Kedubes AS Gelar Pertukaran Kebudayaan Penyandang Tuna Rungu

Senin, 04 Januari 2016 - 20:59 WIB
Kedubes AS Gelar Pertukaran Kebudayaan Penyandang Tuna Rungu
Kedubes AS Gelar Pertukaran Kebudayaan Penyandang Tuna Rungu
A A A
JAKARTA - Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) bersama organisasi nirlaba Dr Mason Global Inc. menggelar sebuah program pertukaran kebudayaan. Uniknya, peserta program ini adalah para penyandang tuna rungu.

Tak kurang dari 10 penyandang tuna rungu asal Negeri Paman Sam terbang ke Indonesia untuk mengikuti program ini. Mereka terdiri atas para pria dan wanita yang memiliki beragam profesi, dari atlet sampai pengacara yang semuanya mengalami gangguan pada pendengarannya atau tuli.

Tujuan program ini adalah unutk mempertemukan para penyandang tuna rungu yang memiliki jiwa kepemimpinan dari AS dan Indonesia untuk saling berbagi pengalaman professional dan pribadi. Dari situ diharapkan mereka bisa menjalin hubungan untuk meningkatkan implementasi yang tepat serta mengembangkan praktik-praktik terbaik atas Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

“Ini adalah program yang kali pertama digelar Kedubes AS di Indonesia. Nanti akan ada 8 penyandang tuna rungu asal Indonesia yang akan berangkat ke Amerika. Diharapkan dari program ini akan terjadi peluang sejajar antara penyandang tuna rungu dengan orang lain. Penyandang tuna rungu bukan saja bisa sejajar tapi juga bisa sukses,” papar Wakil Duta Besar AS untuk Indonesia, Brian McFeeters, di kediaman Dubes AS di Jakarta, Senin (4/1/2016).

Sebagian besar penyandang tuna rungu yang mengikuti program ini berharap bahwa nantinya mereka bisa bertukar pengalaman dan berbagi informasi mengenai apa saja yang bisa dilakukan untuk membantu. Para penyandang tuna rungu asal AS juga menuturkan mereka sangat bahagia bisa mengikuti program ini.

Menurut salah satu peserta, Dr Shazia Siddiqi, dia ingin tahu apa saja hambatan yang dihadapi para penyandang tuna rungu di Indonesia dan ingin berbagi saran untuk membantu. Apalagi, banyak penyandang tuna rungu yang menjadi korban kekerasan dan tidak bisa menyalurkan pikirannya karena kendala komunikasi.

Direktur Eksekutif DAWN (dulunya dikenal sebagai Jaringan Wanita Tuli Korban Kekerasan) ini menuturkan, di AS, 1 dari 2 wanita penyandang tuna rungu menjadi korban kekerasan. “Saya tidak bisa membayangkan yang terjadi di Indonesia. Apalagi, ini sesuatu yang jarang dibahas. Saya ingin tahu apa saja hambatan individu penyandang tuna rungu di Indonesia,” ujar dia.

Di Amerika, dia telah membantu banyak penyandang tuna rungu yang mengalami kekerasan lewat lembaga yang dia dirikan. Shazia mengaku belum pernah menjadi korban kekerasan, tapi dirinya tumbuh melihat kekerasan yang menimpa rekan-rekannya. Lewat lembaga yang dirikan, dia ingin kaum tuna rungu memiliki wadah untuk menceritakan apa yang dia alami sekaligus mencarikan jalan keluar dan memberikan bantuan jika memang diperlukan.

Sementara, Adhi Kusuma Bharotorres, salah satu peserta program ini dari Indonesia menyatakan, sampai saat ini kendala yang dihadapi para penyandang tuna rungu di Indonesia adalah bahasa. Meskipun sama-sama memakai bahasa isyarat, tapi bahasa yang dipakai dalam bahasa Inggris dan Indonesia adalah berbeda. Sudah menjadi tugasnya sebagai periset bahasa isyarat di Laboratorium Bahasa Isyarat (LBRI) Universitas Indonesia untuk membantu mencari jalan keluarnya.

“Saya ingin membantu memberikan akses ke semua orang di Indonesia mengenai penyandang tuna rungu,” ujar Adhi. Menurut Adhi, kendala terbesar yang dihadapi para penyandang tuna rungu di Indonesia adalah peluang untuk mencari pekerjaan. Ketika dihadapkan dengan penyandang disabilitas lain di bursa kerja, maka penyandang tuna rungu adalah kaum yang tersisihkan. Inilah yang ingin diperjuangkan Adhi dan teman-temannya di Laboratorium Bahasa Isyarat.

Selama berada di Indonesia, para delegasi dari AS dan Indonesia ini akan berpartisipasi dalam acara diplomatik dan advokasi bersama Kedubes AS, Kementerian Sosial, kunjungan ke sekolah khusus tuna rungu dan ikut serta dalam pelatihan dan pertemuan dengan anggota komunitas tuna rungu. Mereka juga akan berkunjung ke Yogyakarta, Bengkala (Bali) dan Denpasar selain di Jakarta.

Rombongan delegasi AS akan berada di Indonesia selama kurang lebih 2 pekan. Sementara delegasi Indonesia akan bertolak ke Amerika pada bulan Juni mendatang.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3981 seconds (0.1#10.140)