Gubernur Provinsi Taliban Tegaskan ISIS Bukan Ancaman Besar
Selasa, 07 September 2021 - 06:01 WIB
KABUL - Sebagai komandan Taliban , dia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk memerangi bekas pemerintah Afghanistan.
Sekarang, dengan gerakan garis kerasnya kembali berkuasa, Mullah Neda Mohammad bersumpah terus berperang melawan militan saingannya, kelompok Negara Islam (ISIS).
Setelah kemenangan Taliban pada Agustus, Mohammad mengambil alih sebagai gubernur provinsi Nangarhar, basis ISIS Afghanistan-Pakistan.
“Kami sedang mencari orang-orang yang bersembunyi,” ungkap Mohammad kepada AFP, mengklaim pasukannya telah menangkap 70 hingga 80 anggota ISIS sejak mereka menguasai ibu kota provinsi Nangarhar, Jalalabad, kota terbesar kelima di Afghanistan.
ISIS bertanggung jawab atas beberapa serangan paling mematikan di Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk membantai warga sipil di masjid, tempat suci, lapangan umum dan bahkan rumah sakit.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas bom bunuh diri yang menghancurkan di dekat bandara Kabul pada 26 Agustus yang menewaskan lebih dari 100 warga Afghanistan dan 13 tentara Amerika Serikat (AS).
Itu adalah serangan paling mematikan terhadap pasukan Amerika Serikat di Afghanistan sejak 2011.
Setelah ledakan itu, militer AS mengatakan telah melakukan serangan pesawat tak berawak (drone) terhadap “perencana” ISIS di provinsi Nangarhar.
Namun, Mohammad mengatakan dia tidak percaya ISIS menimbulkan ancaman besar seperti yang mereka lakukan di Irak dan Suriah.
“Di sini mereka telah menderita banyak korban di Afghanistan utara dan timur,” papar dia di Jalalabad, istana gubernur, yang sekarang dihiasi bendera Taliban.
“Dengan Taliban berkuasa, tidak akan ada alasan bagi (ISIS) untuk berada di sini. Kami tidak menganggap ISIS sebagai ancaman,” ujar dia.
Meskipun ISIS dan Taliban adalah militan garis keras, mereka berbeda dalam hal-hal kecil agama dan strategi, sementara masing-masing mengklaim sebagai pembawa bendera jihad yang sebenarnya.
Pertarungan itu telah menyebabkan pertempuran berdarah di antara keduanya.
“Komentar ISIS yang diterbitkan setelah jatuhnya Kabul menuduh Taliban mengkhianati ISIS dengan kesepakatan penarikan Amerika Serikat,” ungkap SITE Intelligence Group, yang memantau komunikasi militan.
Perkiraan terbaru kekuatan ISIS bervariasi dari 500 pejuang aktif hingga beberapa ribu orang, menurut laporan PBB pada Juli.
Namun, pembobolan penjara oleh Taliban selama serangan musim panas mereka juga menyebabkan banyak militan ISIS dibebaskan.
Taliban meraih kekuasaan dengan kecepatan yang mengejutkan, dan Mohammad menggambarkan bagaimana dia dan para pejuangnya dapat berbaris di Jalalabad tanpa melepaskan tembakan.
Terjadi pertempuran sengit melawan mantan pasukan pemerintah di dekat Sherzad saat mereka maju, tetapi begitu Taliban merebut desa itu, mereka menerima kabar bahwa mereka akan menyerah.
“Mantan pemimpin Jalalabad mengirim perwakilan yang mengatakan kepada kami bahwa mereka tidak ingin berperang lagi dan ingin menyerahkan pemerintah lokal secara damai,” ungkap Mohammad.
“Kami membangun organisasi kami di sini. Kami menunjuk kepala polisi, kepala intelijen dan gubernur, yang diberikan kepada saya,” tutur dia.
Setelah dua dekade memerangi pemberontakan, Taliban harus dengan cepat bertransisi menjadi kekuatan pemerintahan yang dapat mengelola krisis kemanusiaan dan ekonomi yang hancur akibat perang.
Ini telah membuat para komandan Taliban lebih nyaman dengan menjalankan kota-kota berpenduduk ratusan ribu orang.
Seperti kebanyakan orang di Afghanistan, orang-orang Nangarhar dihantui kenangan pemerintahan brutal Taliban pada 1990-an, yang terkenal dengan hukum rajam hingga mati, pelarangan anak perempuan bersekolah dan perempuan yang bekerja berhubungan dengan laki-laki.
Gubernur baru provinsi itu telah menawarkan kata-kata yang meyakinkan, tetapi banyak orang tetap skeptis tentang janji Taliban tentang jenis pemerintahan yang berbeda.
"Kami akan melindungi hak-hak mereka dan kami tidak akan membiarkan penjahat menyakiti rakyat Afghanistan, khususnya rakyat Nangarhar," ujar Mohammad.
Meskipun ada jaminan, seorang pekerja bantuan di Jalalabad mengatakan dengan syarat anonim bahwa “banyak orang di kota itu tidak bahagia, dan mereka takut akan kebebasan berekspresi.”
