Singapura, Satu-satunya Negara di Asia Tenggara yang Jadi Musuh Rusia
Jum'at, 14 Oktober 2022 - 15:36 WIB
JAKARTA - Pada Maret lalu, Rusia merilis 48 negara dan teritori asing yang tak bersahabat dengan Rusia.
Daftar negara “musuh” itu disusun atas perintah Presiden Vladimir Putin karena menjatuhkan sanksi terhadap Moskow terkait invasinya ke Ukraina.
Berdasarkan draft dari Kremlin, satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk daftar itu adalah Singapura.
Berikut daftar puluhan negara yang dinyatakan tidak bersahabat dengan Rusia:
1. Amerika Serikat
2. Kanada
3. Uni Eropa (mencakup 27 negara)
4. Inggris (mencakup Jersey, Anguilla, British Virgin Island, Gibraltar)
5. Ukraina
6. Montenegro
7. Swiss
8. Albania
9. Andorra
10. Islandia
11. Liechtenstein
12. Monako
13. Norwegia
14. San Marino
15. Makedonia Utara
16. Jepang
17. Korea Selatan
18. Australia
19. Mikronesia
20. Selandia Baru
21. Singapura
22. Taiwan (dianggap sebagai wilayah China, tetapi memerintah sendiri sejak 1949).
Daftar itu dirilis Rusia ketika invasi memasuki hari ke-12.
"Mereka yang ada dalam daftar dianggap telah mengambil tindakan tidak bersahabat terhadap Rusia, perusahaan Rusia, dan warga negaranya," bunyi dekrit pemerintah Rusia saat itu.
Sejak daftar itu diumumkan, semua kesepakatan perusahaan dengan perusahaan dan individu dari negara dan teritori asing yang tidak bersahabat harus disetujui oleh komisi pemerintah Rusia—Komisi Pengendalian Investasi Asing, yang didirikan oleh Kremlin pada 2008 untuk memantau investasi asing di sektor-sektor strategis.
Dekrit tersebut menyatakan bahwa warga negara, perusahaan,wilayah dan kota di Rusia yang memiliki kewajiban valuta asing kepada kreditur asing dari mereka yang ada dalam daftar akan dapat membayarnya dalam rubel.
Arahan terbaru berlaku untuk pembayaran melebihi 10 juta rubel per bulan, atau jumlah serupa dalam mata uang asing.
Dekrit itu menambahkan bahwa komisi pemerintah Rusia yang bertanggung jawab atas investasi asing harus memberikan otorisasi untuk kesepakatan dengan warga Rusia.
Alasan Singapura
Singapura memilih mengambil sikap tegas dengan menghukum atau menjatuhkan sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong memberi alasan atas keputusan berani negaranya.
Dia mengatakan Singapura memilih untuk menegakkan prinsip utama yang sesuai dengan kepentingan nasional jangka panjangnya, yaitu kedaulatan dan integritas teritorial semua negara.
Posisi itu, kata dia, adalah salah satu yang diambil Singapura secara konsisten selama bertahun-tahun.
Ditanya tentang apa yang akan dia katakan kepada warga Singapura yang mungkin khawatir bahwa negara itu memilih berpihak, Lee menjawab: “Kami telah memilih prinsip dan kami menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang sesuai dengan kepentingan nasional jangka panjang kami, dan kami menjunjungnya secara konsisten.”
Salah satu prinsip fundamental tersebut adalah tidak melanggar integritas teritorial dan kedaulatan negara, yang diabadikan dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sekarang “dipertaruhkan” di tengah konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
“Itu adalah prinsip dasar yang sangat penting bagi kami karena jika itu diperebutkan, maka apa dasar kami untuk mengatakan bahwa kami berhak untuk hidup, dan untuk keamanan dan keselamatan di dunia,” kata PM Lee, seperti dikutip Channel News Asia.
“Oleh karena itu, kami mengambil sikap yang kuat,” ujarnya, menunjuk pada pengumuman negara itu pada Februari untuk menjatuhkan sanksi keuangan dan kontrol ekspor pada Rusia.
"Singapura telah mengambil pendirian yang jelas ini secara konsisten selama bertahun-tahun, seperti ketika menentang invasi Vietnam ke Kamboja pada tahun 1978," kata Lee.
Singapura juga mengambil sikap menentang invasi Amerika Serikat ke Grenada di Majelis Umum PBB pada tahun 1983.
“Kami memilih menentang mereka di PBB. (Itu) tidak berarti kami adalah musuh AS, tetapi kami tidak dapat menyetujui apa yang mereka lakukan,” imbuh dia.
"Demikian pula dalam kasus Ukraina, Singapura bukan musuh Rusia," katanya.
"Singapura tidak dapat mendukung atau memaafkan pelanggaran kedaulatan negara lain dan harus mengambil sikap," paparnya.
Lee juga mengatakan bahwa sanksi menandai langkah besar yang harus diambil untuk negara kecil seperti Singapura.
“Tetapi dalam kasus ini karena ini merupakan pelanggaran yang sangat mengerikan, mencolok dan besar terhadap norma-norma internasional dan dengan konsekuensi besar bagi tatanan global, termasuk di kawasan kami, kami memutuskan bahwa kami harus bertindak atas sanksi karena PBB tidak dapat bertindak," katanya.
“PBB jelas tidak bisa bertindak, karena Anda membutuhkan Dewan Keamanan. Rusia ada di sana; mereka memiliki hak veto (dan) itu tidak akan disahkan,” imbuh PM Lee.
