Myanmar Rawan Disusupi ISIS, Pemerintah Fokus Pengamanan WNI

Rabu, 07 Maret 2018 - 15:30 WIB
Myanmar Rawan Disusupi ISIS, Pemerintah Fokus Pengamanan WNI
Myanmar Rawan Disusupi ISIS, Pemerintah Fokus Pengamanan WNI
A A A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia fokus dalam pengamanan warga negara Indonesia (WNI) dan proses bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Apalagi Indonesia-Myanmar memang sudah bersahabat sejak lama.

"Pemerintah sangat perhatian mengenai bagaimana bantuan kemanusiaan kita bisa diterima masyarakat di sana," kata Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Iza Fadri seusai bertemu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (6/3/2018).

Namun, Iza menegaskan, belum ada pembahasan mengenai nasib etnik Rohingya di Myanmar dalam pertemuannya dengan Wiranto. Menurutnya, dia masih mempelajari itu lantaran baru diangkat sebagai Dubes Indonesia untuk Myanmar. "Jadi, kami hanya berbicara dan mendengar arahan-arahan beliau (Wiranto). Itu agar kami tahu bagai mana kerangka kerja sama dalam konteks negara bersahabat yang sudah lama," katanya.

Menko Polhukam Wiranto juga menegaskan, pihaknya terus melakukan koordinasi terkait keselamatan WNI di Myanmar. Apalagi dia mengkhawatirkan jika Myanmar menjadi basis baru ISIS di Asia Tenggara. "Karena di sana akan ada kerawanan saat kembalinya pengungsi dari Bangladesh ke Myanmar. Pengungsi di Rakhine State itu rawan disusupi ISIS," katanya.

Menurut Wiranto, ISIS sedang menyebarkan basis-basisnya ke seluruh negara di dunia. "Mereka juga melakukan suatu aksi yang disebut divergen, menyebarkan basis-basis ke seluruh dunia. Tadinya juga di Indonesia, yakni di Poso (Sulawesi Tengah), tapi gagal karena sudah dihancurkan. Di Marawi, Filipina, juga gagal. Jadi, sangat besar kemungkinan mereka mengarahkan ke Rakhine State, Myanmar," ungkapnya.

Karena itu, Wiranto bersama Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Dubes Indonesia untuk Myanmar Iza menyampaikan kelanjutan tugas Indonesia membantu Myanmar. "Nah, Indonesia lewat saya, lewat Menlu, dan Pak Dubes menyampaikan tugas lanjutan dari Indonesia untuk membantu Myanmar dengan mencoba memfilter ini. Kemarin ada ledakan di Rakhine State karena aksi teror," kata Wiranto.

Selain itu, Indonesia juga akan berbagi pengalaman ke Myanmar dalam mengatasi persoalan terkait terorisme. "Bahkan, beberapa pejabat Myanmar sudah setuju untuk datang ke Indonesia, dan kami juga sudah memberikan keleluasaan kepada Myanmar mengirimkan beberapa personel untuk ikut Universitas Pertahanan yang ada di kita," ujarnya.

Pembersihan Etnik Rohingya

Sementara itu, Asisten Sekretaris Jenderal PBB Urusan Hak Asasi Manusia (HAM) Andrew Gilmour mengungkapkan, pembersihan etnik Rohingya di Myanmar masih terus berlangsung. Mirisnya, hal itu terjadi setelah enam bulan ketegangan antara militer Myanmar dan warga Rohingya yang berakibat lebih dari 700.000 orang mengungsi ke Bangladesh. Hal tersebut diungkapkan setelah dia melakukan kunjungan empat hari ke Cox's Bazar di Bangladesh untuk bertemu para pengungsi. Bahkan, dia juga mengaku berbicara dengan para pengungsi yang pernah diculik petugas keamanan.

"Saya tidak berpikir kita bisa mengambil kesimpulan lain dari apa yang saya lihat dan dengar di Cox's Bazar. Kekerasan terhadap warga Rohingya seperti terjadi sistemik dan meluas," kata Gilmour dilansir Reuters.

Namun, Gilmour mengungkapkan, pola kekerasan yang dilakukan militer Myanmar saat ini sudah berubah. Tahun lalu mereka melakukan kekerasan dan pemerkosaan massal terhadap etnik Rohingya. "Kini mereka memaksa warga Rohingya kelaparan. Itu didesain agar warga minoritas yang tersisa itu meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke Bangladesh," katanya.

Meskipun Myanmar mengaku siap menerima kembali warga Rohingya dalam kesepakatan dengan Bangladesh, Gilmour mengungkapkan, proses repatriasi itu harus dilaksanakan dengan memperhatikan harkat, martabat, dan berkelanjutan. "Tidak mungkin kondisi pengungsi saat akan dipertahankan," katanya.

Juru Bicara Pemerintah Myanmar Zaw Htay mengungkapkan, dirinya belum melihat pernyataan PBB tentang pembantaian massal Rohingya yang terus berlangsung. "Myanmar tidak melakukan pembersihan etnis. Myanmar juga tidak memaksa warga Rohingya untuk mengungsi," ujarnya.

Sementara badan pengungsi PBB, UNHCR, menyatakan kepeduliannya dengan orang yang tinggal di dalam zona nol Myanmar dan berbatasan langsung dengan Bangladesh. UNHCR juga memonitori perkembangan ribuan warga yang berkemah di wilayah Myanmar tersebut. "UNHCR menegaskan semua orang berhak untuk mengajukan suaka. Mereka juga memiliki hak kembali ke rumah jika waktu dan kondisi memungkinkan," demikian keterangan UNHCR.

Pekan lalu, Bangladesh mengajukan protes kepada Duta Besar Myanmar di Dhaka setelah terjadi peningkatan jumlah tentara Myanmar sebanyak lebih dari 200 personel di dekat perbatasan. "Pergerakan pasukan itu menunjukkan sesuatu buruk akan terjadi," kata pasukan penjaga perbatasan Bangladesh, Mayor Iqbal Ahmed.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4340 seconds (0.1#10.140)