China Akui Kirim Senjata Canggih ke Serbia, Dibawa 6 Pesawat
Selasa, 12 April 2022 - 10:00 WIB
BEIJING - Seorang pejabat China mengkonfirmasi pada Senin (11/4/2022) bahwa Beijing telah melakukan pengiriman peralatan militer ke Serbia sesuai kemitraan jangka panjang dengan negara Balkan.
Meski demikian, transfer senjata tersebut mengguncang saraf di Barat ketika media memperingatkan tentang "penumpukan senjata" oleh "sekutu Rusia" di tengah krisis Ukraina.
Enam pesawat angkut Y-20 Angkatan Udara China mendarat di Beograd pada Sabtu untuk mengirimkan kargo mereka.
“Pengiriman itu rutin sesuai rencana kerja sama antar negara,” papar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian kepada wartawan, Senin.
Dia menambahkan, “Itu tidak ada hubungannya dengan situasi saat ini dan tidak menargetkan negara lain.”
Associated Press (AP) dan media lainnya berspekulasi pesawat itu membawa rudal permukaan-ke-udara HQ-22 yang dipesan Serbia dari China.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengisyaratkan pengumuman besar pekan ini, mengatakan bahwa ia akan memperkenalkan "kebanggaan terbaru" dari militer negaranya.
Outlet media AS dan Inggris menyebut pengiriman itu "rahasia," "terselubung" atau "setengah rahasia" dan mengatakan itu telah menimbulkan kekhawatiran akan penumpukan militer pada saat perang antara Rusia dan Ukraina.
AP menyebut pengiriman senjata itu dapat "mengancam perdamaian yang rapuh" di Balkan.
Tidak jelas bagaimana pengiriman bisa dilakukan secara rahasia, karena kargo diterbangkan ke Beograd dengan enam pesawat angkut besar, melewati wilayah udara Turki dan anggota NATO lainnya.
Surat kabar Global Times milik negara China melaporkan pengiriman tersebut, menyebutnya sebagai operasi luar negeri terbesar dalam sejarah Y-20.
Outlet tersebut bahkan berspekulasi pesawat itu mengirimkan rudal HQ-22, versi ekspor yang dikenal sebagai FK-3.
Outlet Barat juga membuat klaim pengiriman itu meningkatkan kekhawatiran geopolitik tanpa mengidentifikasi orang atau pemerintah mana pun yang khawatir.
Dugaan ketakutan juga datang pada saat Amerika Serikat (AS) dan anggota NATO lainnya mempercepat pengiriman senjata ke Ukraina.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan pada Minggu bahwa Washington mengirim senjata ke Ukraina "setiap hari" di bawah rencana untuk memastikan Kiev dapat mengusir pasukan Rusia dan membantu mencapai tujuan Amerika melemahkan dan mengisolasi Moskow.
Baik China dan Serbia telah dikritik karena gagal bergabung dengan AS dan sekutunya dalam menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Para pejabat AS memperingatkan Serbia pada 2020 agar tidak membeli sistem HQ-22, dengan mengatakan mereka harus menyelaraskan peralatan militernya dengan persenjataan Barat jika ingin bergabung dengan Uni Eropa atau NATO.
China telah lama menjadi sekutu dekat Serbia. Ketika NATO membom Serbia pada 1999, Kedutaan Besar China di Beograd diserang, yang menyebabkan protes di Beijing.
NATO menyebut insiden itu sebagai kesalahan, dengan mengatakan kedutaan tidak menjadi sasaran.
Awal bulan ini, Kementerian Luar Negeri China mengatakan NATO seharusnya dibubarkan setelah Uni Soviet runtuh pada 1991.
“NATO adalah pemrakarsa krisis Ukraina karena hal itu merusak keamanan nasional Rusia dengan melanggar janji untuk tidak melakukan ekspansi ke timur setelah Perang Dingin berakhir,” ujar Lijian pada 1 April.
Meski demikian, transfer senjata tersebut mengguncang saraf di Barat ketika media memperingatkan tentang "penumpukan senjata" oleh "sekutu Rusia" di tengah krisis Ukraina.
Enam pesawat angkut Y-20 Angkatan Udara China mendarat di Beograd pada Sabtu untuk mengirimkan kargo mereka.
Baca Juga
“Pengiriman itu rutin sesuai rencana kerja sama antar negara,” papar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian kepada wartawan, Senin.
Dia menambahkan, “Itu tidak ada hubungannya dengan situasi saat ini dan tidak menargetkan negara lain.”
Associated Press (AP) dan media lainnya berspekulasi pesawat itu membawa rudal permukaan-ke-udara HQ-22 yang dipesan Serbia dari China.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengisyaratkan pengumuman besar pekan ini, mengatakan bahwa ia akan memperkenalkan "kebanggaan terbaru" dari militer negaranya.
Outlet media AS dan Inggris menyebut pengiriman itu "rahasia," "terselubung" atau "setengah rahasia" dan mengatakan itu telah menimbulkan kekhawatiran akan penumpukan militer pada saat perang antara Rusia dan Ukraina.
AP menyebut pengiriman senjata itu dapat "mengancam perdamaian yang rapuh" di Balkan.
Tidak jelas bagaimana pengiriman bisa dilakukan secara rahasia, karena kargo diterbangkan ke Beograd dengan enam pesawat angkut besar, melewati wilayah udara Turki dan anggota NATO lainnya.
Surat kabar Global Times milik negara China melaporkan pengiriman tersebut, menyebutnya sebagai operasi luar negeri terbesar dalam sejarah Y-20.
Outlet tersebut bahkan berspekulasi pesawat itu mengirimkan rudal HQ-22, versi ekspor yang dikenal sebagai FK-3.
Outlet Barat juga membuat klaim pengiriman itu meningkatkan kekhawatiran geopolitik tanpa mengidentifikasi orang atau pemerintah mana pun yang khawatir.
Dugaan ketakutan juga datang pada saat Amerika Serikat (AS) dan anggota NATO lainnya mempercepat pengiriman senjata ke Ukraina.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan pada Minggu bahwa Washington mengirim senjata ke Ukraina "setiap hari" di bawah rencana untuk memastikan Kiev dapat mengusir pasukan Rusia dan membantu mencapai tujuan Amerika melemahkan dan mengisolasi Moskow.
Baik China dan Serbia telah dikritik karena gagal bergabung dengan AS dan sekutunya dalam menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.
Para pejabat AS memperingatkan Serbia pada 2020 agar tidak membeli sistem HQ-22, dengan mengatakan mereka harus menyelaraskan peralatan militernya dengan persenjataan Barat jika ingin bergabung dengan Uni Eropa atau NATO.
China telah lama menjadi sekutu dekat Serbia. Ketika NATO membom Serbia pada 1999, Kedutaan Besar China di Beograd diserang, yang menyebabkan protes di Beijing.
NATO menyebut insiden itu sebagai kesalahan, dengan mengatakan kedutaan tidak menjadi sasaran.
Awal bulan ini, Kementerian Luar Negeri China mengatakan NATO seharusnya dibubarkan setelah Uni Soviet runtuh pada 1991.
“NATO adalah pemrakarsa krisis Ukraina karena hal itu merusak keamanan nasional Rusia dengan melanggar janji untuk tidak melakukan ekspansi ke timur setelah Perang Dingin berakhir,” ujar Lijian pada 1 April.
(sya)
tulis komentar anda