Kim Jong-nam Dibunuh Dengan Racun Saraf VX

Sabtu, 25 Februari 2017 - 22:03 WIB
Kim Jong-nam Dibunuh Dengan Racun Saraf VX
Kim Jong-nam Dibunuh Dengan Racun Saraf VX
A A A
KUALA LUMPUR - Racun yang merenggut nyawa Kim Jong-nam akhirnya terungkap. Kepolisian Diraja Malaysia kemarin memastikan kakak tiri Presiden Korea Utara Kim Jong-un itu tewas akibat terpapar racun kimia agen saraf VX (Ethyl S-2 Diisopropylaminoethyl Methylphosphonothiolate). Kepastian itu pun membuat sejumlah pihak terkejut.

VX diklasifikasikan sebagai senjata pemusnah massal yang dilarang dalam Konvensi Senjata Kimia 1997 dan Konvensi Senjata Kimia 2005. Korea Selatan mengecam keras dan menyatakan penggunaan zat kimia terlarang sebagai pelanggaran nyata atas peraturan internasional. Adapun Malaysia akan meminta bantuan Dewan Perizinan Energi Atom (Atomic Energy Licensing Board/AELB) untuk melakukan pemeriksaan sisa-sisa VX di Bandara Internasional Kuala Lumpur.

“Saya khawatir sisa-sisa VX masih ada di sana. Tapi saya bukan ahli kimia, jadi kami akan meminta bantuan para ahli,” kata Kepala Kepolisian Malaysia Khalid Abu Bakar di Kuala Lumpur kemarin. Khalid mengungkapkan, temuan VX berdasarkan hasil analisis para ahli senjata kimia terhadap mukosa (selaput) mata dan muka Jong-nam.

Mantan dosen toksikolog dari Universitas Ilmu Pengetahuan Malaysia (Universiti Sains Malaysia/USM) Dokter Dzulkefly Ahmad mengatakan, Jong-nam kemungkinan mengalami nyeri hebat sebelum tewas pada 13 Februari lalu. Takaran 10-15 miligram dinilainya sudah cukup kuat untuk membunuh dalam hitungan detik atau menit. Dzulkefly memaparkan, VX bereaksi terhadap sistem saraf hingga membuat saraf menjadi lumpuh dan menyebabkan korban tewas akibat kekurangan oksigen.

“VX merupakan agen kimia yang sangat mengerikan dan pernah digunakan selama perang senjata kimia, termasuk dalam Perang Iran-Irak pada 1980-an,” katanya, dikutip The Star. Dari apa yang dia pelajari mengenai efek VX, toksisitas VX yang menewaskan Jongnam di Bandara Kuala Lumpur juga kemungkinan tinggi. Jong-nam mengalami pusing dan pingsan sebelum tewas.

“Intinya, VX lebih pada penghentian sistem pernapasan. Korban akan mengalami sesak sebelum pingsan,” terang Dzulkefly. Sejauh ini, kata dia, tidak ditemukan penawar VX berdosis tinggi. Satu dari dua tersangka perempuan yang menyerang Jong-nam, Doan Thi Huong asal Vietnam atau Siti Aisyah asal Indonesia, juga mengalami penurunan kesehatan. Tersangka itu, kata Khalid, beberapa kali muntah-muntah. Menurut Dzulkefly, apa yang dialami tersangka merupakan gejala VX.

Korban harus segera diperiksa dan diberi obat penawar. VX dapat terserap ke dalam kulit dan menyebabkan tubuh keracunan, sekalipun tersentuh dengan menggunakan sarung tangan. Huong dan Aisyah juga dilaporkan mengoleskannya ke atas telapak tangan.

“Gejala-gejala itu akan terjadi ketika mereka tidak melindungi diri dengan baik. Mereka bisa mengalami muntahmuntah atau diare,” ujar Dzulkefly. Ketua program nonproliferasi kimia dan biologi dari Institut Middlebury, Raymond Zilinskas, juga mencurigai tersangka memakai ramuan khusus sehingga masih bisa hidup sampai sekarang.

Paling Mematikan


Akademi Nasional menyatakan huruf “V” dalam VX merupakan singkatan dari venom (racun) mengingat kemampuan penetrasinya terhadap kulit sangat hebat. Pusat Kendali dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS menambahkan, gejala akibat dosis tinggi VX di antaranya kejang-kejang, penurunan kesadaran, lumpuh, dan sesak. VX merupakan agen saraf paling mematikan yang pernah ditemukan para ilmuwan.

VX bahkan 100 kali lebih mematikan daripada gas saraf sarin yang digunakan dalam serangan di kereta bawah tanah Tokyo pada 1995. VX juga sulit dideteksi. Cairannya bening seperti bahan bakar minyak (BBM), tapi tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna. VX disintesis pada awal pertengahan 1950-an oleh seorang ahli kimia yang bekerja di Industri Kimia Kekaisaran Inggris, Ranaji Ghosh.

