Jenderal Tertinggi Sudan Sebut Kudeta untuk Cegah Perang Saudara

Rabu, 27 Oktober 2021 - 03:07 WIB
Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, pemimpin kudeta Sudan, bilang perebutan kekuasaan dilakukan untuk mencegah perang saudara. Foto/Al Arabiya English
KHARTOUM - Jenderal tertinggi Sudan , Abdel Fattah al-Burhan, mengatakan militer melakukan kudeta pada hari Senin untuk mencegah terjadinya perang saudara.

Jenderal Burhan adalah Panglima Angkatan Bersenjata yang saat ini menjabat sebagai kepala negara secara de facto setelah memimpin kudeta. Perdana menteri yang digulingkan, Abdalla Hamdok, sekarang ditahan di rumah sang jenderal.

Menurutnya, Hamdok ditahan di rumahnya demi keselamatannya sendiri. Dia berjanji akan mengizinkannya pulang sesegera mungkin.





Protes berlanjut untuk hari kedua pada Selasa (26/10/2021) di ibu kota, Khartoum, dengan jalan, jembatan dan toko ditutup. Sambungan telepon dan internet juga terganggu.

Sedikitnya 10 orang dilaporkan tewas sejak kerusuhan dimulai.

"Bahaya yang kita saksikan minggu lalu bisa membawa negara itu ke dalam perang saudara," kata Jenderal Burhan dalam konferensi pers, seperti dikutip BBC, Rabu (27/10/2021).

"Perdana menteri ada di rumahnya tetapi kami khawatir dia akan dilukai dan dia sekarang bersama saya di rumah saya," ujarnya.

"Saya bersamanya tadi malam...dan dia menjalani hidupnya...dia akan kembali ke rumahnya saat krisis usai dan semua ancaman hilang," paparnya.

Jenderal Burhan mengatakan dia telah membubarkan pemerintahan sipil, menangkap para pemimpin politik dan menyerukan keadaan darurat karena kelompok-kelompok politik telah menghasut warga sipil melawan pasukan keamanan.

Wartawan BBC Mohamed Osman di Khartoum mengatakan fakta bahwa Jenderal Burhan telah menyiapkan daftar panjang menteri, serta berjanji untuk mengumumkan pengangkatan hakim tinggi dalam waktu dua hari, menunjukkan perencanaan ekstensif sebelum kudeta.



Kudeta tersebut menuai kecaman global. Amerika Serikat (AS), Inggris, Uni Eropa, PBB dan Uni Afrika, menuntut pembebasan segera semua pemimpin politik yang ditangkap termasuk anggota kabinet Hamdok.

Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan Sudan termasuk di antara "epidemi kudeta" yang memengaruhi Afrika. Dia mendesak "kekuatan besar" dunia untuk bersatu demi "pencegahan yang efektif" melalui Dewan Keamanan PBB.

Sementara itu, AS telah menghentikan bantuan senilai USD700 juta untuk Sudan dan Uni Eropa telah mengancam akan melakukan hal yang sama. Keduanya menuntut pemulihan pemerintahan sipil tanpa prasyarat.

Sejak Senin, pasukan Sudan dilaporkan pergi dari rumah ke rumah di Khartoum untuk menangkap penyelenggara protes lokal.

Ribuan orang telah bergabung dalam protes di ibu kota, terutama di lingkungan perumahan dekat pusat kota.

Bandara kota ditutup dan semua penerbangan dibatalkan hingga Sabtu.

Staf di bank sentral negara itu dilaporkan mogok kerja, dan di seluruh dokter dilaporkan menolak bekerja di rumah sakit yang dikelola militer kecuali dalam keadaan darurat.

Kesepakatan antara pemimpin sipil dan militer dirancang untuk mengarahkan Sudan menuju demokrasi tetapi telah terbukti rapuh dengan sejumlah upaya kudeta sebelumnya, yang terakhir lebih dari sebulan yang lalu.

Jenderal Burhan, yang merupakan kepala dewan pembagian kekuasaan, mengatakan Sudan berkomitmen untuk transisi ke pemerintahan sipil, dengan pemilu yang direncanakan pada Juli 2023.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More