Diprotes Keras, Biden Cairkan Rp50,2 Triliun Aset Afghanistan untuk Keluarga Korban 9/11
Minggu, 13 Februari 2022 - 17:15 WIB
KABUL - Demonstran di ibu kota Afghanistan , Kabul, pada Sabtu (12/2/2022) mengutuk perintah Presiden Joe Biden yang mencairkan USD3,5 miliar (Rp50,2 triliun) aset milik Afghanistan yang disimpan di Amerika Serikat (AS) untuk keluarga korban tragedi 9/11.
Para pengunjuk rasa yang berkumpul di luar masjid agung Eid Gah di Kabul menyatakan uang itu milik rakyat Afghanistan. Mereka juga meminta kompensasi finansial kepada Amerika untuk puluhan ribu warga Afghanistan yang tewas selama 20 tahun terakhir perang di Afghanistan.
Korban 11 September dan keluarga mereka memiliki klaim hukum terhadap Taliban dan USD7 miliar dalam sistem perbankan AS. Pengadilan harus menandatangani sebelum pengeluaran uang bantuan kemanusiaan dan memutuskan apakah akan memanfaatkan dana beku untuk membayar klaim tersebut.
Secara keseluruhan, Afghanistan memiliki aset sekitar USD9 miliar di luar negeri, termasuk USD7 miliar di AS. Sisanya sebagian besar di Jerman, Uni Emirat Arab dan Swiss.
“Bagaimana dengan rakyat Afghanistan kita yang telah memberikan banyak pengorbanan dan ribuan korban jiwa?” tanya penyelenggara demonstrasi, Abdul Rahman, seorang aktivis masyarakat sipil.
Rahman mengatakan dia berencana untuk mengorganisir lebih banyak demonstrasi di seluruh ibu kota untuk memprotes perintah Biden. “Uang ini milik rakyat Afghanistan, bukan Amerika Serikat. Ini adalah hak warga Afghanistan,” katanya.
Sementara perintah Biden, yang ditandatangani pada hari Jumat, mengalokasikan USD3,5 miliar aset Afghanistan lainnya untuk bantuan kemanusiaan ke dana perwalian yang akan dikelola oleh PBB untuk memberikan bantuan kepada warga Afghanistan.
Bank Sentral Afghanistan meminta Biden untuk membalikkan perintahnya dan mengeluarkan dana untuk itu. Bank Sentral Afghanistan mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa aset itu milik rakyat Afghanistan dan bukan pemerintah, partai, atau kelompok.
Torek Farhadi, seorang penasihat keuangan untuk mantan pegawai pemerintah Afghanistan yang didukung AS, mempertanyakan pengelolaan cadangan Bank Sentral Afghanistan oleh PBB. Dia mengatakan, dana itu tidak dimaksudkan untuk bantuan kemanusiaan tetapi "untuk mendukung mata uang negara, membantu dalam kebijakan moneter dan mengelola neraca pembayaran negara."
Farhadi juga mempertanyakan legalitas perintah Biden. "Cadangan ini milik rakyat Afghanistan, bukan Taliban. Keputusan Biden sepihak dan tidak sesuai dengan hukum internasional," kata Farhadi, seperti dikutip dari AP. "Tidak ada negara lain di Bumi yang membuat keputusan penyitaan seperti itu tentang cadangan negara lain," lanjutnya.
Michael Kugelman, wakil direktur Program Asia di Wilson Center yang berbasis di AS, menyebut perintah Biden untuk mengalihkan USD3,5 miliar dari Afghanistan "tidak berperasaan."
“Sangat bagus bahwa USD3,5 miliar dalam bantuan kemanusiaan baru untuk Afghanistan telah dibebaskan. Tetapi untuk mengambil USD3,5 miliar lagi yang menjadi milik rakyat Afghanistan, dan mengalihkannya ke tempat lain—itu sesat dan sejujurnya tidak berperasaan,” cuitnya.
Para pengunjuk rasa yang berkumpul di luar masjid agung Eid Gah di Kabul menyatakan uang itu milik rakyat Afghanistan. Mereka juga meminta kompensasi finansial kepada Amerika untuk puluhan ribu warga Afghanistan yang tewas selama 20 tahun terakhir perang di Afghanistan.
Korban 11 September dan keluarga mereka memiliki klaim hukum terhadap Taliban dan USD7 miliar dalam sistem perbankan AS. Pengadilan harus menandatangani sebelum pengeluaran uang bantuan kemanusiaan dan memutuskan apakah akan memanfaatkan dana beku untuk membayar klaim tersebut.
Secara keseluruhan, Afghanistan memiliki aset sekitar USD9 miliar di luar negeri, termasuk USD7 miliar di AS. Sisanya sebagian besar di Jerman, Uni Emirat Arab dan Swiss.
“Bagaimana dengan rakyat Afghanistan kita yang telah memberikan banyak pengorbanan dan ribuan korban jiwa?” tanya penyelenggara demonstrasi, Abdul Rahman, seorang aktivis masyarakat sipil.
Rahman mengatakan dia berencana untuk mengorganisir lebih banyak demonstrasi di seluruh ibu kota untuk memprotes perintah Biden. “Uang ini milik rakyat Afghanistan, bukan Amerika Serikat. Ini adalah hak warga Afghanistan,” katanya.
Sementara perintah Biden, yang ditandatangani pada hari Jumat, mengalokasikan USD3,5 miliar aset Afghanistan lainnya untuk bantuan kemanusiaan ke dana perwalian yang akan dikelola oleh PBB untuk memberikan bantuan kepada warga Afghanistan.
Bank Sentral Afghanistan meminta Biden untuk membalikkan perintahnya dan mengeluarkan dana untuk itu. Bank Sentral Afghanistan mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa aset itu milik rakyat Afghanistan dan bukan pemerintah, partai, atau kelompok.
Torek Farhadi, seorang penasihat keuangan untuk mantan pegawai pemerintah Afghanistan yang didukung AS, mempertanyakan pengelolaan cadangan Bank Sentral Afghanistan oleh PBB. Dia mengatakan, dana itu tidak dimaksudkan untuk bantuan kemanusiaan tetapi "untuk mendukung mata uang negara, membantu dalam kebijakan moneter dan mengelola neraca pembayaran negara."
Farhadi juga mempertanyakan legalitas perintah Biden. "Cadangan ini milik rakyat Afghanistan, bukan Taliban. Keputusan Biden sepihak dan tidak sesuai dengan hukum internasional," kata Farhadi, seperti dikutip dari AP. "Tidak ada negara lain di Bumi yang membuat keputusan penyitaan seperti itu tentang cadangan negara lain," lanjutnya.
Michael Kugelman, wakil direktur Program Asia di Wilson Center yang berbasis di AS, menyebut perintah Biden untuk mengalihkan USD3,5 miliar dari Afghanistan "tidak berperasaan."
“Sangat bagus bahwa USD3,5 miliar dalam bantuan kemanusiaan baru untuk Afghanistan telah dibebaskan. Tetapi untuk mengambil USD3,5 miliar lagi yang menjadi milik rakyat Afghanistan, dan mengalihkannya ke tempat lain—itu sesat dan sejujurnya tidak berperasaan,” cuitnya.
(esn)
tulis komentar anda