Sekarang, dengan gerakan garis kerasnya kembali berkuasa, Mullah Neda Mohammad bersumpah terus berperang melawan militan saingannya, kelompok Negara Islam (ISIS).
Setelah kemenangan Taliban pada Agustus, Mohammad mengambil alih sebagai gubernur provinsi Nangarhar, basis ISIS Afghanistan-Pakistan.
“Kami sedang mencari orang-orang yang bersembunyi,” ungkap Mohammad kepada AFP, mengklaim pasukannya telah menangkap 70 hingga 80 anggota ISIS sejak mereka menguasai ibu kota provinsi Nangarhar, Jalalabad, kota terbesar kelima di Afghanistan.
ISIS bertanggung jawab atas beberapa serangan paling mematikan di Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk membantai warga sipil di masjid, tempat suci, lapangan umum dan bahkan rumah sakit.
ISIS mengaku bertanggung jawab atas bom bunuh diri yang menghancurkan di dekat bandara Kabul pada 26 Agustus yang menewaskan lebih dari 100 warga Afghanistan dan 13 tentara Amerika Serikat (AS).
Itu adalah serangan paling mematikan terhadap pasukan Amerika Serikat di Afghanistan sejak 2011.
Setelah ledakan itu, militer AS mengatakan telah melakukan serangan pesawat tak berawak (drone) terhadap “perencana” ISIS di provinsi Nangarhar.
Namun, Mohammad mengatakan dia tidak percaya ISIS menimbulkan ancaman besar seperti yang mereka lakukan di Irak dan Suriah.
“Di sini mereka telah menderita banyak korban di Afghanistan utara dan timur,” papar dia di Jalalabad, istana gubernur, yang sekarang dihiasi bendera Taliban.
“Dengan Taliban berkuasa, tidak akan ada alasan bagi (ISIS) untuk berada di sini. Kami tidak menganggap ISIS sebagai ancaman,” ujar dia.
Meskipun ISIS dan Taliban adalah militan garis keras, mereka berbeda dalam hal-hal kecil agama dan strategi, sementara masing-masing mengklaim sebagai pembawa bendera jihad yang sebenarnya.
Pertarungan itu telah menyebabkan pertempuran berdarah di antara keduanya.
“Komentar ISIS yang diterbitkan setelah jatuhnya Kabul menuduh Taliban mengkhianati ISIS dengan kesepakatan penarikan Amerika Serikat,” ungkap SITE Intelligence Group, yang memantau komunikasi militan.
Perkiraan terbaru kekuatan ISIS bervariasi dari 500 pejuang aktif hingga beberapa ribu orang, menurut laporan PBB pada Juli.
Namun, pembobolan penjara oleh Taliban selama serangan musim panas mereka juga menyebabkan banyak militan ISIS dibebaskan.
Taliban meraih kekuasaan dengan kecepatan yang mengejutkan, dan Mohammad menggambarkan bagaimana dia dan para pejuangnya dapat berbaris di Jalalabad tanpa melepaskan tembakan.
Terjadi pertempuran sengit melawan mantan pasukan pemerintah di dekat Sherzad saat mereka maju, tetapi begitu Taliban merebut desa itu, mereka menerima kabar bahwa mereka akan menyerah.
“Mantan pemimpin Jalalabad mengirim perwakilan yang mengatakan kepada kami bahwa mereka tidak ingin berperang lagi dan ingin menyerahkan pemerintah lokal secara damai,” ungkap Mohammad.
“Kami membangun organisasi kami di sini. Kami menunjuk kepala polisi, kepala intelijen dan gubernur, yang diberikan kepada saya,” tutur dia.
Setelah dua dekade memerangi pemberontakan, Taliban harus dengan cepat bertransisi menjadi kekuatan pemerintahan yang dapat mengelola krisis kemanusiaan dan ekonomi yang hancur akibat perang.
Ini telah membuat para komandan Taliban lebih nyaman dengan menjalankan kota-kota berpenduduk ratusan ribu orang.
Seperti kebanyakan orang di Afghanistan, orang-orang Nangarhar dihantui kenangan pemerintahan brutal Taliban pada 1990-an, yang terkenal dengan hukum rajam hingga mati, pelarangan anak perempuan bersekolah dan perempuan yang bekerja berhubungan dengan laki-laki.
Gubernur baru provinsi itu telah menawarkan kata-kata yang meyakinkan, tetapi banyak orang tetap skeptis tentang janji Taliban tentang jenis pemerintahan yang berbeda.
"Kami akan melindungi hak-hak mereka dan kami tidak akan membiarkan penjahat menyakiti rakyat Afghanistan, khususnya rakyat Nangarhar," ujar Mohammad.
Meskipun ada jaminan, seorang pekerja bantuan di Jalalabad mengatakan dengan syarat anonim bahwa “banyak orang di kota itu tidak bahagia, dan mereka takut akan kebebasan berekspresi.”
(sya)
tulis komentar anda