Properti fisik dan toksisitasnya kemudian dipelajari lebih dalam oleh militer Inggris sebelum diserahkan kepada militer Amerika Serikat (AS). Produksi massal pertama VX terjadi pada 1961 oleh AS. Tentara AS pernah dinyatakan terlibat dalam sejumlah kasus VX, baik disengaja maupun tidak. Sebagian besar penggunaannya dilakukan selama perang.

AS dan Rusia merupakan negara yang mengaku memiliki persediaan VX. Suriah dan Korut juga diyakini menyimpan ribuan dan tonnan VX, kendati hal itu tidak dapat diverifikasi. Seperti dilansir AFP yang mengutip sebuah dokumen dari Kementerian Pertahanan Korea Selatan, Korut memiliki 5.000 ton senjata kimia, di antaranya VX. Korut memproduksinya sejak 1980-an di delapan lokasi, termasuk di Chongjin dan Sinuiju.

Pembuatan VX dinilai pakar kimia Lee Il-woo mudah dan murah. Ahli ilmu pengetahuan militer Profesor Kim Jong-ha dari Universitas Hannam mengatakan, Korut memiliki 16 agen saraf dan 13 tipe senjata biologi. Tidak seperti lebih dari 160 negara lainnya, Korut tidak menandatangani Konvensi Senjata Kimia pada 1997 yang melarang pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan senjata kimia.

Merespons hasil penyidikan itu, Duta Besar Korut untuk Malaysia Kang Chol disebut menolak hasil laporan penyelidikan Kepolisian Malaysia dan melontarkan kritik pedas. Penolakan ini disampaikan pejabat Malaysia kemarin. “Kami telah memberitahuinya mengenai hasil awal penyelidikan. Namun, dia terus membuat tuduhan terhadap pemerintah,” kata Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman.

Jong-nam tewas di Bandara Internasional Kuala Lumpur sebelum memulai perjalanan ke rumahnya di Makau, Senin (13/2). Dia dibunuh dengan racun ketika menunggu keberangkatan pesawat. Jong-nam terjatuh dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit tidak lebih dari lima detik.

Polisi Malaysia sejauh ini telah menahan empat tersangka yang diduga terlibat kasus pembunuhan itu. Mereka dua orang perempuan, yakni Doan Thi Huong asal Vietnam dan Siti Aisyah asal Indonesia, pria Malaysia bernama Muhammad Farid bin Jallaludin, dan seorang warga Korut bernama Ri Jong-chol.

Indonesia Dapat Akses


Setelah hampir dua pekan menunggu, pemerintah Indonesia akhirnya mendapatkan akses kekonsuleran atas kasus yang membelit Siti Aisyah. Kepastian ini kemarin dikonfirmasi Menlu Malaysia kepada Menlu RI Retno LP Marsudi melalui sambungan telepon. “Terkait dengan hal tersebut, Menlu Retno telah menugaskan KBRI Kuala Lumpur untuk menggunakan akses kekonsuleran sebaik mungkin,” bunyi keterangan pers Kemlu RI.

Direncanakan Tim Perlindungan WNI KBRI bersama pengacara akan berkunjung ke Kepolisian Cyberjaya hari ini (25/2) pada waktu yang telah disepakati. Pemberian akses kekonsuleran ini menjadi angin segar setelah pemerintah Indonesia berulang kali gagal untuk menemui atau mendapatkan keterangan Siti Aisyah. Bagi Indonesia, pertemuan itu penting untuk memastikan identitas Aisyah.

“Sejauh ini yang kami tahu paspornya memang asli Indonesia, tapi kami belum bisa mengatakan orang yang ditahan ini benar WNI sebab harus dipastikan orang ini memang sama dengan paspornya,” kata Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir. Dia menuturkan, akses kekonsuleran akan dimanfaatkan untuk melakukan verifikasi secara fisik status kewarganegaraan Aisyah, memastikan kondisinya, dan mendapatkan informasi awal dalam rangka pendampingan hukum lebih lanjut,” kata dia.

Dalam wawancara dengan awak media di Jakarta, Dubes Malaysia untuk Indonesia Datuk Seri Zahrain Mohamed Hashim kemarin mengakui telah memberikan akses kekonsuleran bagi KBRI Kuala Lumpur. “Pemerintah Malaysia telah mengantarkan nota diplomatik kepada KBRI untuk memberi tahu bahwa pihak polisi Malaysia telah mengizinkan Siti Aisyah menggunakan pelayanan konsuler dari KBRI,” katanya.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3822 seconds (0.1#10.140)