan kemungkinan masuk kategori genosida.

”Jika Wirathu menciptakan konflik, Mandalay akan menjadi abu. Dunia tidak tahu kebenaran ini,” kata biksu itu, merujuk pada dirinya sendiri di sebuah upacara di Kota Yangon,untuk merayakan kembalinya dia untuk berkhotbah.

Kota Mandalay, Myanmar pernah dilanda kerusuhan komunal yang menewaskan dua orang pada tahun 2014. Kekerasan itu dipicu rumor yang merupakan klaim palsu bahwa warga Muslim telah memperkosa seorang wanita Buddha.

Wirathu melakukan perjalanan setidaknya dua kali dalam setahun terakhir ke wilayah utara Rakhine yang dilanda kekerasan, meskipun otoritas keagamaan tertinggi Myanmar memberlakukan larangan berkhotbah baginya selama satu tahun sejak Maret 2017.

Pihak Wirathu menilai larangannya berkhotbah oleh otoritas tersebut sebagai upaya pemerintah Aung San Suu Kyi untuk melumpuhkan kelompok nasionalis yang mengancam akan melemahkan pemerintahan sipil yang masih berusia muda tersebut.

Seorang biksu nasionalis lainnya, Parmaukkha, dibebaskan dari penjara pada hari Jumat setelah menjalani hukumn penjara tiga bulan karena demonstrasi tahun 2016 menentang penggunaan kata “Rohingya” oleh pemerintah Amerika Serikat.

Wirathu telah bereaksi atas pembungkamannya dengan mem-posting foto online dirinya dengan mulut diplester. Dia juga mulai aktif mengirimkan video dan komentar secara online. Tapi akun Facebook-nya belum bisa diakses dalam beberapa bulan terakhir.

Facebook men-suspend akunnya dan terkadang menghapus posting orang-orang yang secara konsisten berbagi konten kebencian.

”Standar komunitas kami melarang organisasi dan orang-orang yang berdedikasi untuk mempromosikan kebencian dan kekerasan terhadap orang lain berdasarkan karakteristik mereka yang dilindungi,” kata pihak Facebook melalui email saat menanggapi laporan dinonaktifkannya akun Wirathu.

Namun, Wirathu mengatakan bahwa dia akan melanjutkan apa yang dia sebut sebagai “pekerjaan nasionalis”.

”Saat Facebook menutup (akun saya), saya mengandalkan YouTube. (Ketika) YouTube tidak cukup luas sehingga saya akan menggunakan Twitter untuk melanjutkan pekerjaan nasionalis,” katanya, seperti dikutip Reuters, semalam (10/3/2018).
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4056 seconds (0.1#10.140)