AS Jual Rudal Antitank ke Ukraina Senilai Rp646 Miliar

Jum'at, 02 Maret 2018 - 08:39 WIB
AS Jual Rudal Antitank ke Ukraina Senilai Rp646 Miliar
AS Jual Rudal Antitank ke Ukraina Senilai Rp646 Miliar
A A A
WASHINGTON - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menandatangani penjualan rudal antitank Javelin kepada pemerintah Ukraina. Pentagon mengonfirmasi kesepakatan senilai USD47 juta atau lebih dari Rp646 miliar tersebut.

Kendati demikian, kesepakatan penjualan senjata tersebut masih membutuhkan persetujuan kongres di tahap berikutnya.

Jika disetujui oleh Kongres, kesepakatan tersebut akan melibatkan penjualan 210 rudal dan 37 unit komando. Laporan ini dirilis Defense News mengutip sumber Pentagon.

Pentagon mengklaim bahwa penjualan rudal Javelin tidak akan memengaruhi keseimbangan militer di wilayah Ukraina, di mana pemerintah Kiev masih berkutat dalam konflik di dua wilayah di bagian timur negara tersebut.

Kiev telah menuduh Moskow mendukung pemberontak di Ukraina timur dan secara resmi menunjuk Rusia sebagai negara ”agresor”.

”Sistem Javelin akan membantu Ukraina membangun kapasitas pertahanan jangka panjangnya untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorialnya agar dapat memenuhi persyaratan pertahanan nasionalnya,” kata Pentagon dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Jumat (2/3/2018).

Awal pekan ini, Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengharapkan pengiriman senjata mematikan pertama dari AS segera berlangsung dalam beberapa minggu. Namun, Poroshenko tidak merinci jenis senjata yang dibeli Kiev.

Pentagon lebih memilih berhati-hati soal kepastian waktu penjualan rudal antitank Javelin kepada Ukraina. ”Pada pengiriman senjata, terlalu dini untuk berspekulasi kapan hal itu akan terjadi,” kata juru bicara Departemen Pertahanan AS Sheryll Klinkel kepada Sputnik.

Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional 2018 (NDAA) menyetujui peningkatan bantuan militer AS kepada Ukrana, termasuk senjata mematikan. Sampai sekarang, AS telah membantu militer Ukraina dengan logistik, intelijen, pelatihan dan jenis dukungan militer lainnya.

Washington telah menuduh Rusia melakukan “agresi” terhadap Ukraina sejak tahun 2014, ketika aktivis bersenjata yang didukung oleh AS merebut kekuasaan di Kiev. Warga beberapa daerah, termasuk Donetsk, Lugansk dan Crimea, menolak untuk menerima kebijakan pemerintah yang baru.

Crimea akhirnya memilih untuk bergabung kembali dengan Rusia pada tahun 2014 melalui referendum, setelah wilayah itu dipisahkan dari Rusia dari tahun 1954 oleh sebuah keputusan kepemimpinan Soviet.

Sedangkan Donetsk dan Lugansk mendeklarasikan kemerdekaan dan sejak saat itu terus melawan upaya militer Ukraina untuk mengintegrasikan kembali kedua wilayah itu secara paksa.

Moskow membantah keterlibatannya dalam konflik Ukraina dan menuntut bukti atas tuduhan yang dilontarkan Ukraina dan AS.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4748 seconds (0.1#10.140)