AS Mendeportasi Pria Indonesia setelah Gagal Cari Suaka 2 Dekade

Sabtu, 20 Mei 2017 - 06:46 WIB
AS Mendeportasi Pria Indonesia setelah Gagal Cari Suaka 2 Dekade
AS Mendeportasi Pria Indonesia setelah Gagal Cari Suaka 2 Dekade
A A A
NEW JERSEY - Otoritas Amerika Serikat (AS) mendeportasi seorang pria Indonesia bernama Arino Massie setelah upayanya mencari suaka selama dua dekade gagal. Dia pergi ke AS sejak lama untuk menghindari kekerasan yang mengatasnamakan agama.

Massie diterbangkan dari Bandara John F Kennedy menuju Jepang pada 18 Mei 2017. Dari Jepang, dia akan diterbangkan ke Indonesia.

Sebelum dideportasi, pria tersebut dibawa ke Pusat Penahanan Elizabeth bersama tiga pria Indonesia lainnya. Ketiga pria Indonesia itu juga akan dideportasi seperti nasib Massie.

Massie adalah satu dari ribuan imigran yang tinggal di AS secara ilegal. Dia tertangkap dalam operasi yang digelar pegawai Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) yang menjalankan perintah eksekutif Presiden Donald Trump terkait kebijakan imigrasi yang ketat.

Langkah pemerintah AS mendeportasi Massie sempat ditentang para pendukungnya yang ikut berjuang agar dia diizinkan tinggal di AS. Massie tercatat sebagai warga Kristen asal Indonesia yang melarikan diri ke AS lebih dari 20 tahun lalu dengan klaim menghindari kekerasan yang mengatasnamakan agama.

Pendeta Seth Kaper-Dale, yang telah memperjuangkan orang-orang yang diizinkan tinggal di AS ikut beraksi di luar Pusat Penahanan Elizabeth ketika Massie dideportasi. Dia ikut demo setelah menerima laporan bahwa izin tinggal Massie ditolak pemerintah AS.

”Satu jam kemudian, dari bandara Arino (Massie) menghubungi (saya) untuk mengatakan, 'Pendeta, saya sudah berada di pesawat. Saya menuju Jepang. Terima kasih atas semua upaya masyarakat. Katakan pada komunitas bahwa saya mencintai mereka. Katakan kepada anak saya bahwa saya mencintainya’,” kata Kaper-Dale menirukan pesan Massie yang dia ceritakan kepada puluhan orang yang demo.

Istri Massie dan anak laki-laki berusia 12 tahun, Joel, tinggal di Edison. Istri Massie tidak ikut demo, sedangkan anaknya yang sedang sekolah tidak menyadari bahwa ayahnya telah dideportasi.

Juru bicara ICE, Luis Martinez, mengonfirmasi bahwa Massie telah dipindahkan dari pusat penahanan pada siang hari, namun tidak memberikan komentar mengenai kasus tersebut. “ICE tidak lagi menyampaikan kategori orang asing yang dapat dibebaskan dari kemungkinan penegakan hukum,” katanya.

“Orang asing yang melanggar undang-undang imigrasi tunduk pada penangkapan, penahanan, dan penempatan imigrasi dalam proses pemindahan (deportasi).”

Tiga pria Indonesia lainnya yang terancam dideportasi adalah Oldy Monolo, Rovani Wangko dan Saul Timisela yang saat ini berada di Pusat Penahanan. Tidak seperti Massie, mereka tidak memiliki paspor, sehingga proses deportasi ditunda.

Seorang teman Massie yang biasa beribadah bersama mengatakan bahwa Massie merasa khawatir jika dipulangkan ke Indonesia.

”Bisakah Anda bayangkan, seseorang yang mencari suaka dan kemudian kembali ke indonesia? Bagaimana mereka akan memperlakukannya,” kata Fredrick Rattu, seorang penduduk Philadelphia asal Indonesia yang datang ke AS pada tahun 1994 dengan visa turis. Dia menjadi penduduk resmi selama pemerintahan Bill Clinton.

Kaper-Dale mengatakan, pihak ICE seharusnya menggunakan kebijaksanaan untuk membiarkan orang-orang Indonesia itu tinggal di AS.

”Dia (direktur ICE) berhasil menghancurkan sebuah keluarga, merobek keluarga hingga terpisah. Mereka dalam kekacauan karena sistem imigrasi yang rusak,” kritik dia, seperti dikutip dari NorthJersey.com, Sabtu (20/5/2017).
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3237 seconds (0.1#10.140)