Myanmar Didesak Buka Akses ke Wilayah Rakhine

Minggu, 07 Januari 2018 - 23:57 WIB
Myanmar Didesak Buka Akses ke Wilayah Rakhine
Myanmar Didesak Buka Akses ke Wilayah Rakhine
A A A
BANGKOK - Para pekerja kemanusiaan dan wartawan harus diberikan akses gratis ke Negara Bagian Rakhine, di mana aksi kekerasan telah mendorong sekitar 650 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Hal itu dikatakan kepala panel penasihat internasional baru terkait krisis Rohingya.

Surakiart Sathirathai, mantan menteri luar negeri Thailand, juga menyatakan keprihatinannya atas penangkapan dua wartawan Reuters di Myanmar bulan lalu. Ia berharap kasus tersebut tidak menimbulkan pembatasan yang lebih luas terhadap media internasional.

"Menurut saya, akses pers dan kemanusiaan ke Rakhine adalah isu penting serta akses bebas ke pemangku kepentingan lainnya," kata Surakiart dalam sebuah wawancara di Bangkok.

"Liputan pers yang sah adalah sesuatu yang harus ditingkatkan," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (7/1/2018).

Myanmar telah membatasi akses ke Rakhine, di mana operasi tentara menanggapi serangan gerilyawan Rohingya telah dikutuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pembersihan etnis - sebuah tuduhan yang ditolak oleh negara mayoritas Buddha itu.

Surakiart (59) dipilih tahun lalu oleh pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk memimpin dewan beranggotakan 10 orang. Dewan ini akan memberi saran bagaimana menerapkan rekomendasi dari komisi sebelumnya yang dipimpin oleh mantan sekretaris jenderal PBB Kofi Annan.

Membiarkan liputan media gratis adalah salah satu rekomendasi spesifik dalam laporan 63 halaman dari Annan, yang ditunjuk oleh Suu Kyi pada tahun 2016 untuk menyelidiki bagaimana menyelesaikan ketegangan etnis dan agama di Rakhine yang telah berlangsung lama.

Wartawan Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, yang telah menangani liputan krisis di negara bagian barat, ditangkap di Yangon pada 12 Desember karena dicurigai melanggar Undang-Undang Rahasia Myanmar.

Surakiart mengatakan bahwa dia telah menimbulkan kekhawatiran tentang kasus mereka dengan penasihat keamanan nasional Suu Kyi Thaung Tun. Ia mengatakan telah meminta agar kasus tersebut ditangani secara transparan dan diyakinkan bahwa prosedur hukum yang tepat akan diikuti.

"Saya berharap bahwa ini tidak akan memburuk dalam arah yang merugikan bagi pers internasional dan pemerintah Myanmar," Surakiart menambahkan.

"Saya harap kasus ini tidak akan menyebabkan pemerintah Myanmar tidak bersahabat terhadap pers internasional. Saya ingin ini menjadi kasus yang spesifik dan berharap bisa segera menyelesaikannya dengan cepat," tukasnya.

Panel yang dipimpin Annan menyampaikan rekomendasinya sesaat sebelum serangan pemberontak terhadap pos keamanan pada 25 Agustus memicu krisis terbaru. Rekomendasi itu termasuk tinjauan undang-undang yang menghubungkan kewarganegaraan dan etnisitas serta membuat sebagian besar anggota Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan.

Surakiart mengatakan bahwa ada kekhawatiran mengenai pemulangan orang-orang yang melarikan diri ke Bangladesh dan dewan penasihat tersebut perlu menemukan sebuah pendekatan untuk memastikan orang dapat kembali tanpa rasa takut, walaupun mereka tidak diakui oleh undang-undang yang ada sebagai warga negara Myanmar.

Suu Kyi telah menghadapi kritik internasional karena dianggap tidak bertindak atas krisis di Rakhine, namun Surakiart mengatakan bahwa ia dibatasi oleh politik domestik.

Nasionalisme Buddha telah melonjak di Myanmar dalam beberapa tahun terakhir, dan kampanye tentara mendapat banyak dukungan.

"Aung San Suu Kyi mencoba mengatasi masalah ini dengan mencoba membangun konsensus dari dalam, bukan hanya memberikan perhatian terhadap satu masalah," kata Surakiart.

"Ada kesenjangan besar antara interpretasi domestik dan internasional mengenai situasi di Rakhine. Jika kita tidak bisa menjembatani kesenjangan ini maka akan menjadi kendala bagi kita semua yang ingin memperbaiki situasi," terangnya.

Mantan menteri luar negeri Thailand tersebut juga mengatakan dewan penasihatnya akan berusaha untuk terlibat dengan semua kelompok di Rakhine, termasuk militer.

"Dewan penasihat bukan corong siapa pun. Kami bukan juru bicara Myanmar atau masyarakat internasional," tegas Surakiart.

Dewan tersebut, yang terdiri dari lima anggota dari Myanmar dan lima orang yang ditunjuk internasional termasuk mantan politisi veteran AS dan diplomat Bill Richardson, akan bertemu dengan pemerintah Myanmar pada 22 Januari di ibukota Naypyitaw sebelum melakukan lawatan pertamanya ke Rakhine pada 24 Januari.

"Saya tidak ingin dewan penasehat hanya menjadi juru bicara. Kami ingin membantu mewujudkan kemajuan yang nyata," tandas Surakiart.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4191 seconds (0.1#10.140)