Kremlin Tak Terima Dituding Ingin Pecah Ukraina Seperti Korea

Senin, 09 Januari 2023 - 20:49 WIB
Prajurit Ukraina menyiapkan senjata self-propelled 2S7 Pion untuk menembak ke suatu posisi, di garis depan wilayah Kherson, Ukraina, 9 November 2022. Foto/REUTERS/Viacheslav Ratynskyi
MOSKOW - Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tuduhan Rusia diam-diam menegosiasikan diakhirinya konflik Ukraina sebagaimana Perang Korea berakhir adalah salah.

Pejabat Rusia itu menyebut "hoax" laporan pekan lalu di Ukraina bahwa Wakil Kepala Administrasi Kepresidenan Rusia Dmitry Kozak terlibat dalam misi diplomatik rahasia untuk menyelesaikan konflik Ukraina.

Kepala Dewan Keamanan Nasional Ukraina Aleksey Danilov mengklaim selama wawancara TV pekan lalu bahwa Kozak "bertindak" dan mengadakan pertemuan dengan pejabat Eropa "untuk memaksa kami menandatangani" kesepakatan damai.



Dia menyatakan Rusia ingin membagi Ukraina seperti Semenanjung Korea terbelah pada tahun 1953, setelah konflik bersenjata yang menghancurkan selama tiga tahun. “Kiev tidak akan menerima kesepakatan seperti itu,” ujar Danilov.



Peskov menyebut kontak apa pun antara Kozak dan pejabat UE yang dirujuk Danilov mungkin melibatkan orang yang berbeda dengan nama belakang yang sama, mungkin seorang anggota parlemen Ukraina.

Taras Kozak adalah politisi Ukraina yang terpilih menjadi anggota parlemen negara itu pada tahun 2019 dan bergabung dengan faksi Partai Oposisi Untuk Kehidupan.

Partai tersebut telah berulang kali diserang pemerintahan Presiden Volodymyr Zelensky karena diduga memiliki agenda pro-Rusia, tetapi para anggotanya bersikeras mereka adalah korban penganiayaan politik.



Pada awal 2021, Dewan Keamanan Ukraina memberlakukan sanksi pribadi terhadap Kozak dan ketua partai, Viktor Medvedchuk.

Pada bulan Mei tahun yang sama, keduanya didakwa melakukan pengkhianatan negara karena diduga menyerahkan rahasia Ukraina ke Rusia.

Kozak dilaporkan meninggalkan negara itu tidak lama kemudian. Medvedchuk ditempatkan di bawah tahanan rumah, dilaporkan melarikan diri tahun lalu, tetapi ditangkap dan kemudian dimasukkan dalam pertukaran tahanan dengan Rusia. Kiev menyita aset yang dimiliki kedua pria itu.

Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari 2022, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.

Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014. Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”

Sesaat sebelum permusuhan pecah, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun.

September lalu, Donetsk dan Luhansk, serta Wilayah Kherson dan Zaporozhye, digabungkan ke dalam Rusia setelah referendum.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More