Terancam Hancur, ISIS Berniat Merger dengan Kelompok Teroris Lain

Kamis, 27 April 2017 - 03:13 WIB
Terancam Hancur, ISIS Berniat Merger dengan Kelompok Teroris Lain
Terancam Hancur, ISIS Berniat Merger dengan Kelompok Teroris Lain
A A A
MOSKOW - Kepala Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) menyebut ISIS dan kelompok teroris lain telah mengubah taktik mereka. Mereka telah memindahkan anggotanya ke Afghanistan, Yaman dan Afrika untuk membentuk jaringan teroris baru dengan skala besar yang besar.

"Setelah menyadari bahwa mereka terancam mengalami kehancuran total di zona bekas dominasi mereka, para pemimpin kelompok teroris internasional terbesar macam ISIS, Front al-Nusra dan sisa-sisa struktur al-Qaeda yang sudah ada sebelumnya, mulai mengubah taktik mereka secara khusus. Mereka meningkatkan pemindahan militan ke Afghanistan, Yaman dan masuk ke Afrika, dan mulai membangun basis dukungan dan basis di sana," tutur Aleksandr Bortnikov.

"Kami berbicara tentang pengembangan jaringan teroris baru skala besar baru. Ada juga laporan tentang negosiasi yang sedang berlangsung antara ISIS dan kelompok teroris lainnya tentang kemungkinan merger," imbuhnya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (27/4/2017).

Bortnikov menunjukkan bahwa potensi yang tersisa dari organisasi teroris internasional berarti bahwa negara-negara yang berperang melawan terorisme masih mempraktikkan pendekatan yang beragam. Untuk mengatasi masalah ini dan membangun front anti-teroris yang efektif, perlu dibuat beberapa standar utama bersama-sama.

"PBB adalah platform terbaik untuk pekerjaan semacam itu," tambahnya.

Pejabat tinggi keamanan Rusia mengatakan bahwa mematikan basis sumber daya teroris adalah bagian penting untuk melawan organisasi teroris internasional.

"Hal ini diperlukan untuk bekerja secara mendalam di lingkungan yang para pemimpin organisasi teroris internasional andalkan dan dapatkan dukungan dalam menjalankan tindakan mereka. Kami melihatnya di Suriah, Irak dan di tempat lain, di mana sejumlah besar orang menjadi pelaku bom bunuh diri demi gagasan teroris," kata Bortnikov, mencatat bahwa ini telah menjadi tren.

Bortnikov menekankan bahwa aktivitas teroris menjadi semakin agresif.

"Kami melihat bagaimana militan, setelah secara ideologis diobati dan diuji dalam pertempuran di zona konflik bersenjata, dapatkan semua kontak dan keterampilan yang diperlukan untuk menyembunyikan aktivitas kriminal mereka, dan kembali ke negara-negara eksodus atau pindah ke bagian lain dunia yang sebelumnya tidak terpapar ancaman teroris," ungkapnya.

"Kegiatan teroris ini menjadi lebih canggih, propaganda mereka lebih agresif, tujuan serangan dan cara pemenuhannya lebih beragam," terang Bortnikov.

Bortnikov menyatakan Timur Tengah dan Afrika Utara merupakan sarang utama terorisme di seluruh dunia.

"Sengaja mendalangi Arab Spring dari luar dengan tujuan demokratisasi sejumlah negara di wilayah ini dan menyebabkan kekacauan di dalamnya, menyebabkan perubahan besar di negara bagian tersebut. Akibatnya, pemerintah yang sah sekarang berperang melawan kelompok teroris bersenjata," kata Bortnikov.

Hal ini pada gilirannya telah menyebabkan jutaan pengungsi terpaksa melarikan diri dari rumah mereka untuk mencari keamanan, tempat tinggal dan makanan.

"Situasi keseluruhan pengungsi dan migran tidak dapat diabaikan, terutama berkaitan dengan dukungan ideologis untuk integrasi orang-orang terlantar. Proses ini terkait dengan fakta bahwa mereka ditolak oleh masyarakat baru, lingkungan sosial baru, yang memicu agresi," jelas Bortnikov.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3152 seconds (0.1#10.140)