Arab Saudi Keluarkan Visa Turis Tahun Depan

Kamis, 21 Desember 2017 - 07:13 WIB
Arab Saudi Keluarkan Visa Turis Tahun Depan
Arab Saudi Keluarkan Visa Turis Tahun Depan
A A A
RIYADH - Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menekankan reformasi total di semua lini sehingga akan berdampak pada perubahan sosial-budaya. Riyadh kini akan mengeluarkan kebijakan visa elektronik pada kuartal pertama 2018 mendatang.

Visa elektronik itu akan diberikan kepada seluruh warga di mana negaranya mengizinkan warganya untuk berkunjung ke Arab Saudi. Itu sebagai serangkaian reformasi ekonomi, setelah Saudi juga membuka pintu lebar bagi investor asing yang hendak masuk ke negara tersebut.

“Kita kini sedang menyiapkan regulasi tentang siapa yang boleh mendapatkan visa dan bagaimana mendapatkannya,” kata Pangeran Sultan bin Salman, Kepala Komisi Pariwisata dan Warisan Nasional, dilansir Arab News.

Biaya untuk mendapatkan visa juga belum diputuskan. Namun, Pangeran Sultan menegaskan biaya visa tersebut tersebut akan semurah mungkin. “Kita menekankan dampak kumulatif ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan uang tunai dari visa,” ujarnya.

Menurut Pangeran Sultan, Saudi memiliki banyak kekayaan dan harta karun yang melimpah. “Tapi, hanya sedikit orang yang mengetahuinya dalam hal yang sempit,” kata Pangeran Sultan. Dia menggambarkan Saudi memiliki pegunungan, pantai, dan ratusan pulau sepanjang Laut Merah. “Kita tidak hanya pedagang minyak,” ungkapnya.

Dijelaskan Pangeran Sultan, nantinya ada petunjuk dan arahan untuk pengembangan sektor pariwisata. “Bagaimanapun kita tidak ingin mengorbankan dengan budaya dan nilai-nilai lokal kita,” jelasnya. Dia menambahkan Saudi merupakan lokasi Dua Masjid Suci, negara Islam, dan berbagai keuntungan yang tidak bisa dilepaskan demi pariwisata.

“Wisatawan bisa datang untuk mendapatkan pengalaman Saudi,” kata Pangeran Sultan. “Tapi, di sana tetap ada keterbatasan, seperti di negara lain. Kita tidak ingin pariwisata datang dengan segala harga,” katanya.

Hingga hari ini, seluruh penduduk kecuali dari anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, dan Oman, membutuhkan visa untuk berkunjung ke Saudi. Arab Saudi merupakan tempat suci bagi jutaan Muslim yang melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan visa khusus. Tapi, wisatawan lain akan menghadapi banyak kesulitan untuk berkunjung ke Arab Saudi.

Saat ini kerajaan Arab Saudi hanya mengeluarkan visa untuk pekerja, pebisnis dan umat Muslim yang ingin mengunjungi tempat-tempat suci. Untuk visa bisnis, keluarga, atau transit di Saudi memang relatif mudah didapatkan. Kalau visa turis hanya dikeluarkan biro wisata yang ditunjuk dan prosesnya memakan waktu berbulan-bulan. Biaya visa Saudi juga dikenal mahal dan sulit untuk mendapatkannya.

Pada 2013 lalu, Riyadh mengumumkan akan mengeluarkan visa turis untuk pertama kalinya dalam sejarah untuk menarik kunjungan wisatawan.Tapi, program tersebut berulang kali ditunda. Pasalnya, Saudi sedang menyiapkan infrastruktur untuk membangun infrastruktur dan menyiapkan warganya ramah dalam menyambut wisatawan. Sebelumnya, pada 2016, pendahulu Mohammed bin Salman, Mohammad bin Nayef pernah berencana mengeluarkan visa turis.

Dengan mengusung proyek “Visi 2030”, Mohammed bin Salman ingin mengubah kehidupan warga Saudi agar lebih atraktif bagi wisatawan dan investor asing. Visi negara Saudi kini bertujuan untuk menuju masyarakat yang modern.

Dalam bidang sosial, Mohammed juga pernah menyatakan keinginan Saudi kembali ke Islam moderat. Itu pun ditunjukkan Mohammed dengan mengizinkan perempuan mengendarai mobil, konser musik digelar, dan pencabutan larangan pendirian bioskop setelah 35 tahun lamanya.