"Tapi kami harus berdiri dan dihitung dan kami melakukannya.”
Daftar negara “musuh” itu disusun atas perintah Presiden Vladimir Putin karena menjatuhkan sanksi terhadap Moskow terkait invasinya ke Ukraina.
Berdasarkan draft dari Kremlin, satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk daftar itu adalah Singapura.
Berikut daftar puluhan negara yang dinyatakan tidak bersahabat dengan Rusia:
1. Amerika Serikat
2. Kanada
3. Uni Eropa (mencakup 27 negara)
4. Inggris (mencakup Jersey, Anguilla, British Virgin Island, Gibraltar)
5. Ukraina
6. Montenegro
7. Swiss
8. Albania
9. Andorra
10. Islandia
11. Liechtenstein
12. Monako
13. Norwegia
14. San Marino
15. Makedonia Utara
16. Jepang
17. Korea Selatan
18. Australia
19. Mikronesia
20. Selandia Baru
21. Singapura
22. Taiwan (dianggap sebagai wilayah China, tetapi memerintah sendiri sejak 1949).
Daftar itu dirilis Rusia ketika invasi memasuki hari ke-12.
"Mereka yang ada dalam daftar dianggap telah mengambil tindakan tidak bersahabat terhadap Rusia, perusahaan Rusia, dan warga negaranya," bunyi dekrit pemerintah Rusia saat itu.
Sejak daftar itu diumumkan, semua kesepakatan perusahaan dengan perusahaan dan individu dari negara dan teritori asing yang tidak bersahabat harus disetujui oleh komisi pemerintah Rusia—Komisi Pengendalian Investasi Asing, yang didirikan oleh Kremlin pada 2008 untuk memantau investasi asing di sektor-sektor strategis.
Dekrit tersebut menyatakan bahwa warga negara, perusahaan,wilayah dan kota di Rusia yang memiliki kewajiban valuta asing kepada kreditur asing dari mereka yang ada dalam daftar akan dapat membayarnya dalam rubel.
Arahan terbaru berlaku untuk pembayaran melebihi 10 juta rubel per bulan, atau jumlah serupa dalam mata uang asing.
Dekrit itu menambahkan bahwa komisi pemerintah Rusia yang bertanggung jawab atas investasi asing harus memberikan otorisasi untuk kesepakatan dengan warga Rusia.
Alasan Singapura
Singapura memilih mengambil sikap tegas dengan menghukum atau menjatuhkan sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong memberi alasan atas keputusan berani negaranya.
Dia mengatakan Singapura memilih untuk menegakkan prinsip utama yang sesuai dengan kepentingan nasional jangka panjangnya, yaitu kedaulatan dan integritas teritorial semua negara.
Posisi itu, kata dia, adalah salah satu yang diambil Singapura secara konsisten selama bertahun-tahun.
Ditanya tentang apa yang akan dia katakan kepada warga Singapura yang mungkin khawatir bahwa negara itu memilih berpihak, Lee menjawab: “Kami telah memilih prinsip dan kami menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang sesuai dengan kepentingan nasional jangka panjang kami, dan kami menjunjungnya secara konsisten.”
Salah satu prinsip fundamental tersebut adalah tidak melanggar integritas teritorial dan kedaulatan negara, yang diabadikan dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sekarang “dipertaruhkan” di tengah konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
“Itu adalah prinsip dasar yang sangat penting bagi kami karena jika itu diperebutkan, maka apa dasar kami untuk mengatakan bahwa kami berhak untuk hidup, dan untuk keamanan dan keselamatan di dunia,” kata PM Lee, seperti dikutip Channel News Asia.
“Oleh karena itu, kami mengambil sikap yang kuat,” ujarnya, menunjuk pada pengumuman negara itu pada Februari untuk menjatuhkan sanksi keuangan dan kontrol ekspor pada Rusia.
"Singapura telah mengambil pendirian yang jelas ini secara konsisten selama bertahun-tahun, seperti ketika menentang invasi Vietnam ke Kamboja pada tahun 1978," kata Lee.
Singapura juga mengambil sikap menentang invasi Amerika Serikat ke Grenada di Majelis Umum PBB pada tahun 1983.
“Kami memilih menentang mereka di PBB. (Itu) tidak berarti kami adalah musuh AS, tetapi kami tidak dapat menyetujui apa yang mereka lakukan,” imbuh dia.
"Demikian pula dalam kasus Ukraina, Singapura bukan musuh Rusia," katanya.
"Singapura tidak dapat mendukung atau memaafkan pelanggaran kedaulatan negara lain dan harus mengambil sikap," paparnya.
Lee juga mengatakan bahwa sanksi menandai langkah besar yang harus diambil untuk negara kecil seperti Singapura.
“Tetapi dalam kasus ini karena ini merupakan pelanggaran yang sangat mengerikan, mencolok dan besar terhadap norma-norma internasional dan dengan konsekuensi besar bagi tatanan global, termasuk di kawasan kami, kami memutuskan bahwa kami harus bertindak atas sanksi karena PBB tidak dapat bertindak," katanya.
“PBB jelas tidak bisa bertindak, karena Anda membutuhkan Dewan Keamanan. Rusia ada di sana; mereka memiliki hak veto (dan) itu tidak akan disahkan,” imbuh PM Lee.
"Tapi kami harus berdiri dan dihitung dan kami melakukannya.”
(min)
tulis komentar anda