Takut Bom Nuklir Korut, Pesanan Bungker di Jepang Melonjak

Senin, 17 Juli 2017 - 11:13 WIB
Takut Bom Nuklir Korut, Pesanan Bungker di Jepang Melonjak
Takut Bom Nuklir Korut, Pesanan Bungker di Jepang Melonjak
A A A
TOKYO - Pesanan bungker anti-nuklir dari publik di Jepang terus melonjak. Pemicunya karena ketakutan akan serangan bom nuklir dari Korea Utara (Korut).

Seiichiro Nishimoto, salah satu pemilik perusahaan pembangun bungker anti-nuklir, mengatakan bahwa pesanan dari warga meningkat secara dramatis sejak awal tahun ini.

Perusahaannya yang berbasis di Osaka telah menjual lebih dari selusin tempat penampungan dalam dua bulan terakhir. Angka itu dua kali lipat dari jumlah penjualan dalam setahun.

”Sebagian besar konsumen kami khawatir tentang dampak nuklir dari serangan Korut,” kata Nishimoto, 80, yang dilansir The Guardian, Senin (17/7/2017).

”Saya pikir kita harus memiliki tempat penampungan di mana-mana di Jepang. Orang-orang mengeluh tentang biayanya, tapi yang terkecil tidak lebih mahal dari mobil keluarga,” ujarnya.

Baca Juga: Takut Diserang Korut, Warga Jepang Pesan Bungker Nuklir

Nishimoto telah mengambil tiga pesanan dalam seminggu terakhir dan dia sedang dalam pembicaraan dengan pemilik blok apartemen untuk menginstal sebuah tempat penampungan komunal.

Salah satu pemesan bungker anti-nuklir ke perusahaan tersebut adalah Yoshihiko Kurotori, warga pinggiran Kota Wakayama hanya berjarak satu kilometer dari bentangan pantai Pasifik.

Kurotori meminati bungker anti-nuklir sejak bencana gempa dan tsunami melanda Jepang beberapa tahun lalu. Dia merasa bungker tak hanya diperlukan untuk melindungi diri dari tsunami, tapi juga sebagai antisipasi terhadap serangan bom nuklir Korut.

”Saya melihat fondasi dari apa yang dulunya adalah rumah orang di sana dan kemudian saya kini perlu melindungi diri saya sendiri,” kata Kurotori, mengacu pada rumah-rumah yang hancur akibat tsunami.

”Tetangga saya bertanya kepada saya apa yang sedang saya lakukan saat penggali tiba. Mereka mengira saya menyia-nyiakan uang saya, tapi Anda tidak bisa membayar harga dengan sebuah keselamatan.”

Bungker pesanannya dibangun berupa ruang mungil dengan dinding beton bertulang baja setebal 35 cm. Bagian tengahnya terdapat unit ventilasi senilai 1,8 juta yen buatan Swiss. Unit ventilasi itu dirancang untuk menyaring partikel radioaktif dan gas syaraf seperti VX dan sarin, saat penghuninya berada di dalam bungker.

Pemerintah Jepang memperkirakan hanya butuh waktu 10 menit untuk sebuah rudal menempuh jarak 1.600 km dari lokasi peluncuran di Korut untuk menghantam sebuah fasilitas militer AS di pulau Okinawa, Jepang selatan.

Kurotori mengatakan bahwa lebih dari tujuh dekade masa damai membuat orang-orang Jepang merasa puas.

”Masalahnya dengan orang Jepang adalah kita merasa damai sejahtera,” katanya. ”Mereka pikir pemerintah akan mengurus semuanya, dan selama kita memiliki konstitusi anti-perang maka kita akan baik-baik saja,” lanjut dia.

”Tapi lihat saja, Jepang dikelilingi (situasi) yang tidak stabil, di semenanjung Korea, Laut Cina Selatan,” imbuh dia.

Nobuko Oribe, Direktur Oribe Seiki Seisakusho—perusahan bungker lainnya di Jepang—juga mengaku telah menerima pesanan dua kali lebih banyak pada bulan April dan Mei 2017. Pesanan sebanding dengan total pesanan sepanjang tahun 2016.

“Tapi ada batasan berapa banyak orang dapat membangun tempat penampungan, dan pemerintah tidak akan melakukan untuk mereka,” katanya. ”Kami begerak melalui (pengalaman) Hiroshima dan Nagasaki, dan sekarang, 70 tahun kemudian, orang-orang khawatir lagi dengan serangan nuklir,” ujarnya mengacu pada ancaman serangan nuklir Korut.

Perusahaan itu didirikan oleh kakek Oribe sesaat setelah krisis rudal Kuba pecah. Perusahaan menawarkan berbagai tempat penampungan, termasuk satu unit bunker untuk 13 orang dengan biaya 25 juta yen.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3273 seconds (0.1#10.140)