Sektor pariwisata telah diidentifikasi sebagai penyumbang utama karena pihak berwenang berharap uang yang dikeluarkan dari pariwisata meningkat dari USD27,9 miliar pada 2015 menjadi USD46,6 miliar pada 2020.

Pada Agustus silam, Arab Saudi meluncurkan sebuah proyek pariwisata besar untuk membangun resort di sekitar 50 pulau di lepas pantai Laut Merah. Tahap pertama proyek ini akan selesai pada 2022 yang dibangun di antara kota Umluf dan Alwajh. Proyek itu akan menciptakan 35.000 pekerjaan baru. Selain itu, proyek tersebut juga akan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) Saudi mencapai senilai USD5 miliar (Rp66,66 triliun).

Bersaing dengan Dubai
Harian Al Watan melaporkan kalau Saudi akan lebih mudah dikunjungi dengan adanya kebijakan visa turis. Dengan kebijakan baru tersebut, Riyadh akan bersaing dengan Dubai yang selama ini menjadi magnet bagi wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Padahal, setiap tahunnya Saudi menampung 3,7 juta umat Muslimyangmelaksanakan ibadah haji. Hanya 200.000 wisatawan non-ibadah yang berkunjung ke Saudi setiap tahunnya. Saudi berharap pada 2020, jumlah wisatawan asing akan meningkat menjadi 1,5 juta orang. Dan pada 2030, Saudi menargetkan kunjungan wisatawan mencapai 30 juta orang.

Sebenarnya Saudi telah mendapatkan devisa banyak dari kunjungan jamaah Haji dan umrah. Dengan adanya kawasan resor wisata, pilihan jamaah Haji dan umrah akan menambah liburan akan semakin bervariasi. Namun selama dikarenakan Saudi dikenal memiliki aturan yang ketat baik secara keagamaan dan sosial, Riyadh mengalami kesulitan untuk menarik kunjungan wisatawan asing non haji dan umrah.

Yang menjadi kekhawatirkan adalah citra Saudi sebagai negara Islam konservatif dengan berbagai larangan. Belum jelas informasi mengenai bagaimana pakaian yang boleh digunakan atau apakah pembatasan serta pelarangan akan dilonggarkan atau tidak. Pasalnya, alkohol, bioskop, dan teater dilarang di Arab Saudi. Perempuan juga harus mengenakan pakaian pajang serta kerudung jika mereka muslim. Perempuan juga dilarang untuk mengendari mobil dan harus mendapatkan izin dari suami atau orang tua jika bepergian.

Namun demikian, Saudi dikabarkan akan melonggarkan berbagai aturan khusus di zona wisata resor Laut Merah tersebut. Melansir The Guardian, Saudi sedang mempersiapkan aturan hukum agar alkohol boleh dikonsumsi oleh wisatawan.

Mereka akan membuka pintu bagi berbagai tempat hiburan karena lokasi tersebut akan menjadi kota hiburan baru pertama di Saudi. Berbagai wahana wisata theme park juga akan dibangun di sana. “Jika Saudi tidak mengubah larangan alkohol dan berpakaian, wisatawan akan enggan ke sana,” ujar Direktur Teneo Intelligence berbasis di London, Crispin Hawes, dilansir The Washington Post.

Riyadh Diserang
Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nikki Haley menyebutkan rudal yang ditembakkan dari Yaman ke ibu kota Arab Saudi, Riyadh, memiliki ciri khas senjata yang dipasok Iran. Di hadapan para anggota Dewan Keamanan PBB, Haley mengatakan rudal tersebut punya kesamaan dengan rudal dalam serangan-serangan serupa yang menggunakan senjata pasokan Iran.

“Kita harus bertindak bersama untuk mengungkap kejahatan-kejahatan rezim Teheran dan melakukan apapun yang diperlukan demi memastikan mereka mendapat pesannya,” ujar Haley dilansir BBC.

"Jika kita tidak melakukannya, Iran akan membawa dunia lebih masuk ke dalam konflik kawasan," papar Haley.

Namun, Rusia yang bersekutu dengan Iran, mengindikasikan tidak akan mendukung rencana aksi tersebut. Sebelumnya, Iran berkeras membantah mempersenjatai kubu pemberontak Houthi di Yaman.

Stasiun televisi Al Masirah milik kelompok pemberontak Houthi di Yaman mengatakan sasaran rudal adalah pertemuan para pemuka Arab Saudi di Istana Al-Yamama, yang merupakan kantor pusat Raja dan juga pengadilan kerajaan.(Andika Hendra)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4623 seconds (0.1#10.140)